Menyongsong Khilafah Kasyidah di atas Minhaj Nubuwah

22 April 2012

Surat Abasa Menghancurkan Doktrin Kemaksuman Syiah


SURAT ABASA
MENGHANCURKAN DOKTRIN KEMAKSUMAN SYIAH

Pendahuluan

بسم الله الرحمن لرحيم
الحمد لله رب العالميىن و الصلاة والسلام على رسول الله و على آله و صحبه أجمعين.
Sebelum kami menulis Tulisan ini, sebenarnya kami sedikit acuh tak acuh terhadap kelompok Syiah Rafidhah. Kami mencukupkan diri dengan bantahan para ulama sunnah terhadap mereka. Namun ketika kami mulai berteman dengan beberapa oknum yang ternyata nota bene adalah Syiah maka kami menemukan euforia syiah iran nampak sekali dari .Dan parahnya, mereka tanpa malu menghina ahlusunnah yang mereka gelari wahabi. Karena itu kami merasa cemburu bila agama Islam ini dipermainkan oleh kaum munafik Syiah. akhirnya terjadi perdebatan antara kami dengan mereka hingga keluar tulisan ini untuk membongkar jebakan mereka. Dalam tulisan ini kami akan memperlihatkan kebodohan para pengikut syiah mulai dari ketidak tahuan mereka terhadap bahasa agama Islam yaitu bahasa arab hingga tahrif (penyelewengan) penerjemahan disertai kebodohan mereka terhadap perkataan para tokoh agama mereka. Intinya kebodohan terhadap kebenaran menyebabkan mereka tanpa rasa malu menganggap agama syiah merekalah yang benar. Selanjutnya kami persilahkan kepada siapapun menilai kami (ahlu sunnah) dan mereka para pemeluk agama syiah.

Orang Syiah tersebut melemparkan sebuah opini, dia berkata:
Siapakah yang menghina orang buta??
Surah ke 80 (Abasa):
Dengan nama Allah Maha Pengasih Maha Penyayang. Dia (seorang pemimpin Bani Umayah tertentu) bermuka masam dan berpaling
(ketika ia sedang bersama Nabi),Karena telah datang seorang buta (Ibnu Ummi Maktum) kepadanya, Tahukah kamu mungkin ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa) Atau dia ingin mendapatkan pelajaran, sehingga pelajaran itu memberi rnanfaat kepadanya (orang buta)?Adapun orang yang merasa dirinya (pemimpin Bani Umayah) serba cukup,Maka kamu melayaninya?Padahal tiada (celaan) atasmu jika dia tidak membersihkan diri (beriman) Dan adapun orang yang datarvg kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran)Sedang ia takut (kepada Allah dalam hatinya) Maka kamu mengabaikannya. Sekali-kali jangan (demikian)! Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah satu peringatan.
Sebab turunnya surah ini merupakan peristiwa sejarah yang terjadi. Suatu ketika Nabi Muhammad SAW tengah bersama sejumlah orang kaya Quraisy dari suku Umayah, di antaranya Utsman bin Affan, yang bela¬kangan menduduki tampuk kekhalifahan.Ketika Rasulullah SAW tengah mengajari mereka, Abdullah bin Ummi Maktum, seorang buta dan termasuk salah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW, datang kepadanya. Nabi Muhammad SAW menyambutnya dengan penuh hormat dan memberikan tempat duduk yang paling dekat dengan dirinya. Bagaimanapun, Nabi tidak menjawab pertanyaan orang buta itu dengan segera mengingat ia berada di tengah-tengah pembicaraan dengan suku Quraisy.Karena Abdullah miskin dan buta, para pembesar Quraisy merendah¬kannya dan mereka tidak suka penghormatan dan penghargaan yang ditujukan kepadanya oleh Nabi Muhammad SAW. Mereka juga tidak suka kehadiran orang buta di tengah-tengah mereka sendiri dan perkataannya yang menyela perbincangan mereka dengan Nabi Muhammad SAW. Akhirnya, salah seorang kaya dari Bani Umayah (yakni Utsman bin Affan) bermuka masam dan berpaling kepadanya.
Perbuatan pembesar Quraisy ini tidak diridhai oleh Allah SWT dan pada gilirannya Dia menurunkan Surah Abasa (80) melalui malaikat Jibril di waktu yang sama. Surah ini memuji kedudukan Abdullah kendati ia papa dan buta. Dan dalam ayat-ayat belakangan Allah ‘mengingatkan’ Nabi-Nya SAW bahwa mengajari seorang kafir tidaklah penting andai kata orang kafir itu tidak cenderung untuk menyucikan dirinya dan menyakiti seorang mukmin hanya karena ia tidak kaya dan sehat.Sekelompok mufasir Sunni yang bersama Nabi Muhammad SAW sepanjang standar aturan-aturan moral biasa menuduh beliau menghina Abdullah, dan dengan itu, mereka mencoba mengatakan bahwa beliau tidak bebas dari kelemahan karakter dan perilaku. Ini terjadi ketika orang yang menghina si miskin tadi adalah seorang kaya dari Bani Umayah yang masih non-Muslim, atau baru masuk Islam (yakni Utsman). Namun sebagian orang demi membersihkan wajah Utsman dari perilaku buruk semacam itu tidak segan dan sungkan menuduh Nabi Muhammad SAW berbuat seperti itu (bermuka masam) dan mengritik Nabi Muhammad SAW demi membela Utsman.
(di ambil dari buku "Antologi Islam").....
Tolong tanggapannya.......

Rumusan Syubhat


Rumusan Syubhat  :

Kami akan merumuskan arah orang Syi'ah tersebut :
1. 1. Menurut agama syiah rafidhah,kaum muslim sunni telah berlaku lancang kepada Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam dengan menuduh beliau telah berlaku zhalim (dalam bentuk bermuka masam dan berpaling)  terhadap Abdullah bin Ummi Maktum radhiyallahu’anhu. Tentunya kaum muslim telah membatalkan sifat Rasul yang makshum (terjaga dari kesalahan) dan juga sifat Rasul yang disebutkan dalam surat Al-Qalam yang paling awal duluan turun, dengan bunyi :


وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ

 “Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.”(QS. Al-Qalam : 4)

2.  2. Menurut agama syiah rafidhah, kaum muslim sunni berdusta dalam siapa pelaku sebenarnya yang telah bermuka masam terhadap Abdullah bin Ummi Maktum. Menurut agama syiah pelaku sebenarnya adalah Utsman bin ‘Affan radhiyallahu’anhu. Namun muslim sunni menutupinya dan membela kedudukan Utsman yang terpojok dalam surat tersebut. Karena menurut agama syiah kata(عبس)-ia telah bermuka masam- dan (تولى )-ia telah berpaling- dalam bentuk ghaibah(orang ketiga) tanpa keterangan siapakah yang dimaksud –dia telah bermuka masam-?. Sedangkan ayat berikutnya (ayat 3, 6, 7,8 dan 10) datang dengan bentukkhithabah(orang kedua) yaitu “kamu” yang ditujukkan kepada Rasul. Sehingga menurut agama syiah terdapat keganjilan bila ayat pertama tersebut pelakunya adalah Rasulullahshallallahu’alayhiwasallam.
.   3.Menurut agama syiah rafidhah bani umayah berdusta mengenai siapa pelaku sebenarnya.merekamenyatakan tidak shahihnya hadits-hadits shahih yang menceritakan sebab turunya ayat-ayat dari surat Abasa tersebut sebagaiamana yang dinyatakan penulis Antologi Islam (si penulis dengan sikap pengecut tidak mau menuliskan namanya pada buku tersebut) :
          “Lagi pula, hadis-hadis ini disisipkan ke dalam kitab-kitab mereka oleh Bani Umayah, di antara yang lainnya, untuk membenarkan penyimpangan dan kekejian mereka.”(Antologi Islam, hal. 67)
           
        Baca Selengkapnya >>






Dari Segi Keshahihan Sanad Periwayatan ( Bantahan Syubhat )


Bantahan Syubhat :

1.      Dari Segi keshahihan sanad periwayatan

Kami ingin memulai dengan satu hadits yang disampaikan oleh sepupu Rasulullah yang mulia seorang anggota ahli bait yaitu Ibnu Abbasradhiyallahu’anhuma yang berkata bahwa Rasulullah shallallau’alaihiwasallam bersabda :
لو يعطى الناس بدعواهم، لادّعى رجال أموال قوم ودماءهم، لكن البينة على المدعي واليمين على من أنكر
“Seandainya manusia diberikan  berdasarkan dakwaan mereka, niscaya banyak orang yang mengklaim darah satu kaum dan harta mereka. Akan tetapi bukti dibebankan pada penuduh(pendakwa) dan sumpah dibebankan pada orang yang mengingkari(tuduhan/dakwaan).
(HR. Al-Bayhaqi : 21667. Imam Nawawi menyatakan Hadits ini  hasan dan sebagian lafazhnya juga dikeluarkan oleh Imam Muslim dan Imam Tirmidzi)
Karena kalian wahai pemeluk agama syiah telah menuduh kami ahlussunnah berdusta dengan menyembunyikan keterlibatan menantu Rasulullah, suami dari dua putri beliau, Utsman bin ‘Affan radhiyallahu’anhu sebagai pelaku muka masam dalam surat Abasa, maka kami meminta pada kalian bayyinah (bukti) dari kalian ! Allah Ta’ala berfirman :


قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
Katakanlah: "Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar".
(QS. Al-Baqarah :111)

Kalian pemeluk agama syiah rafidhah menukil pernyataan Ali bin Ibrahim Al-Qumi sebagaimana yang dinyatakan dalam buku antologi Islam hal. 63 sebagai berikut :
Dalam tafsir Sayid Syubbar dilaporkan dari Qummi bahwa ayat tersebut diturunkan tentang Utsman dan Ibnu Ummu Maktum, seorang yang buta. Ia datang kepada Rasulullah SAW ketika beliau sedang bersama para sahabat. Di saat itu, ada Utsman. Rasulullah SAW mengenalkannya kepada Utsman, dan Utsman bermuka masam dan memalingkan wajahnya darinya.

Saya perjelas pernyataan Ali bin Ibrahim Al-Qumi yang dikatakan meriwayatkan dari para Imam yang suci ‘alayhimissalam:
”نزلت في عثكن وابن أم مكتوم، وكان ابن أم مكتوم موذنا لرسول الله صلى الله عليه وآله، وكان أعمى، وجاء إلى رسول الله صلى الله عليه وآله وعنده أصحابه وعثكن عنده، فقدّمه رسول الله صلى الله عليه وآله عليه، فعبس وجهه وتولّى عنه فأنزل الله: عبس وتولّى، يعني عثكن“.
“Ayat tersebut diturunkan kepada Utskan (maksudnya Utsman-pen) dan Ibnu Ummi Maktum, Ibnu Ummi Maktum adalah seorang muadzin Rasulullah shallallahu’alayhi wa alihi wasallam dan ia adalah seorang buta. Ia pernah datang kepada Rasulullah shallallahu’alayhi wa alihi wasallam  dan bersama beliau terdapat para sahabatnya dan Utskan. Maka Rasulullah shallallahu’alayhi wa alihi wasallam  mendahulukannya, saat itu ia(Utsman-pen) bermuka masam dan berpaling darinya maka Allah menurunkan ayat :”Dia bermuka masam dan berpaling,” yaitu Utskan.”(Tafsir Al-Qumi, 2/405-406) silahkan unggah :

Kami bertanya kepada anda, dari mana pengetahuan Al-Qumi bahwsannya yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah Utsman bin ‘Affan radhiyallahu’anhu ? Apakah anda bisa meyakinkan kami bahwa berita yang dibawa Al-Qumi itu benar ? Jika benar dari mana ia mendapatkannya? Apakah para perawi (penyampai) berita tersebut tersambung hingga pelaku sejarah sebab turunnya ayat tersebut ? Lalu bagaimana kondisi penyampai berita tersebut apakah ia terlepas dari kecacatan sebagai orang yang fajir, lemah hafalan apalagi terkenal sebagai pendusta ? Padahal Al-Qumy menurut Imam besar kalian abu Al-Qasim Al-Khau-i :
ولذا نحكم بوثاقة جميع مشايخ علي بن إبراهيم القمي الذي روى عنهم في تفسيره مع انتهاء السند إلى أحد المعصومين"
“Karena itu kami menghukumi kuatnya seluruh gurunya Ali bin Ibrahim Al-Qumi yang ia ambil riwayat mereka dalam tafsirnya hingga sampainya sanad pada salah seorang yang maksum.” (Mu’jam Rijal Al-Hadits, 1/63)

Manakah sanad riwayat itu? Agar kami bisa menilitinya siapakah diantara mereka yang terbukti pendusta ?
Pada catatan kaki tafsir tersebut kami menemukan sebuah pernyataan yang berbunyi :
وقال قوم : إن هذه الآيات نزلت في الرجل من بنى أمية كان واقفا مع النبي صلى الله عليه وآله فلما اقبل ابن مكتوم تنفر منه ، وجمع نفسه وعبس في وجهه فحكى الله تعالى ذلك وانكره معاتبة على ذلك . ج . ز
Suatu kaum berkata : ayat ini turun pada seseorang dari bani umayyah yang berdiri bersama Rasulullah. Tatkala datang Ibnu Ummi Maktum maka laki-laki itu tidak menyukainya, mengindar dan bermuka masam maka Allah menceritakan hal itu dan mengingkarinya dengan celaan terhadap hal tersebut. J. Z.”
Pernyataan ini adalah catatan kaki dari pentahqiq bukan dari Al-Qumi. Namun sayang yang dimaksud “kaum” disini tidak jelas siapa mereka artinya statusnya majhul (tidak diketahui kondisi agamanya).

Namun kami menemukan riwayat yang disandarkan kepada Imam Ja’far Ash-Shadiq yang berbunyi :
إنّها نزلت في رجل من بني اُميّة، كان عند النّبي، فجاء ابن اُم مكتوم، فلما رآه تقذر منه وجمع نفسه عبس وأعرض بوجهه عنه، فحكى اللّه سبحانه ذلك، وأنكره عليه
“Sesungguhnya ayat tersebut turun kepada seorang dari kalangan Bani Umayah yang saat itu ia berada disisi Nabi. Maka datanglah Ibnu Ummi Maktum. Tatkala ia melihatnya, ia mearasa jijik dan menghindar, bermuka masam dan berpaling dengan wajahnya. Maka Allah Subhana menceritakan hal itu dan mengingkari perbuatan (Utsman) tersebut.”
Yang ada pada teks riwayat tersebut hanya seorang dari Bani Umayyah tanpa disebut namanya. Padahal pembesar Bani umayyah cukup banyak. Maka riwayat ini tidak bisa menguatkan bahwa pelakunya adalah Utsman bin Affan radhiyallahu’anhu.
Sehingga kami hanya mendapatkan sekadar klaim tanpa dasar. Dengan landasan bahwa Al-Qumi tidak mungkin salah !Kalau hanya seperti itu kami ingin menyampaikan kepada kalian suatu pelajaran yang kami ambil dari Ibnu Abbas anggota ahlul bait, simaklah wahai orang-orang yang mengaku meneladani ahli bait !!!
Mujahid berkata:”Busyair Al-’Adawy mendatangi  Ibnu  Abbas, ia menyampaikan hadits dan ia berkata : ”Telah bersabda  Rasulullah shalaullahu ’alihi wasallam, dan telah bersabda  Rasulullah shalaullahu ’alihi wasallam”, maka Ibnu Abbas tidak mendengarkan dan memperhatikan terhadap haditsnya yang ia sampaikan. Maka ia lalu berkata kepada Ibnu Abbas: ”Wahai Ibnu Abbas apa yang terjadi padamu, aku tidak melihatmu mendengarkan haditsku, (padahal) aku mengabarkan hadits dari Rasulullah shalaullahu alaihi wasallam ? Maka Ibnu Abbas menjawab :
إِنَّا كُنَّا مَرَّةً إِذَا سَمِعْنَا رَجُلًا يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ابْتَدَرَتْهُ أَبْصَارُنَا وَأَصْغَيْنَا إِلَيْهِ بِآذَانِنَا فَلَمَّا رَكِبَ النَّاسُ الصَّعْبَ وَالذَّلُولَ لَمْ نَأْخُذْ مِنْ النَّاسِ إِلَّا مَا نَعْرِفُ
”Pada suatu kali, bila kami mendengar seseorang berkata telah bersabda Rasulullah shalaullahu ’alaihi wasallam, maka bersegeralah mata-mata kami dan telinga-telinga kami memperhatikannya, namun tatkala manusia mengikuti shu’ba(kesukaran/hawa nafsu) dan kehinaan maka kami tidak akan menerima hadits dari manusia kecuali orang yang kami kenal.” (Diriwayatkan  Imam Muslim dalam muqadimah shahihnya)
Mengapaharus seperti itu? Karena kita berhati-hati jangan sampai berdusta atas nama Rasulullah shallallahu’alaihi wa ‘alaa alihi wasallam :
Ali radhiyallahu’anu berkata:

قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَكْذِبُوا عَلَيَّ فَإِنَّهُ مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ فَلْيَلِجْ النَّارَ

“Telah bersabda Nabi shallallahu’alaihiwasallam :” Janganlah kalian melakukan dusta atasku. Maka barangsiapa yang berdusta atasku maka ia akan masuk kedalam neraka.”(HR. Bukhari no. 103)
Pahamilah perkataan Ibnu Abbas yang berbunyi :namun tatkala manusia mengikuti shu’ba(kesukaran/hawa nafsu) dan kehinaan maka kami tidak akan menerima hadits dari manusia kecuali orang yang kami kenal.”Apakahyang beliau maksud dengan orang yang kami kenal? Yaitu yang kami kenak dengan kadilannya. Hal ini dalam rangka menjalankan firman Allah :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”(QS. Al Hujurat : 6)
Dalam sebagian qira'ah, ((Fatasyabbatu : Berhati-hatilah))(Tafsir Al-Syaukhani 5/60).
Mafhum mukhalafah(pemahaman kebalikan)-nya ”Jika datang kepada kalian orang yang adil maka terimalah berita yang ia bawa.” Hal ini menunjukkan berita orang yang tidak dikenal kondisi keadilannya tidak diterima berita hadits yang ia bawa.
Namun kaedah penerimaan riwayat kalian aneh sekali. Perhatikan ucapan tokoh kalian Ibnu Al-Muthahhar Al-Hully :
الطعن في دين الرجل لا يوجب الطعن في حديثه
“Celaan pada agama seseorang tidak menjadikan celaan pada haditsnya (yang ia riwayatkan)”(Rijal Al-Hully hal. 137)
Kami mempunyai bukti bahwa kaedah aneh tersebut mereka terapkan bersandar pada sebuah riwayat mengenai keharaman penolakan riwayat ahli bait walaupun yang dibawa oleh para pendusta. Silahkan anda perhatikan riwayat (kami meyakini riwayat ini dusta atas nama ahli bait yang mereka buat) di bawah ini :
عن سفيان السمط قال : قلت لأبي عبد الله عليه السلام : "جعلت فداك, انّ رجلا ياتينا من قبلكم يُعرف بالكذب فيحدّث بالحديث فنستبشعه, فقال أبو عبد الله : يقول لك انّي قلت الليل أنذه نهار أو النهار أنه ليل قال: لا فانْ قال لك هذا انّي قلته فلا تكذبه به فانّك انما تكذّبني
“Dari Sufyan As-Samth, berkata :’Kukatakan kepada Abu Abdillah ‘alayhissalam,’Aku menjadikan tebusanmu, sesungguhnya seorang laki-laki datang kepada kami dari pihak kalian, dia dikenal dengan kedustaan, lalu dia bercerita dengan sebuah hadits, maka kami pun menganggapnya buruk.’ Maka berkatalah Abu Abdillah,’Dia berkata kepadamu,’Sesungguhnya aku berkata ini adalah malam,padahal itu adalah siang, atau ini siang padahal itu adalah malam? Dia berkata,’Tidak.’ Jika dia berkata demikian kepadamu, maka sesungguhnya aku mengatakannya, maka jangan mendustakannya, karena sesungguhnya kamu, jika mendustakannya, maka tiada lain kamu mendustakanku.”(Bihar Al-Anwar, 2/211)
Ini menunjukkan mereka tidak mengenalnya adanya hadits maudhu’(palsu). Padahal Rasulullah memberikan ancaman bagi para pembuat hadits maudhu’ dengan neraka yang ini menunjukkan akan terjadinya periwayatan dusta atas nama beliau. Namun bagi Syiah, Sabda Rasul tersebut tidak berlaku bagi mereka. Kalau begitu mereka telah menyelisihi ayat berikut ini:
 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”(QS. Al Hujurat : 6)
Sedangkan Ja’far Ash-Shadiq rahimahullah pernah mengeluhkan pendustaan para perawi syiah terhadap ahlul bait. Beliau berkata :
يروون عنا الأكاذيب ويفترون علينا أهل البيت
“Mereka meriwayatkan dari kami kebohongan-kebohongan(atas nama kami) dan mereka berdusta atas kami (mengenai) ahli bait”(Al-Tuhfah Al-Itsna ‘Asyariyah, hal.97)
Ini artinya banyak orang yang berdusta atas nama beliau dan batalah kaedah mereka tersebut. Maka tiada gunanya ketika Al-Qumi mengatakan inilah tafsir dari ahli bait namun ia tidak dapat memberikan bukti sanad (rantai perawi) yang shahih tersebut yang sampai kepada ahli bait. Maka sama saja ia termasuk dalam jajaran pendusta yang dinyatakan oleh Ja’far Ash-Shadiqrahimahullah.
Maka manakah bukti kalian bahwasannya pelaku tersebut adalah Utsman bin Affan? Kalian tidak dapat membawa bukti maka wajib bagi kalian bertaubat wahai pemeluk agama syiah karena dustamu itu.
Baiklah sekarang kami akan mengajari kalian memhami makna ayat ini :


فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui.”(QS. Al-Anbiyaa : 7)
Siapakah yang lebih di dahulukan untuk diambil perkataannya mengenai orang yang disebut telah bermuka masam? Apakah Al-Qumi yang baru lahir beberapa abad sesudahnya? Ataukah para sahabat Rasul yang menjadi pelaku sejarah turunnya ayat tersebut?
Maka ahli ilmu mengenai sebab turunnya surat abasa ini adalah sahabat  itu sendiri sebagai pelaku sejarah bukan Al-Qumi pendusta.
Baiklaha kita dengarkan duhulu pelaku sejarah tersebut !!!
Imam Tirmidzi dan Al-Hakim berkata :”Telah menceritakan kepada kami Sa’id bin Yahya bin Sa’id Al-Amawi, Ia berkata:”Telah menceritakan kepada ku Ayahku, Ia berkata “ini adalah yang kami baca di hadapan Hisyam bin Urwah, dari Ayahnya dari ‘Aisyah. Beliau berkata:”

أُنْزِلَ{ عَبَسَ وَتَوَلَّى } فِي ابْنِ أُمِّ مَكْتُومٍ الْأَعْمَى أَتَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَعَلَ يَقُولُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرْشِدْنِي وَعِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ مِنْ عُظَمَاءِ الْمُشْرِكِينَ فَجَعَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعْرِضُ عَنْهُ وَيُقْبِلُ عَلَى الْآخَرِ وَيَقُولُ أَتَرَى بِمَا أَقُولُ بَأْسًا فَيَقُولُ لَا فَفِي هَذَا أُنْزِلَ
“Diturunkannya ayat(Dia bermuka masam danberpaling)kepada Ibnu Ummi Maktum Al-A’ama yang datang menjumpai Rasulullah shallallahu’alayhi wasallam tatkala itu ia berkata : “Wahai Rasulullah ajarilah saya- dan disisi Nabi shallallahu’alaihiwasallam terdapat seorang pembesar musyrikin- maka Nabi shallallahu’alayhiwasallam berpaling darinya dan menghadap kepada lainnya (pembesar musyrikin). Lalu beliau berkata kepada orang tersebut :”Apakah menurut apa yang aku katakan ini (tauhid-pen) adalah sesuatu yang buruk? Maka orang itu menjawab :” tidak”. Maka diturunkanlah ayat ini.”(HR. Tirmidzi no. 3254,dan ia menyatakan hasan gharib dan Al-Hakim no. 3857)
Sebagian riwayat ada yang memursalkannya dari Urwah tanpa menyebut riwayat dari Aisyah. Abdurrazzaq menyebutkannya yang berasal dari Ma’mar dari Qatadah bahwa orang berbicara bersama Nabi saat itu adalah Ubay bin Khalaf. Sa’id bin Manshur meriwayatkan dari jalan Thariq Abu Malik bahwasannya orang yang berbicara bersama Nabi adalah Umayyah bin Khalaf. Sedangkan Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari hadits ‘Aisyah bahwa orang yang berbicara bersama Nabi adalah ‘Utbah dan Syaibah yang keduanya putra Rabi’ah. Dari jalan Al-Aufi dari Ibnu Abbas ia berkata (Mereka ) adalah ‘Utbah, Abu Jahal dan ‘Ayyasy. Dari riwayat Aisyah yang lain berbunyi :” Dalam majlis tersebut orang yang hadir adalah pembesar Quraiys sebagian mereka adalah Abu Jahal dan ‘Utbah. Semuanya dapat dikompromikan.(Lihat Fath Al-Baari karangan Al-Hafizh Ibnu Hajar 14/91)
Lihatlah para periwayat turun surat Abasa tidak satupun yang menyatakan Utsman bin Affan berada di tempat kejadian tersebut. Ini menunjukkan kebohongan Al-Qumi yang menentang riwayat Ibunda kami Aisyah, Abdullah bin Abbas, dan Qatadahradhiyallahu’anhum.
Bisa jadi kalian menolak riwayat ibunda kami (bukan ibunda kalian) Ummul mukminin (ibunda orang-orang yang beriman) karena kalian menyatakan beliau penzina. Maka kami jawab :
“Berarti kalian telah meruntuhkan doktrinitas akidah kemaksuman Rasul yang kalian pegangi. Karena mana mungkin Rasul mau melanjutkan rumah tangga dengan wanita penzina. Dan kalau begitu kalian juga menuduh Rasul telah berkhianat tidak mau menegakkan hukum rajam pada ‘Aisyah ibunda kami.“
Jika begitu Ibunda kami adalah wanita baik-baik yang disucikan kehormatannya oleh Allah Subhana di dalam  Al-Quran melalui turunnya ayat :
إِنَّ الَّذِينَ جَاءُوا بِالْإِفْكِ عُصْبَةٌ مِنْكُمْ لَا تَحْسَبُوهُ شَرًّا لَكُمْ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَكُمْ لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ مَا اكْتَسَبَ مِنَ الْإِثْمِ وَالَّذِي تَوَلَّى كِبْرَهُ مِنْهُمْ لَهُ عَذَابٌ عَظِيمٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar.”(QS. An-Nur : 11)
Hingga sepuluh ayat berikutnya.Jika begitu riwayat ibunda kami wajib diterima.
Dan riwayat Ibnu Abbas mengenai sebab turunnya surat Abasa sebagai berikut :
Berkata Ibnu Jarir Thabari :”Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Sa’ad. Ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Ayahku. Ia berkata: “telah menceritakan kepadaku pamanku, Ia berkata telah menceritakan kepadaku Ayahku, dari Ayahnya dari Ibnu Abbas mengenai Firman Allah (Dia bermuka masam dan berpaling tatkala datang kepadanya seorang buta). Berkata Ibnu Abbas :

بينا رسول الله صلى الله عليه وسلم يناجي عُتبة بن ربيعة وأبا جهل بن هشام والعباس بن عبد المطلب،يناجيهم، فجعل عبد الله يستقرئ النبيّ صلى الله عليه وسلم آية من القرآن، وقال: يا رسول الله، علمني مما علَّمك الله، فأعرض عنه رسول الله صلى الله عليه وسلم، وعبس في وجهه وتوّلى، وكره كلامه، وأقبل على الآخرين؛، فلما قضى رسول الله صلى الله عليه وسلم، وأخذ ينقلب إلى أهله، أمسك الله بعض بصره، ثم خَفَق برأسه، ثم أنزل الله:( عَبَسَ وَتَوَلَّى أَنْ جَاءَهُ الأعْمَى وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّهُ يَزَّكَّى أَوْ يَذَّكَّرُ فَتَنْفَعَهُ الذِّكْرَى ) ، فلما نزل فيه أكرمه رسول الله صلى الله عليه وسلم وكلَّمه، وقال له: "ما حاجَتُك، هَلْ تُرِيدُ مِنْ شَيءٍ؟" وإذا ذهب من عنده قال له: "هَلْ لكَ حاجَةٌ فِي شَيْء؟" وذلك لما أنزل الله:( أَمَّا مَنِ اسْتَغْنَى فَأَنْتَ لَهُ تَصَدَّى وَمَا عَلَيْكَ أَلا يَزَّكَّى ) .
Rasulullah shallallahu’alayhiwasallam bersama kami mendakwahi ‘Utbah bin Rabi’ah, Abu Jahal bin Hisyam, Al-‘Abbas bin Abdul Muthalib. Beliau melayani mereka dan berharap sekali mereka beriman. Maka datanglah menemui beliau seorang yang buta yang dikatakan dia adalah Abdullah bin Ummi Maktum. Ia berjalan sedangkan beliau sedang menyeru mereka. Saat itu Abdullah meminta kepada Nabi shallallahu’alayhiwasallam untuk membacakan suatu ayat Al-Quran. Ia berkata :”Wahai Rasulullah, ajarilah aku atas apa yang telah Allah ajarkan kepadamu ! ”Maka Rasulullah shallallahu’alayhiwasallam berpaling dan bermuka masam padanya. Beliau berpaling dan tidak suka dengan ucapannya. Beliau pun menghadap ke lainnya. Tatkala Rasulullah shallallahu’alayhiwasallam selesai menerangkan dan beliau kembali kepada keluarga beliau maka Allah menahan pandangan beliau dan beliau menundukkan kepala. Lalu turunlah ayat :”Dia bermuka masam dan berpaling, Karena telah datang seorang buta kepadanya, Tahukah kamu mungkin ia ingin membersihkan dirinya  Atau dia ingin mendapatkan pelajaran, sehingga pelajaran itu memberi rnanfaat kepadanya “
Setelah turunnya ayat tersebut maka Rasulullah memuliakannya dan mengajaknya bicara. Beliau berkata padanya :”Apakah keperluan anda? Apa yang anda inginkan?” Jikalau ia telah pergi darinya, beliau berkata :”Apakah engkau mempunyai keperluan?”Yang demikian itu terjadi tatkala Allah Ta’ala telah menurunkan ayat :”Adapun orang yang merasa dirinya (pemimpin Bani Umayah) serba cukup, Maka kamu melayaninya. Selesai.”(Tafsir Ath-Thabari 25/217-218)
Lihat sekali lagi Ibnu Abbas sepupu Ali bin Thalib radhiyallahu’anhum menyatakan Rasulullah-lah yang dicela dalam surat tersebut dan tidak sedikitpun menyinggung nama Utsman bin Affan.
Wahai pemeluk agama syiah saya akan menghadiahkan kutipan tokoh kalian Syaikh Ath-Thabrasi dia berkata :
وروي عن الصادق ( ع ) أنه قال : كان رسول الله ( ص ) إذا رأى عبد الله بن أم مكتوم قال : مرحبا مرحبا ، لا والله لا يعاتبني الله فيك أبدا ، وكان يصنع به من اللطف حتى كان يكف عن النبي ( ص ) مما يفعل به .(إنتهى
“Dan diriwayatkan dari Ash-Shadiq ‘alaihissalam bahwa beliau berkata :” “Rasulullah biasa bila bertemu Abdullah bin Ummi Maktum berkata kepadanya:”Selamat datang, Selamat datang, Tidak, demi Allah, Allah tidak akan lagi mencelaku karenamu selamanya.” Beliau biasa melakukan hal itu dalam rangka berlemah lembut (kepadanya) hingga ia(Abdullah bin Ummi Maktum) yang menghentikan Nabi shallallahu’alayhiwasallam dari penghormatan yang beliau berikan.”Selesai.(Tafsir majma’ Al-Bayan, 10/226) 
Apa yang dinyatakan Ja’far Ash-Shadiq rahimahullah serupa yang dinyatakan oleh Sufyan Ats-Tsaurirahimahullah :
فكان النبي صلى الله عليه وسلم بعد ذلك إذا رأى ابن أم مكتوم يبسط له رداءه وبقول: مرحبا بمن عاتبني فيه ربي .
“Maka Nabi shallallahu’alayhiwasallam setelah kejadian tersebut jika bertemu dengan Ibnu Ummi Maktum membentangkan kain rida beliau dan sambil berkata : “Selamat datang kepada orang yang karenanya Tuhanku mencelaku.”(Tafsir Al-Qurthubi, 19/213)
Dua riwayat di atas saling menguatkan bahwa Rasulullah mengakui beliaulah yang dicela dalam surat Abasa.
Sungguh memalukan tahrif (penyimpangan) penulis buku syiah yang berjudul  Antologi Islam terhadap penerjemahan teks riwayat Imam Ja’far Ash-Shadiq tersebut. Saksikanlah penyimpangannya dalam penerjemahan pada teks terakhinya :
“Demikian juga dikatakan bahwa Imam Shadiq as berkata, “Setiap kali RasulullahSAW melihat Abdullah bin Ummi Maktum, beliau berkata, ‘ Selamat datang, selamat datang, demi Allah, engkau tidak akan mendapati Allah menegurku terhadapmu’ (80:5-11), ini karena rasa malu.”(Antologi Islam hal. 63)
Ia berusaha mengelabui pembaca dengan menerjemahkan kalimat :
وكان يصنع به من اللطف
Dengan kalimatini karena rasa malu”. Yang mana ia ingin mengambarkan Rasulullah malu terhadap Abdullah bin Ummi Maktum atas kelakuan muka masamnya Utsman-semoga Allah meridhoi mereka semua dan kebinasaan bagi pemeluk Syiah- padahal arti teks tersebut adalah Beliau biasa melakukan hal itu dalam rangka berlemah lembut (kepadanya).”
Wahai pemeluk syiah lihatlah apa yang dikatakan Jafar Ash-Shadiq rahimahullah telah membatalkan klaim Al-Qumi mengenai pelaku muka masam dalam surat Abasa tersebut. Lihatlah berdasarkan riwayat Ash-Shadiq diperkuat dengan riwayat Ats-Tsauri tampak sekali Rasulullah shallallahu’alayhiwasallam sendiri yang mengakui beliaulah yang dicela dalam surat Abasa tersebut. Maka kita bisa simpulkan pernyataan Al-Qumi adalah bisikan syetan kepadanya sekaligus kebohongan yang disandarkan kepada Ahlul Bait.
Dan saya ingin katakan pendapat Al-Qumi ini dibantah oleh tokoh ulama kalian sendiri yaitu Sayyid Muhammad Husein Fadhlullah (dan ia tidak disogok oleh Bani Umayyah) mengenai pembahasan riwayat-riwayat berkaitan dengan surat Abasa :
النقطة السادسة: إن الرواية المنسوبة إلى الإمام الصادق(ع) في أن الحديث عن رجلٍ من بني أمية، لا تتناسب مع أجواء الآيات، لأن الظاهر من مضمونها، أن صاحب القضية يملك دوراً رسالياً، ويتحمل مسؤولية تزكية الناس، ما يفرض توجيه الخطاب إليه للحديث معه عن الفئة التي يتحمل مسؤولية تزكيتها، باعتبارها القاعدة التي ترتكز عليها الدعوة وتقوى بها، في مقابل الفئة الأخرى التي لم تحصل على التزكية، ولا تستحق بذل الجهد الكثير.
Permasalahan yang ke-enam:
“Sesungguhnya riwayat yang disandarkan kepada Imam Ash-Shadiq ‘alayhissalam mengenai pembicaran(celaan) yang ditujukan kepada seseorang dari kalangan bani Umayyah, tidaklah sesuai dengan kondisi pembicaraan ayat terserbut. karena yang nampakdarinya, bahwa orang yang dibicarakan(dicela) memiliki peran sebagai pengemban risalah, dan mengemban tanggung jawab penyucian diri para manusia. Tidaklah dapat ditentukan penunjukkan arah seruan kepadanya (seseorang dari kalangan Bani Umayyah yang nota bene masih kafir-pen) yang bersamaan itu pula (pembicaraan ayat-pen) menyanggkutgolongan yang mengemban tugas penyucian diri. Dengan pertimbangan padanyaterdapat dasar/aturan yang dipusatkan dakwah dan ketakwaan padanya. Berhadapan dengan kelompok lainnya yang tidak dapat diharapkan untuk menyucikan dirinya. Dan tidak perlu untuk bersusah payah terhadap(keenganan mereka beriman-pen).”
(Min wahyi Al-Quran, Al-Alamah Al-Marja’ As-Sayyid Muhammad Husein Fadhlulah)
silahkan ungguh di :
Dari pernayataan Sayyid Muhammad Husein Fadhlullah di atas nampak sekali ia meragukkan keshahihan riwayat yang dikemukakan oleh Al-Qumi.Karena menurutnya andaikata pelaku “bermuka masam “ dalam ayat terserbut adalah Utsman atau orang kafir tentunya hal ini aneh karena pelaku muka masam tersebut disifati dengan sifat pembawa risalaha dakwah yaitu :
“Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau Dia tidak membersihkan diri“(beriman).”(QS. Abasa : 7)


Baca Selengkapnya >>>