Menyongsong Khilafah Kasyidah di atas Minhaj Nubuwah

29 Juni 2012

MEMBONGKAR KEDUSTAAN KISAH DONGENG DARI NEGERI 1001 DUSTA SYIAH


MEMBONGKAR KEDUSTAAN
KISAH DONGENG DARI NEGERI 1001 DUSTA SYIAH
BRIGADE PEMBUNGKAM MULUT SYIAH

Dengan menyebut Nama Allah Maha Pengasih Maha Penyayang
Segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam kepada Rasulullah berserta keluarga dan para sahabat beliau seluruhnya.

Salah satu burung beo syiah rafidhah yang sering mencela para sahabat yang mulia adalah si......hangus(maaf tidak pantas baginya menyandang nama Abu Bakr namun pantas baginya si .....Hangus, semoga Allah menjadikan tubuhnya sebagai bahan bakar neraka bila ia tidak bertaubat dari perbuatan kejinya ini). Allah Ta’ala berfirman :

فَاتَّقُوا النَّارَ الَّتِي وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ أُعِدَّتْ لِلْكَافِرِينَ
“Maka takutlah kalian terhadap neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan bebatuan, yang dipersiapkan bagi orang-orang yang kafir.”(QS. Al-Baqarah : 24)

Si....hangus ini berdongeng dengan menggunakan kitab  yang mempunyai riwayat yang tidak dapat dipertanggung jawaban keaslian beritannya seperti Nahjul Balaghah atau juga riwayat-riwayat yang lemah bahkan syadz lagi dicuragai dusta. Atau membumbui cerita yang sebenarnya pedasnya biasa-biasa saja namun si...hangus ini makin menambahnya hingga lebih pedas atau yang tadinya tidak pedas dia tumbahkan bumbu yang sangat pedas. (maaf ya para pembaca kami mengingatkan cara memasak)

Nah kita ambil kesimpulan si.....hangus dalam tulisannya yang sangat dusta sekali.
Kepada para pembaca sengaja kami tidak membantahnya  dari awal tulisan si....Hangus ini, tapi kami mulai dari kesimpulan tulisannya untuk mendapatkan ide licik si...Hangus ini. Karena cerita licik yang dia copas berasal dari  kesimpulannya.

Si....hangus mengatakan :
1.       Tindakan mengadakan pertemuan di Saqifah itu sendiri oleh banyak kalangan dianggap sebagai tindakan salah. Karena selama ini masjid dianggap sebagai pusat kegiatan Islam.
...............................................................................
Kesimpulannya (secara terselubung) menurut Si....hangus pertemuan yang akhirnya pengangkatan Abu Bakar Ash-Shidiq radhiyallahu’anhu di Saqifah tidak syah kecuali harus di masjid. Inilah sebenarnya yang ia maksud yang ia sembunyikan dalam hatinya.

Kami bertanya kepada si....Hangus sejak kapan pertemuan yang syah dan benar dapat diterima itu mempunyai syarat wajib harus di Masjid?????

Siapakah yang dia maksud banyak kalangan?????? Bukankah para sahabat Rasul shallallahu’alaihiwasallam terutama Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu tidak mempermasalahkannya. Kok kalian malah yang mempermasalahkannya???? Apakah kalian merasa lebih benar dibandingkan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’ahu???

Kesimpulan yang kedua si.....Hangus berkata :
2.       Pertemuan itu sendiri bukanlah musyawarah karena banyak sahabat tidak diikutsertakan.
.................................................................................................................
Coba definisikan kepada kami apakah yang dimaksud dengan musyawarah????

Apakah dua orang yang berembuk memutuskan sesuatu diantara dua kelompok besar bukan musyawarah??????? Bisa jadi si....hangus ini menginginkan seharusnya Ali dihadirkan pula atau semua sahabat dihadirkan. Bila begitu baru disebut musyawarah. “ nah giliran kami bertanya :”Apakah Ali mempermasalahkan pertemuan tersebut dan keluar dari mulut beliau bahwa hal tersebut bukan musyawarah sehingga tidak syah.”

Perhatikanlah riwayat berikut yang dikeluarkan oleh Musa bin ‘Uqbah di dalam kitab Maghazi-nya :
عن سعد بن ابراهيم حدثني ابي أن أباه عبد الرحمن بن عوف كان مع عمر وان محمد بن مسلمة كسر سيف الزبير ثم خطب ابو بكر واعتذ الى الناس وقال ما كنت حريصا على الامارة يوما ولا ليلة ولا سالتها في سر ولا علانية فقبل المهاجرون مقالته وقال علي والزبير ما غضبنا إلا لأنا اخرنا عن المشورة وانا نرى ان ابا بكر احق الناس بها انه لصاحب الغار وانا لنعرف شرفه وخبره ولقد امره رسول الله صلى الله عليه وسلم ان يصلي بالناس وهو حي
“Dari Sa’ad bin Ibrahim berkata:” telah menceritakan kepadaku Ayahku bahwa Ayahnya Abdur Rahman bin Auf bersama Umar. Dan Muhammad bin Maslamah menghancurkan pedang Zubair. Lalu Abu bakar berkhutbah dan ia meminta udzur kepada manusia. Beliau berkata :”Aku tidaklah menginginkan sekali kepemimpinan seharai dan tidak juga semalam, dan aku juga tidak memintanya baik dengan sembunyi-sembunyi maupun secara terang-terangan.”Maka kaum Muhajirin menerima perkataannya tersebut. Berkata Ali dan Zubair :”Tidaklah kami marah kecuali karena kami terlambat dari MUSYAWARAH dan kami berpendapat bahwa Abu Bakar adalah orang yang paling berhak dengan kepemimpinan. Dialah yang sahabat(Rasul) di dalam Gua, dan kami mengetahui kemuliaannya dan pengalamannya. Dan sesungguhnya Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam telah memerintahkannya menjadi Imam shalat bagi manusia dan beliau masih hidup.”(Al-Hafizh Ibnu Katsir menyatakan riwayat ini sanadnya Jayyid (bagus), Al-Bidayah wa An-Nihayah, 5/250) 
  
Maka itulah Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan mengenai keterlambatan Ali radhiyallahu’anhu dalam membaiat Abu Bakar radhiyallahu’anhu :

“Meskipun demikian keterlambatannya itu tidak membuat baiat tersebut tercemar dan tidak pula mencemarkan Ali. Adapun ba’iat, para ulama telah sepakat bahwa memba’at seluruh manusia dan seluruh anggota Ahlul Halli wal ‘Aqdi bukan menjadi syarat syahnya ba’iat tersebut. Yang disyaratkan adalah memba’iat orang yang memungkinkan dengan mudah berkumpul, baik dari kalangan ulama, para pemimpin dan tokoh masyarakat.”(Syarah Muslim lin- Nawawi, 8/77)   

Segala puji bagi Allah....mau kemana lagi ente mau lari wahai si...hangus???????

Kami ajarkan pada anda bahwa musyawarah pemilihan pemimpin dalam Islam tidak mesti harus dihadiri semua orang yang ikut dalam permasalahan yang sedang dibicarakan namun cukup para pembesar atau Ahli Halli wal Aqdi bermusyawarah maka itu telah menjadi syahnya keputusan yang diambil.

Buktinya dua kelompok besar (muhajirin dan Anshar) merasa cukup dengan pembicaraan antara beberapa pembesar sahabat dari kalangan dua kelompok tersebut. Perhatikanlah riwayat berikut ini tatkala kaum muslimin mengetahui berita kepastian wafatnya Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam yang disampaikan Abu bakar :

قَالَ فَنَشَجَ النَّاسُ يَبْكُونَ قَالَ وَاجْتَمَعَتْ الْأَنْصَارُ إِلَى سَعْدِ بْنِ عُبَادَةَ فِي سَقِيفَةِ بَنِي سَاعِدَةَ فَقَالُوا مِنَّا أَمِيرٌ وَمِنْكُمْ أَمِيرٌ فَذَهَبَ إِلَيْهِمْ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ وَأَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ الْجَرَّاحِ
“Perawi ('Amru) berkata; "Maka orang-orang menangis tersedu-sedu.” Perawi berkata lagi; "Kemudian kaum Anshar berkumpul menemui Sa'ad bin 'Ubadah di tenda Bani Sa'adah lalu mereka berkata; "Dari pihak kami ada pemimpinnya begitu juga dari pihak kalian (Muhajirin) ada pemimpinnya". Lalu Abu Bakr dan 'Umar bin Al Khaththab serta Abu 'Ubaidah bin Al Jarah mendatangi mereka. (HR. Bukhari no. 3394)

Lah, mengapa Abu Bakar ikut mendatangi kaum Anshar??????? Karena kaum muhajirin berkumpul pada Abu Bakar yang menunjukkan mereka mempercayakan urusan ini kepada beliau artinya beliau Ahli halli wal Aqdi dari Muhajirin, perhatikan riwayat Umar Ibnul Khaththab ini:
وَإِنَّهُ قَدْ كَانَ مِنْ خَبَرِنَا حِينَ تَوَفَّى اللَّهُ نَبِيَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ الْأَنْصَارَ خَالَفُونَا وَاجْتَمَعُوا بِأَسْرِهِمْ فِي سَقِيفَةِ بَنِي سَاعِدَةَ وَخَالَفَ عَنَّا عَلِيٌّ وَالزُّبَيْرُ وَمَنْ مَعَهُمَا وَاجْتَمَعَ الْمُهَاجِرُونَ إِلَى أَبِي بَكْرٍ
“Diantara berita yang tersebar di tengah kita adalah, ketika Allah mewafatkan Nabi Shallallahu'alaihiwasallam, orang-orang anshar menyelisihi kami dan mereka semua berkumpul di Saqifah bani Sa'idah, dan Ali serta Zubair menyelisihi kami serta siapa saja yang bersama keduanya, dan orang-orang muhajirin berkumpul kepada Abu Bakar.” (HR. Bukhari no. 6328)

Apakah kalian tahu yang dimaksud Umar :
أَنَّ الْأَنْصَارَ خَالَفُونَا
“orang-orang anshar menyelisihi kami”

maksudnya sebagaimana yang dikatakan Ibnu Hajar Al-Asqalani :
أَيْ لَمْ يَجْتَمِعُوا مَعَنَا فِي مَنْزِل رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ .
“Yaitu mereka tidak berkumpul bersama kami dirumah Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam.” (Fath Al-Bari, 19/257)

Dan maksud dari :
وَخَالَفَ عَنَّا عَلِيٌّ وَالزُّبَيْرُ وَمَنْ مَعَهُمَا
“Dan Ali serta Zubair menyelisihi kami serta siapa saja yang bersama keduanya.”
maksudnya adalah:
فِي رِوَايَة مَالِك وَمَعْمَر " وَأَنَّ عَلِيًّا وَالزُّبَيْر وَمَنْ كَانَ مَعَهُمَا تَخَلَّفُوا فِي بَيْت فَاطِمَة بِنْت رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَكَذَا فِي رِوَايَة سُفْيَان لَكِنْ قَالَ " الْعَبَّاس " بَدَل " الزُّبَيْر " .
“Di dalam riwayat Malik dan Ma’mar :”Dan bahwasannya Ali dan Zubair serta orang-orang yang bersama mereka berdua tertinggal di rumahnya Fatimah putri Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam, seperti itu pula dalam riwaayat Sufyan namun ia menyatakan Abbas sebagai pengganti Zubair.” (Fath Al-Bari, 19/257)

Jelaslah bahwa Musyawarah ini telah mewakili kelompok besar sahabat walaupun Ali dan Zubair beserta pengikutnya tidak mengikutinya namun mereka meridhai hasil akhirnya.

Jadi apalagi yang mau digugat wahai si.......hangus??????? bukankah musyawarah mereka telah mewakili dua kelompok besar sahabat???????

Bukankah Ali yang anda nyatakan beliau ma’shum (terbebas dari kesalahan) telah ridhai dengan pemba’iatan Abu Bakar. Sekarang kalau si.....hangus menyatakan pemba’iatan Abu Bakar tidak syah berarti anda menyatakan Ali keliru dan beliau terbukti tidak ma’shum. Gimana si...hangus?????

Lalu lihat kebdohan si...hangus pada kesimpulan tulisannya yang ketiga :

3.       Dikatakan bahwa faktor utama terpilihnya Abu Bakar adalah hadits yang disampaikannya bahwa ‘Pemimpin adalah dari kaum Quraisy’ dan bahwa ia adalah keluarga Rasul. Agaknya argumentasi Abu Bakar ini dibuat secara tergesa-gesa.
......................................................................................................................
Lalu si.....hangus ini ingin mendatangkan keraguan kepada para pembaca bahwa Abu Bakarpun ragu  terhadap hadits yang ia ucapkan. Menurut si...hangus hal ini nampak sendiri dalam perkataan Abu Bakar dalam “Riwayat Tiga dan Tiga”.

Saya katakan pada anda bahwa riwayat Tiga dan Tiga bukanlah riwayat yang shahih bahkan merupakan riwayat lemah yang di dalamnya terdapat Ulwan bin Dawud Al-Bajali Mawla Jarir bin Abdillah (lihat sanad riwayat tersebut di dalam kitab Al-Mu’jam Al-Kabir karangan Thabrani, 1/62, Tarikh Al-Islam 1/385, dan Tarikh Ath-Thabari, 2/353). Imam Bukhari menyatakan Ulwan adalah munkarul hadits. Sedangkan Al-Aqili menyatakan Ulwan mempunyai hadits yang tidak ada mutaba’ahnya dan tidak diketahui kecuali dengan hadits tersebut. Sedangkan Abu Sa’id bin Yunus menyatakan ia adalah munkarul hadits.(Lisanul Mizan, karangan Ibnu hajar Al-Asqalani, 4/190) 

Jadi sayang cerita si....hangus hanya sebuah cerita  dongeng.
Lalu hadits bahwa “Pemimpin adalah dari Quraisy” bukanlah hadits buatan Abu Bakar Ash-Shidiq radhiyallahu’anhu namun meruapakan sabda Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam. Bukan hanya Abu bakar radhiyallahu’anhu saja yang meriwayatkan, perhatikan hadits –hadits berikut :
1.       Dari Mu’awiyah berkata:” Sungguh aku pernah mendengar Rasulullah Shallallhu 'alaihi wa salam bersabda:
إن هذا الأمر في قريش لايعاديهم أحد إلا أكبه الله في النار على وجهه ما أقاموا الدين
 ”Sesungguhnya urusan (khilafah/pemerintahan) ini berada pada suku Quraisy dan tidak ada seorangpun yang menentang mereka melainkan Allah Ta'ala pasti akan menelungkupkan wajahnya ke tanah selama mereka (Quraisy) menegakkan ad-din agama ".(HR. Bukari no. 3239 dan 6606)

2.       Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhuma berkata :”Telah bersabda Rasulullah shallallah ‘alaihiwasallam :
لايزال هذا الأمر في قريش مابقي منهم اثنان
"Senantiasa urusan (khilafah/pemerintahan) ini di tangan suku Quraisy sekalipun tingga dua orang dari mereka". (HR. Bukhari no.3240 )

3.       Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu berkata :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لقريش إن هذا الأمر فيكم وأنتم ولاته
”Telah bersabda Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam kepada kaum Quraisy :”Sesungguhnya perkara (pemerintahan) ini di tangan kalian dan kalian adalah penguasanya.” (Sanadnya Shahih HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannafnya no.32390 dan 37718)

4.      Dari Abu Musa radhiyallahu’anhu ia berkata;
قَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى بَابِ بَيْتٍ فِيهِ نَفَرٌ مِنْ قُرَيْشٍ ...........ثُمَّ قَالَ إِنَّ هَذَا الْأَمْرَ فِي قُرَيْشٍ مَا دَامُوا إِذَا اسْتُرْحِمُوا رَحِمُوا وَإِذَا حَكَمُوا عَدَلُوا وَإِذَا قَسَمُوا أَقْسَطُوا فَمَنْ لَمْ يَفْعَلْ ذَلِكَ مِنْهُمْ فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّهِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ لَا يُقْبَلُ مِنْهُ صَرْفٌ وَلَا عَدْلٌ
“Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berdiri diatas pintu ka'bah dan disana ada orang-orang dari bangsa Quraisy. .............. kemudian melanjutkan bersabda: "Sesungguhnya urusan ini akan senantiasa di tangan orang-orang Quraisy selama sikap mereka, bila dimintai belas kasihan, mereka mengasihi, bila memutuskan perkara mereka memutuskannya dengan adil, bila mereka membagi mereka membaginya dengan merata. Barangsiapa yang tidak melakukan itu diantara mereka, maka baginya laknat Allah, para malaikat dan manusia seluruhnya. Dan tidak akan diterima darinya baik amalan wajib maupun amalan sunnahnya." (Shahih lighairihi HR. Ahmad no. 18720)

5.      Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu’anhu berkata :
قام رسول الله صلى الله عليه وسلم على بيت فيه نفر من قريش ...........ثم قال إن هذا الأمر في قريش ما إذا استرحموا رحموا وإذا حكموا عدلوا وإذا أقسموا أقسطوا ومن لم يفعل ذلك فعليه لعنة الله والملائكة والناس أجمعين
“Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berdiri diatas pintu ka'bah dan disana ada orang-orang dari bangsa Quraisy. .............. kemudian melanjutkan bersabda: "Sesungguhnya urusan ini akan senantiasa di tangan orang-orang Quraisy selama sikap mereka, bila dimintai belas kasihan, mereka mengasihi, bila memutuskan perkara mereka memutuskannya dengan adil, bila mereka membagi mereka membaginya dengan merata. Barangsiapa yang tidak melakukan itu diantara mereka, maka baginya laknat Allah, para malaikat dan manusia seluruhnya. "(Shahih HR. Thabrani di dalam Ash-Shaghir Al-Awshath)

6.      Dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu berkata :
كُنَّا فِي بَيْتِ رَجُلٍ مِنْ الْأَنْصَارِ فَجَاءَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى وَقَفَ فَأَخَذَ بِعِضَادَةِ الْبَابِ فَقَالَ الْأَئِمَّةُ مِنْ قُرَيْشٍ وَلَهُمْ عَلَيْكُمْ حَقٌّ وَلَكُمْ مِثْلُ ذَلِكَ مَا إِذَا اسْتُرْحِمُوا رَحِمُوا وَإِذَا حَكَمُوا عَدَلُوا وَإِذَا عَاهَدُوا وَفَّوْا فَمَنْ لَمْ يَفْعَلْ ذَلِكَ مِنْهُمْ فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّهِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
“Kami berada disebuah rumah seseoang anshar lalu datang Nabi Shallallahu'alaihi wasallam lalu beliau berhenti di depan pintu dan bersabda, "Para pemimpin itu dari Quraisy, mereka mempunyai hak atas kalian dan juga sebaliknya, jika mereka dimohon bersikap sayang maka mereka menyayangi, jika menghukum maka mereka lakukan dengan adil, jika berjanji memenuhinya, dan jika mereka tidak melakukannya maka mereka mendapat laknat Allah, malaikat dan manusia semuanya."(HR. Ahmad no. 12433 Syaikh Al-arnauth menshahihkannya dengan banyaknya penguat dan jalan, yang kesendiriannya dhaif karena majhulnya Bukair Al-Jazri)

7.      Dari Jabir bin Samurah radhiyallahu’anhu berkata :” "Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
لَا يَزَالُ الْإِسْلَامُ عَزِيزًا إِلَى اثْنَيْ عَشَرَ خَلِيفَةً ثُمَّ قَالَ كَلِمَةً لَمْ أَفْهَمْهَا فَقُلْتُ لِأَبِي مَا قَالَ فَقَالَ كُلُّهُمْ مِنْ قُرَيْشٍ
“Islam senantiasa kuat dan berkuasa sampai kedua belas khalifah." Kemudian beliau mengucapkan kata-kata yang tidak aku fahami, lantas aku bertanya kepada ayahku, "Apa yang dikatakan beliau?" dia menjawab, "Mereka semua dari bangsa Quraisy.”(HR. Muslim 3395, 3396 dan 3397)."

Jadi hadits tersebut bukanlah hadits buatan Abu Bakar radhiyallahu’anhu untuk memenangkan argumen atas kaum Anshar.......pahamilah wahai si.....hangus.

Lalu mengenai riwayat yang berbunyi :
وروى عن عمر أنه قال لما احتضر لو كان سالم حيا لما جعلتها شورى
“Diriwayatkan dari Umar bahwasannya beliau tatkala sekarat berkata jikalau Salim masih hidup tentunya aku tidak akan membentuk syura.” (Al-Bidayah wa An-Nihayah)

Mengenai keshahihan riwayat ini saya belum mengetahuinya.

Dimana pengadaian Umar ini menunjukkan pendapat beliau bahwa mengangkat seseorang sebagai khalifah bukan dari kalangan Quraisy tidaklah mengapa.

Ketahuilah pendapat Umar ini merupakah ijtihad beliau yang mana dapat kita temukan alasan beliau mengangkat Salim Mawla Abi Hudzaifah berdasarkan riwayat berikut ini :

فإن سألني ربي قلت سمعت نبيك يقول إن سالما شديد الحب لله
“Jikalau Tuhanku menanyaiku, aku akan menjawab bahwasannya aku pernah mendengar Nabi Engkau bersabda :”Sesungguhnya Salim sangat cinta kepada Allah.”(Tarikh Ath-Thabari 2/580)

Mengenai keshahihan riwayat ini saya belum mengetahuinya. Namun terdapat riwayat yang shahih dari Imam Ahmad yang hampir mirip hanyasanya Salim di gantikan dengan Mu’adz bin Jabbal yang berasal dari kalangan di luar Quraisy.

Nampak bahwa Nasab keturunan Quraisy bukanlah syarat syah sebagai Pemimpin tertinggi dalam pemerintahan namun sebagai syarat pendahuluan dan keutamaan karena banyak maslahat pada mereka dari segi politis. 

Dalam sabda Rasulullah :
ما أقاموا الدين
“selama mereka (Quraisy) menegakkan ad-din agama”

huruf ما (maa) padanya terdapat mashdariyyah zharafiyyah muqayyadah dari:
إن هذا الأمر في قريش
”Sesungguhnya urusan (khilafah/pemerintahan) ini berada pada suku Quraisy.”

Sehingga dipahami bahwa jikalau mereka tidak mampu menegakkan agama maka tidak ada padanya hak pendahuluan sebagai penguasa.

Inilah yang menjadikan Umar mengandaikan Salim sebagai penggantinya karena kecintaan Salim yang kuat kepada Allah akan menolongnya mengurusi umat ini sebagaimana  beliau mengandaikan Abu ‘Ubaydah Al-Jarrah yang dijuluki Aminul Ummah(kepercayaan Umat) sebagai pengganti beliau. Maka itulah beliau menolak untuk mengangkat putranya Abdullah bin Umar sebagai penggantinya karena beliau melihat ia seorang yang lemah karena tidak kuat untuk menceraikan isterinya, padahal Abdullah bin Umar berasal dari kaum Quraisy.

Mungkin ada pertanyaan: mengapa umar tidak langsung memilih Ali atau Utsman saja yang merupakan orang-orang terbaik?

Jawabnya : Karena baik beliau maupun para sahabat yang lain belum mengetahui siapakah yang paling terbaik di antara mereka dan yang lebih pantas untuk mengemban tugas tersebut kecuali setelah adanya kesepakatan pengangkatan di antara mereka.

Jadi ijtihad Umar ini bukanlah pembatal akan keshahihan riwayat bahwa kepemimpinan pada Quraisy.

Tuduhan si...hangus bahwa hadits kepemimpinan Quraisy ini merupakan faktor utama hilangnya kesan musyawarah di antara kaum muhajirin dan Anshar adalah suatu kedunguan terhadap riwayat-riwayat lain yang menguatkan Abu Bakar-lah yang berhak menjadi khalifah. Perhatikanlah perkataan Umar kepada Kaum Anshar :

.. يامعشر الأنصار ألستم تعلمون أن رسول الله قد أمر أبا بكر أن يؤمَّ الناس فأيكم تطيب نفسه أن يتقدم أبا بكر فقالت الأنصار: نعوذ بالله أن نتقدم أبا بكر.
"Wahai sekalian kaum Anshar, bukankah kalian mengetahui bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah memerintahkan Abu Bakar untuk mengimami orang-orang, maka siapakah yang tenang jiwanya untuk mendahului Abu Bakar?" Maka orang-orang Anshar menjawab; "Kami berlindung kepada Allah dari mendahului Abu Bakar.”(HR. Ahmad no. 128 dan 3649, hadits ini di shahihkan oleh Ahli Hadits Al-Azhar Syaikh Ahmad Syakir)

Andaikan pada saat itu riwayat mengenai kepemimpinan di tangan Quraisy tidak disampaikan tentu Abu Bakar tetap lebih unggul. Dan seperti inilah pendapat Ali radhiyallahu’anhu yang berkata :
.......وانا نرى ان ابا بكر احق الناس بها انه لصاحب الغار وانا لنعرف شرفه وخبره ولقد امره رسول الله صلى الله عليه وسلم ان يصلي بالناس وهو حي
“........dan kami berpendapat bahwa Abu Bakar adalah orang yang paling berhak dengan kepemimpinan. Dialah yang sahabat(Rasul) di dalam Gua, dan kami mengetahui kemuliaannya dan pengalamannya. Dan sesungguhnya Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam telah memerintahkannya menjadi Imam shalat bagi manusia dan beliau masih hidup.”(Al-Hafizh Ibnu Katsir menyatakan riwayat ini sanadnya Jayyid (bagus), Al-Bidayah wa An-Nihayah, 5/250) 

Maka riwayat ini akan membongkar kepalsuan riwayat dongeng syiah yang disampaikan si....hangus bahwa Ali mengaku bahwa dialah yang lebih pantas atas kepemimpinan dibandingkan Abu Bakar. 

Lalu si....hangus berkata pada kesimpulan yang berikutnya:
4.       Tatkala Umar menjabat tangan Abu Bakar, mufakat belum tercapai.
..........................................................................................................................
Wahai si....hangus, apakah anda ingin menyalahkan kaum anshar yang bersegera ikut memba’iat Abu Bakar. 

Perhatikanlah riwayat berikut ketika Umar berkata :
فقلت: أبسط يدك يا أبا بكر، فبسط يده، فبايعته وبايعه المهاجرون ثم بايعته الأنصار.
“dan kukatakan; "Julurkan tanganmu hai Abu Bakar! ' Lantas Abu Bakar menjulurkan tangannya, dan aku berbaiat kepadanya, dan orang-orang muhajirinpun secara bergilir berbaiat, kemudian orang anshar juga berbaiat kepadanya,(HR. Bukhari no. 6328)

Bukankah akhirnya mereka setelah itu ber-mufakat bahwa tidak ada yang pantas mengemban kepemimpinan pada saat itu kecuali Abu Bakar. Bukankah sekali lagi Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu tidak mempermasalahkannya??? Mengapa sekarang kalian mempermasalahkannya??? Apakah kalian merasa lebih benar dari Ali radhiyallahu’anhu???

Lalu si hangus menyampaikan kesimpulannya lagi :
5.      Seharusnya para sahabat mengatur penguburan Rasul Allah shallallahu’alaihiwasallam dahulu, sehingga tidak terbengkalai selama tiga hari dan terpaksa dikuburkan oleh keluarga beliau pada hari Rabu malam.
.......................................................................................................
Kami tanya kepada si....hangus, siapakah yang anda maksud dengan para sahabat? Apakah yang dimaksud dengan para sahabat adalah Abu Bakar, Umar, Utsman saja ??? ataukah yang dimaksud para sahabat termasuk juga Ali, Fatimah, Hasan, Husein, Abu Dzar, Salman Al-Farisi dan Abbas ?????

Apakah anda tahu siapakah yang paling berhak dan paling wajib mengurusi jenazah Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam??? Bukankah keluarga Ali dan Abbas yang paling wajib dan berhak untuk mengurusinya karena mereka Paman dan sepupu Rasul??? Mengapa mereka menundanya???

Bila anda katakan hal itu karena menunggu keputusan musyawarah mengenai cara terbaik mengurusi dan mengubur jenazah Rasul, maka kami katakan bukankah Ali menurut kalian sebagai pintu dari gudang ilmunya Rasulullah??? Mengapa beliau malah terkesan menunggu petunjuk dari Abu Bakar????

Lalu saya beri tahu pada kalian para pemeluk agama syiah rafidhah, bahwa keterlambatan penguburan jenazah Rasul disebabkan kesedihan yang mendalam di kalangan kaum muslimin sehingga mereka bingung dan terguncang dan terasa tidak percaya akan hal itu sebagaimana yang di alami Umar radhiyallahu’anhu. Lalu disusul dengan peroses musyawarah pemba’iatan pemimpin pengganti Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam yang mana bila hal ini tidak disegerakan akan mengacam keselamatan Daulah Islam yang masih muda tersebut. Karena pada saat itu terdapat barisan kaum murtad yang sewaktu-waktu dapat mengancam keselamatan kaum muslimin. Dan proses pengurusan jenazah  Rasul dilaksanakan pada hari selasa. Disusul pula dengan shalat jenazah atas jenazah Rasul secara bergantian dari kaum muslimin hingga masuk waktu malam yaitu malam rabu maka dikuburkanlah jenazah beliau di kamar Aisyah.

Inilah penyebab keterlambatan Jenazah Rasul dikuburkan dan Ali berseta keluarga beliau tidak mempermasalahkannya apalagi mencelanya.

Lalu si...hangus berdusta :
6.      Pembaiatan itu telah menyebabkan pembunuhan terhadap pemimpin kaum Anshar, Sa’ad bin Ubadah, kemudian hari, dan penyerbuan ke rumah Fathimah yang akan dibicarakan pada bab-bab berikut.
.....................................................................................................................................
Kami katakan sungguh anda telah berdusta wahai si...hangus karena Sa’ad bi Ubadah pun membaiat Abu bakar, perhatikanlah riwayat berikut :
فقال: ولقد علمت ياسعد أن رسول الله قال وأنت قاعد: قريش ولاة هذا الأمر، فبر الناس تبع لبرهم، وفاجرهم تبع لفاجرهم قال سعد: صدقت نحن الوزراء وأنتم الأمراء
“Maka beliau (Abu Bakar) berkata :dan kamu telah mengetahui wahai Sa'ad bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda sementara kamu duduk (tidak melakukan apa-apa), "kaum Quraisy adalah pemegang urusan ini, maka orang yang berbakti dari manusia itu mengikuti orang yang berbakti dari mereka (Quraisy) dan orang yang durhaka mereka mengikuti orang yang durhaka mereka." dia berkata; kemudian Sa'd menjawab Abu Bakar; "kamu benar, kami adalah para menteri sedangkan kalian adalah para pemimpin."(HR. Ahmad no. 18, shahih lighairihi)

فتتابع القوم على البيعة وبايع سعد
“Maka kaum(Anshar) berbai’at (kepada Abu Bakar) dan begitupun Sa’ad juga berba’iat. (Al-Anshar fi Al-‘Ashar Ar-Rasyidi hal. 102)

Maka jelas Sa’ad bin Ubadah akhirnya ridha berba’iat kepada Abu Bakar. Adapun riwayat bahwa Sa’ad bin Ubadah enggan berba’iat hingga tidak mau ikut shalat Jama’ah dan sebagainya maka ini adalah riwayat dusta yang sebenarnya menuduh Sa’ad adalah orang yang haus kekuasaan lagi fanatik kelompok. Lihat kelakuan si....hangus sebenarnya dia ingin menjelekkan sahabat Sa’ad bin Ubadah dan bukanlah si..hangus ingin membelanya!!

Riwayat dusta tentang keengganan Sa’ad berbaiat lagi memisahkan diri dari kaum muslimin tersebut terdapat di dalam Tarikh Ath-Thabari (2/459). Riwayat ini adalah dusta karena berasal dari riwayat Abu Mikhnaf yaitu Luth bin Yahya Abu Mikhnaf yang berstatus matruk dan tidak ada yang mengambil riwayatnya sebagai sandaran ilmu kecuali kelompok syiah dan ia termasuk ahli sejarah terbesar kalanagn Syiah sebagaimana pernyataan Ibnu Al-Qummi. Silahkan lihat komentar Dzahabi terhadap si Abu Mikhnaf ini di dalam Mizan Al-I’tidal (3/2992).
Bahkan riwayat dusta ini bertentangan dengan biografi hidup Sa’ad bin Ubadah yang hingga meninggalnya beliau tetap setia dan taat kepada para khalifah pengganti Rasulullah. (al-anshar fi al-Ashar Ar-Rasyidi, hal 102 dan 103)

Lihatlah pertanyaan Amru bin Harits kepada Sa’id bin Zaid radhiyallahu’anhu :
أشهِدْتَ وفاة رسول الله e؟ قال: نعم. قال له: متى بويع أبو بكر؟ قال سعيد: يوم مات رسول الله e، كره المسلمون أن يبقوا بعض يوم، وليسوا في جماعة. قال: هل خالف أحد أبا بكر؟ قال سعيد: لا. لم يخالفه إلا مرتد، أو كاد أن يرتد، وقد أنقذ الله الأنصار، فجمعهم عليه وبايعوه. قال: هل قعد أحد من المهاجرين عن بيعته؟ قال سعيد: لا. لقد تتابع المهاجرون على بيعته
“Apakah anda menyaksikan wafatnya Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam?” Sa’id menjawab :”Ya”. Amru bertanya lagi :”Kapankah Abu Bakar di ba’iat?.” Said menjawab : Di hari wafatnya Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam. Kaum muslimin benci bila mereka berada pada suatu hari sedangkan mereka tidak ada Jama’ah.”Amru bertanya :”Apakah ada seseorang yang menyelisihi  Abu Bakar?” Sa’id menjawab :”Tidak ada, Tidak ada yang menyelisihinya kecuali orang murtad atau hampir menjadi murtad. Dan Allah telah menyelamatkan Kaum Anshar maka Allah menyatukan mereka atas Abu Bakar dan mereka memba’iatnya.”  Amru bertanya lagi :”Apakah ada seorang dari Muhajirin yang duduk tidak ikut berba’iat?” Sa’id menjawab:” Tidak ada. Bahkan Muhajirin mengikuti ba’iat kepadanya.”(Al-Khulafa Al-Rasyidun hal.56)

Dan tuduhan bahwa karena masalah pemba’iatan Abu Bakar ini berujung dengan pembunuhan Sa’ad bin Ubadah oleh Umar adalah tidak benar. Andaikata hal ini benar tentu Kaum Anshar yang menganggap Sa’ad bin Ubadah sebagai Sayyidul Khazraj (Sang pemimpin Khazraj) akan menuntut balas darah(qishash) kepada Umar sebagaimana yang dilakukan para sahabat mengenai darah Utsman yang dibunuh oleh nenek moyang sekte Rafidhah.

Begitu pula cerita dongeng penyerbuan kerumah Fatimah itu hanya sebuah cerita omong kosong dari para pendusta. Karena dari keterangan riwayat-riwayat shahih sebelumnya menunjukkan kesepakatan bulat muhajirin dan anshar seluruhnya akan keridhoan mereka terhadap ba’iat tersebut. Maka cerita yang menyelisihinya dapat diketahui sebagai cerita dusta. Insya Allah saya akan simpan bantahan tersebut sebagai kejutan bagi si....hangus ini nantinya bila ia telah mempublikasikan dongeng syiah berikutnya mengenai hal tersebut.

Lalu si...hangus berkata lagi :
8.       Andaikata Umar dan Abu bakar mengajak kaum Anshar kembali ke masjid maka keadaan akan jadi lain.
Lalu si.....hangus mengutip Hadits ghadir khum.
............................................................................................................

Wahai para pembaca apakah kalian tahu maksud yang disembunyikan dari si...hangus tadi dari awal kesimpulan????  Yaitu ia kecewa karena bukan Ali yang menjadi khalifah pertama sehingga ia berusaha dengan bersemangat merusak dan mencela para sahabat mengenai baiat dan keterlambatan pengurusan jenazah Rasul. Padahal semangatnya ini malah merendahkan kedudukan Ali sebagai orang yang tidak mau mengingkari ba’iat  sekaligus menuduh ikut-ikutan dalam keterlambatan pengurusan Jenazah Rasul.

Terus terang bila Musayawarah dilakukan di masjid sekaligus Ali pun hadir di dalamnya –andaiakata berundi itu masih diperbolehkan- tentu kami dapat memastikan 100% bahwa tetap Abu Bakar yang akan dipilih oleh seluruh kaum Muhajirin dan Anshar sebagai Khalifah pada saat itu. Tidak percaya, nih buktinya :
Perhatikan nubuwat Rasul berikut yang disampaikan ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu’anha :
قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَرَضِهِ ادْعِي لِي أَبَا بَكْرٍ أَبَاكِ وَأَخَاكِ حَتَّى أَكْتُبَ كِتَابًا فَإِنِّي أَخَافُ أَنْ يَتَمَنَّى مُتَمَنٍّ وَيَقُولُ قَائِلٌ أَنَا أَوْلَى وَيَأْبَى اللَّهُ وَالْمُؤْمِنُونَ إِلَّا أَبَا بَكْرٍ
“Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam berkata kepadaku: “Panggillah Abu Bakr, ayahmu dan saudaramu, sehingga aku tulis satu tulisan (wasiat). Sungguh aku khawatir akan ada seseorang yang menginginkan (kepemimpinan, -pent.), kemudian seseorang berkata: “Aku lebih utama.” Kemudian beliau bersabda: “Allah dan orang-orang beriman tidak meridhai kecuali Abu Bakr.” (HR. Muslim no. 4399, 7/110 dan Ahmad (6/144))

Bagaimana si.....hangus anda masih ngeyel terus????

Jelas wahai si.....hangus andaikan anda hadir dalam pemba’iatan Abu Bakar tersebut dan anda menolak membaiatnya maka jelas anda tidak termasuk dalam sabda Rasul tersebut sebagai orang-orang yang beriman namun anda termasuk orang-orang muanafik atau murtad. Maka hadits ini dan juga riwayat pertanyaan Amru bin Harits kepada Sa’id bin Zaid radhiyallahu’anhu sebelumnyua menunjukkan orang-orang yang tidak ridha Abu Bakar sebagai khalifah pengganti Rasul adalah kafir.

Bagaimana si.....hangus??????

Lalu mengenai Hadits Ghadir khum merupakan hadits yang shahih namun sayang pemahaman si.....Hangus sangat berbeda dengan pandangan Ali bin Abi Thalib radhiyallahau’anhu mengenai hadits ghadir khum tersebut. Ali tidak memahami bahwa hadits ghadir khum meruapakan isyarat atau wasiat kekhilafahan bagi Ali setelah meninggalnya Rasul. Tidak percaya?????

 Nih saksikan lagi riwayat dari sepupu Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhuma yaitu Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma ini :
أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَبَّاسٍ أَخْبَرَهُ أَنَّ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ خَرَجَ مِنْ عِنْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي وَجَعِهِ الَّذِي تُوُفِّيَ فِيهِ فَقَالَ النَّاسُ يَا أَبَا حَسَنٍ كَيْفَ أَصْبَحَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَصْبَحَ بِحَمْدِ اللَّهِ بَارِئًا فَأَخَذَ بِيَدِهِ عَبَّاسُ بْنُ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ فَقَالَ لَهُ أَنْتَ وَاللَّهِ بَعْدَ ثَلَاثٍ عَبْدُ الْعَصَا وَإِنِّي وَاللَّهِ لَأَرَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَوْفَ يُتَوَفَّى مِنْ وَجَعِهِ هَذَا إِنِّي لَأَعْرِفُ وُجُوهَ بَنِي عَبْدِ الْمُطَّلِبِ عِنْدَ الْمَوْتِ اذْهَبْ بِنَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلْنَسْأَلْهُ فِيمَنْ هَذَا الْأَمْرُ إِنْ كَانَ فِينَا عَلِمْنَا ذَلِكَ وَإِنْ كَانَ فِي غَيْرِنَا عَلِمْنَاهُ فَأَوْصَى بِنَا فَقَالَ عَلِيٌّ إِنَّا وَاللَّهِ لَئِنْ سَأَلْنَاهَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَمَنَعَنَاهَا لَا يُعْطِينَاهَا النَّاسُ بَعْدَهُ وَإِنِّي وَاللَّهِ لَا أَسْأَلُهَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
(Dari) bahwa Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma pernah memberitakan kepadanya (Ka’ab bin Malik radhiyallahu’anhu), bahwasanya Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu keluar dari sisi Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam ketika sakitnya beliau menjelang wafatnya. Maka manusia berkata: “Wahai Abal Hasan (yakni Ali), bagaimana keadaan Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam?” Beliau menjawab: “Alhamdulillah, baik.” Maka Abbas bin Abdil Muththalib radhiyallahu’anhu (paman Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam) memegang tangan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu, kemudian berkata kepadanya: “Engkau demi Allah setelah tiga hari menjadi orang yang dipimpin. Sungguh aku mengerti bahwa Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam akan wafat dalam sakitnya ini, karena aku mengenali wajah-wajah anak cucu Abdul Muththalib ketika akan wafatnya. Mari kita menemui Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam untuk menanyakannya, kepada siapa urusan ini dipegang? Kalau diserahkan kepada kita, maka kita mengetahuinya. Dan kalau pun untuk selain kita maka kitapun mengetahuinya dan beliau akan memberikan wasiatnya.” Maka Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu menjawab: Demi Allah, sungguh kalau kita menanyakannya kepada Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam kemudian tidak beliau berikan kepada kita, maka manusia tidak akan memberikan kepada kita selama-lamanya. Dan sesungguhnya aku demi Allah tidak akan memintanya kepada Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam.” (HR. Al-Bukhari, Kitabul Maghazi, bab Maradhun Nabiyyi wa wafatihi; no. 4092)

Lalu simaklah keterangan Dr. Ali bin Muhammad Nashir Al-Faqihi yang berkata: “Tidak cukupkah nash ini untuk membantah Rafidhah  yang mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam mewasiatkan kepada Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu dengan khilafah? Kedustaan mereka jelas dengan hadits ini dari beberapa sisi:

1.      Penolakan Ali radhiyallahu’anhu untuk meminta khilafah atau menanyakannya.
2.      Bahwa kejadian tersebut pada waktu wafatnya Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam (yang membuktikan beliau tidak berwasiat).
3.      Kalau saja ada nash (wasiat) sebelum itu untuk Ali radhiyallahu’anhu tentu dia akan menjawab kepada Abbas radhiyallahu’anhu, “Bagaimana kita menanyakan untuk siapa urusan ini, padahal dia telah mewasiatkannya kepadaku?”
(Kitab Al-Imamah war Radd ‘Ala Rafidhah, Abu Nu’aim Al-Ashbahani dengan tahqiq Dr. Ali bin Muhammad Nashir Al-Faqihi dalam footnote-nya hal. 237-238; Lihat Badzlul Majhuud Fi Musyabahatir Rafidhah  bil Yahuud, juz I hal. 191, Abdullah bin Jumaili)

Benarlah apa yang dikatakan DR. Ali bin Muhammad Nashir Al-Faqihi tersbut, bahkan andaikata Maulana Ali radhiyallahu’anhu memahami bahwa hadits ghadir khum dan semisalnya menunjukkan bahwa beliau yang seharusnya menjadi khalifah setelah wafatnya Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam tentulah ia kan menyatakan persis yang dinyatakan oleh DR Ali Al-Faqihi tersebut bahkan ia tidak ragu untuk mengingatkan Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam akan hal itu. 

Lalu saksikanlah pernyataan beliau Ali bin Abi Thalib sendiri :

Perhatikan lagi riwayat berikut ini :
عَنْ أَبِي الطُّفَيْلِ قَالَ سُئِلَ عَلِيٌّ أَخَصَّكُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِشَيْءٍ فَقَالَ مَا خَصَّنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِشَيْءٍ لَمْ يَعُمَّ بِهِ النَّاسَ كَافَّةً إِلَّا مَا كَانَ فِي قِرَابِ سَيْفِي هَذَا قَالَ فَأَخْرَجَ صَحِيفَةً مَكْتُوبٌ فِيهَا لَعَنَ اللَّهُ مَنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ اللَّهِ وَلَعَنَ اللَّهُ مَنْ سَرَقَ مَنَارَ الْأَرْضِ وَلَعَنَ اللَّهُ مَنْ لَعَنَ وَالِدَهُ وَلَعَنَ اللَّهُ مَنْ آوَى مُحْدِثًا
“Dari Abu Thufail bahwa Ali radhiyallahu’anhu ditanya apakah Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam mengkhususkanmu dengan sesuatu? Maka Ali radhiyallahu’anhu berkata: “Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam   tidak menghususkan aku dengan sesuatu pun yang beliau tidak menyebarkannya kepada manusia, kecuali apa yang ada di sarung pedangku ini. Kemudian beliau mengeluarkan lembaran dari sarung pedangnya yang tertulis padanya: Allah melaknat orang yang menyembelih untuk selain Allah, dan Allah melaknat yang mencur penunjuk jalan, dan Allah melaknat orang yang melaknat orang tuanya dan Allah melaknat orang yang melindungi ahli bid’ah “ (HR. Muslim no 3659 dan 3657 )

Jadi hadits ghadir khum yang shahih tersebut bukanlah sebagai wasiat atau isyarat pernyataan Ali yang seharusnya menjadi Khalifah setelah Rasul wafat dan bukan Abu Bakar. (Silahkan mengenai keterangan lebih jelasnya mengenai Hadits ghadir khum ini anda baca pada tulisan Ustadz Abu Jauza di blog beliau sendiri).

Maka itulah cucu Ali yaitu  Al-Hasan bin Al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhum menenerangkannya ketika ia ditanya mengenai hal itu :
 ألم يقل رسول الله صلى الله عليه وسلم لعلي: من كنت مولاه فعلي مولاه؟ فقال: أما والله إن رسول الله صلى الله عليه وسلم إن كان يعني الإمرة والسلطان والقيام على الناس بعده لأفصح لهم بذلك، كما أفصح لهم بالصلاة والزكاة وصيام رمضان وحج البيت، ولقال لهم: إن هذا ولي أمركم من بعدي فاسمعوا له وأطيعوا فما كان من وراء هذا شيء، فإن أنصح الناس للمسلمين رسول الله صلى الله عليه وسلم
”Bukankah Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam telah bersabda mengenai Ali :”barangsiapa yang aku menjadi mawla-nya maka Ali juga Mawla-nya. “?Maka beliau menjawab :” Adapun hal itu demi Allah sesungguhnya Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam jikalau - yakni mengenai imarah (pemerintahan) dan sulthan(kekuasaan) dan juga pengangkatan (sebagai penguasa) atas manusia setelah beliau(wafat)- tentulah hal itu telah diterangkan oleh beliau kepada mereka. Sebagaiaman beliau telah menerangkan  kepada mereka mengenai shalat, zakat, puasa ramadhan dan haji ke baitullah. Tentulah beliau bersabda kepada mereka :” Sesungguhnya inilah (Ali) wali amri(penguasa) kalian setelahku, hendaklah kalian mendengarkannya dan menaatinya. Maka tidak ada lagi sesuatu (pemimpin) di belakang (penunjukkan) ini. Maka sesungguhnya Rasulullah shallallahu’alaiwasallam adalah orang yang paling semangat untuk menasihati kaum muslimin. (HR. Al-Bayhaqi, Al-‘Itiqad hal. 182-183, Tahdzib Tarikh Damsyiq, 41/169)

Wahai si.....hangus mau lari kemana anda????

Lalu si...hangus menyimpulkan lagi :

9.      Umar dan Abu Bakar tahu akan hal ini. Umar juga telah mengatakan kepada Ibnu Abbas bahwa Ali adalah yang paling utama, tetapi orang Arab tidak menyukai kerasulan dan kekhilafahan berkumpul pada banu Hasyim. Itu barangkali, satu sebab mengapa Umar tidak mengajak jemaah kembali ke masjid.
...........................................................................................
Sekali lagi kami katakan bagi para pembaca jangan mau mudah digombal dengan  dongeng syiah si .....hangus ini. Coba lihat kata “barangkali” yang ia pakai menunjukkan su’uzhan(sangka buruknya) kepada Umar. Padahal persoalan tersebut diluar kendali Umar sekaligus tidak terdapat satu buktipun bahwa Umar melakukan kelicikan agar Ali tidak naik menjadi khalifah. Dan siapakah yang anda maksud dengan orang Arab yang tidak menyukai kerasulan dan kekhilafahan berkumpul pada Banu Hasyim??? Apakah yang kalian maksud adalah para sahabat?????

Bukankah Ali juga termasuk orang yang meridhai ba’iat Abu Bakar tersebut???? Apakah lantas anda juga menuduh Ali merendahkan atau membenci kekhilafahan diberikan bagi Banu Hasyim.

Saya tahu maksud anda tersebut, untuk membela para pembesar kalian dari kaum persia Iran dan merendahkan sahabat dari kalangan bangsa Arab yang merupakan bangsanya Nabi Muhammad shallallahu’alaihiwasallam serta Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu. Bukankah begitu???

Sekaligus pernyataan si..hangus bahwa bangsa arab membenci banu Hasyim memegang kekhilafahan sebelumnya berlawanan dengan riwayat dhaif yang ia sampaikan sendiri yang berbunyi :
فقالت الانصار أو بعض الانصار لا نبايع إلا عليا
“Berkatalah kaum Anshar atau sebagian Anshar :”Kami tidak mau berbaiat kecuali hanya kepada Ali.”(Tarikh Ath-Thabari 2/443)
Lihatlah, bukankah kaum Anshar adalah bangsa Arab juga?????
Riwayat tersebut dhaif karena terdapat Mughirah bin Muqsim Abu Hisyam Al-Kufi yang mudalis tingkat tiga (lihat Thabaqat Al- Mudalisin karangan Ibnu Hajar As-Qalani hal. 46 ) sedangkan di dalam riwayat ini ia ber’an’anah(dari fulan dari fulan).

Adapun cerita dongeng bahwa Ali mengaku lebih berhak menjadi khalifah dari pada Abu Bakar dihadapan Basyir bin Sa’ad adalah riwayat yang tidak benar karena terdapat perawi yang terputus yaitu Said bin Katsir bin Ufair Al-Anshari dia dilahirlan 146 H. Jadi jelas beliau bukan pelaku sejarah tersebut.

Andaikata kita benarkan pernyataan tersebut tentu yang lebih berhak bukanlah Ali radhiyallahu’anhu, namun Abbas bin Abdulmuthalib radhiyallahu’anhu karena di adalah Paman Rasul. Jelas atara Ali sebagai sepupu dengan Abbas sebagai paman maka Abbas-lah yang lebih pantas mewarisi kepemimpinan dari segi perwalian dan kewarisan berdasarkan kedekatan keluarga dan nasab setelah wafatnya Rasulullah shallallahu’alahiwasallam.

Begitu pula perdebatan yang berlebihan antara Umar dengan Hubab bin Al-Mundzir hingga Umar memukulnya dan memasukan tanah kemulut Hubab adalah riwayat yang tidak benar. Yang ada hanya sebatas adu argumentasi mengenai sipakah yang paling berhak di ba’iat untuk meneruskan urusan umat muslim ini di ambang ancaman kaum murtad dan kaum kafir. Dan Hubab bukanlah orang yang haus kekuasaan dan ia mendebat Umar karena alasan sebagai berikut, ia Hubab berkata :

فإنا والله ماننفس عليكم هذا الأمر ولكنا نخاف أن يليه أقوام قتلنا آباءهم وإخوانهم
Demi Allah tidaklah kami iri pada kalian atas perkara ini, akan tetapi kami khawatir akan datangnya suatu kaum yang telah kami bunuh ayah-ayah dan saudara-saudara mereka.”(Al-Anshar fi Al-Ashr Ar-Rasyidi hal. 100)
فقبل المهاجرون قوله وأقروا عذره ولاسيما أنهم شركاء في دماء من قتل من المشركين
“Maka kaum muhajirin pun menerima pernyataannya dan mengakui alasannya terutama mereka juga berserikat mengenai darah pembunuhan kaum musyrikin. ”(Al-Anshar fi Al-Ashr Ar-Rasyidi hal. 100)

Adapun kesimpulan si....hangus yang berikutnya :

Yaitu kesimpulan ke-9 mengenai kekerasan terhadap Fatimah adalah suatu cerita dongeng dari negeri 1001 dusta Syiah Rafidhah. Begitu pula si..hangus mencoba menambas pedas sekali pada fitnah perang jamal yang sebenarnya tidak ada niat bagi Bunda Aisyah untuk memerangi Ali kecuali hanya memberikan dukungan kepada Ali untuk segera mengqishash pembunuh Utsman yang lari kebarisan Ali, yang para pembunuh tersebut tujuannya dalam rangka mengadu domba para sahabat sebagaimana yang telah dilakukan oleh si...,hangus ini.
..................................................................................................................
Begitu juga tuduhan si...hangus bahwa Abdullah bin Umar tidak berbaiat kepada Ali merupakan dusta karena Al-Hasan Al-Basri seorang Tabi’in murid para sahabat menerangkan :
والله ما كانت بيعة على إلا كبيعة أبي بكر وعمر رضي الله عنهم
“Demi Allah, tidaklah pembaiatan kepada Ali kecuali serupa dengan pembaiatan kepada Abu bakar dan Umar radhiyallahu’anhuma.”(Aqidah Ahlis Sunnah fii Shabah, 2/696)

Dari Abu Basyir Al-‘Abidi berkata :
كنت بالمدينة حين قتل عثمان، رضي الله عنه، واجتمع المهاجرون والأنصار فيهم طلحة والزبير فأتوا عليًا، فقالوا: يا أبا الحسن هلم نبايعك، فقال: لا حاجة لي في أمركم، أنا معكم، فمن اخترتم فقد رضيت به..فاختاروا، فقالوا والله ما نختار غيرك
”Aku berada di Madinah ketika terbunuhnya Utsman radhiyallahu’anhu. Kaum muhajirin dan Anshar yang di dalamnya terdapat Thalhah dan Zubair berkumpul mendatangi Ali. Maka mereka berkata:”Wahai Abul Hasan(panggilan Ali) kemarilah kami akan membaiat anda! Maka Ali menjawab:”Tidak ada kebutuhanku mengenai urusan kalian, saya bersama kalian. Barangsiapa yang telah kalian pilih maka saya meridhainya.” Maka mereka memilih. Lalu mereka berkata :”Demi Allah kami tidak memilih selain anda!”(Tarikh Ath-Thabari,5/449, Sanad riwayat ini hasan lighairihi)

Lihatlah pernyataan Abu Basyir Al-Abidi menyatakan bahwa seluruh kaum muhajirin dan Anshar membaiat Ali yang tentunya ikut pula Abdullah bin Umar tanpa terkecuali karena beliau tinggal di Madinah.

Lihatlah zuhudnya Ali radhiyallahu’anhu terhadap tawaran kursi jabatan. Berbeda dengan Ali berdasarkan gambaran Syiah yang pendendam dan pendengki lagi rakus jabatan khalifah.

Adapun dogengnya mengenai Abdullah bin Zubair akan membakar keluarga Rasul adalah suatu cerita dusta si..hangus yang dia copas dari pembesar rafidhah.

Kesimpulan terakhir dari si..hangus :

10.  Banyak orang yang berpendapat bahwa andaikata Umar mengajak jemaah ke masjid maka umat dan agama Islam akan maju pesat dan tidak akan ada fitnah di kemudian hari yang datang susul menyusul terutama sesudah Utsman meninggal. Juga berakibat terbunuhnya anak cucu Rasul Allah shallallahu’alaihiwasallam.
.................................................................................
Lihatlah si.....hangus memprotes Umar yang padahal Ali tidak mempermasalahkan Umar bahkan ridha atas perbuatan beliau menyelamatkan kaum muslimin dengan pengangkatan Abu Bakar. Jadi siapakah teladan si hangus disini??? Apakah Ali???jelas tidak kecuali mengikuti para pembesar agama syiah. 

Lalu ia menyatakan gara-gara Umar-lah fitnah terjadi, padahal orang yang menghembuskan adalah sang penyebar fitnah Abdullah bin Saba’ yang merupakan tokoh nyata benar adanya bukan fiktif sebagaimana yang dituduhkan oleh grup syiah yang pendusta. Dialah Abdullah bin Saba ‘ nenek moyang sekte Syiah.
Dan si...hangus ingin menyalahkan Umar sebagai penyebab terbunuhnya cucu Rasul dikemudian hari. Sejak kapan Umar ikut dalam fitnah tersebut????? 

Segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam kepada Rasulullah berserta keluarga dan para sahabat beliau seluruhnya.

Poso, 27 Juni 2012
BRIGADE PEMBUNGKAM MULUT SYIAH






 

2 komentar:

  1. Sejarah terjadinya faham syiah ini memang perlu diketahui oleh kita semua (Orang-orang yang beriman) agar.....menambah wawasan dan bisa menjaga akidah dari pemahaman sejarah yang salah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. benar sekali komentar anda ......semoga Allah menguatkan kita semua diatas agama Islam yang bersih ini, lepas dari kesesatan-kesesatan syiah rafidhah dan semisalnya

      Hapus