4.
Kontradiksi doktrin kemaksuman Syiah terhadap
Al-Quran dan Sunnah.
Jadi siapakah yang telah bermuka masam pada saat itu? Inilah pertanyaan
yang kita bahas apakah Rasul tetap dapat dinyatakan maksum?
Namun sebelumnya secara jelas bagi pemeluk agama Syiah mengharuskan para
Nabi dan Rasul harus maksum dari Dosa besar maupun kecil, maksum dari terlupa
atau keliru. Hal itu karena pemeluk agama Syiah telah mematok kemaksuman bukan
hanya pada para Nabi dan Rasul bahkan pada para Imam mereka. Tokoh mereka
Al-Majlisi (w. 111 H) menyatakan :
اعلمأنّالإماميّةاتّفقواعلىعصمةالأئمّة-عليهمالسّلام-منالذّنوب-صغيرهاوكبيرها- فلايقعمنهمذنبأصلاًلاعمدًاولانسيانًاولاالخطأفيالتّأويلولاللإسهاءمناللهسبحانه
“Ketahuilah, bahwa para pengikut Imam bersepakat akan kemaksuman para Imam
-’alayhissalam- dari dosa baik dosa besar maupun dosa kecil- pada dasarnya tidak
terjadi pada mereka dosa baik sengaja, lupa, keliru takwil (tafsir) maupun
maupun lalai dari Allah Subhana.”(Bihar Al-Anwar 25/211)
Artinya bagaimana mungkin para Nabi dan Rasul dibawah para Imam mereka
dalam hal kemaksuman ? Inilah bahasan kita yang akan meruntuhkan doktrin
kemaksuman mereka yang telah di buka dengan Surat Abasa sebelumnya. Dan kami
akan menunjukkan riwayat mereka yang membatalkan ucapan Al-Majlis tokoh agama
mereka sendiri.
Lalu
kita kembali, mungkin anda ingin bertanya, bagaimana mungkin kedudukan Rasul
bisa dicela sehingga menunjukkan beliau tidak maksum? Baiklah kami akan jawab
sekaligus menghancurkan pondasi doktrin aqidah kemaksuman imam-imam kalian
sampai runtuh berantakan dengan pukulan Firman Allah Ta’ala dan Sabda Rasul-Nya shallallahu’alayhi wa
sallam.
Pertanyaan
kami adalah siapakah yang patut di ikuti hukumnya dalam tata cara pemuliaan
para Nabi dan Rasul? Kita sepakat Dialah Allah Azza wa Jalla.
Bagaimanakah Allah memperlakukan para Nabi dan Rasul-Nya. Lihatlah dengan memahami
isinya beberapa firman Allah Azza wa Jalla :
Allah Azza wa Jalla berfirman :
“Maka keduanya (Adam
dan Isterinya) memakan dari buah pohon itu, lalu nampaklah bagi keduanya
aurat-auratnya dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun (yang ada di)
surga, dan durhakalah Adam kepada Tuhan dan sesatlah ia. kemudian Tuhannya
memilihnya] Maka Dia menerima taubatnya dan memberinya petunjuk.” (QS. Thaha :
121-122)
Yang dimaksud “dan
durhakalah Adam kepada Tuhan” yaitu tidak menaati larangan dari mendekati pohon
tersebut.Dan maksud “sesatlah ia” dari kata (غي)ghay yang berarti keluar dari jalan yang benar yang diperintahkan Allah
Ta’ala.
Syaikh Muhammad Amin Al-Syinqithi rahimahullahberkata :
“Adam tidak menaati Tuhannya maka ia bersalah
keluar dari jalan yang benar karena ketidak taatannya. Hal ini disebut maksiyat
dan sesat. Allah Jalla wa ‘Ala telah menjelaskan di beberapa tempat lainnya
di dalam Kitab-Nya bahwa yang dimaksud dengan hal itu adalah Allah telah
memperbolehkan kepadanya (Adam) dan isterinya untuk memakan makanan di surga sesukannya.Dan (hanya saja)
Allah melarang keduanya untuk mendekati pohon tertentu. Dan ternyata syetan
terus-menerus membisikkan was-was bujukan kepada mereka berdua dan bersumpah
dengan nama Allah bahwa bujukannya itu adalah nasehat. Dan mereka berdua bila
memakannya maka akan mendapatkan kekekalan dan kerajaan yang tidak
usang.................hingga perkataan beliau........dan telah kami bahas
sebelumnya bahwa ayat ini dan semisalnya di dalam Al-Quran merupakan hujjah
bagi pendapat yang menyatakan bahwa Para Nabi tidaklah maksum dari dosa kecil.
(Adhwa’ Al-Bayan, 4/187)
Allah Ta’ala juga
berfirman :
“Keduanya (Adam dan
isterinya) berkata: "Ya Tuhan Kami, Kami telah Menganiaya diri Kami
sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni Kami dan memberi rahmat kepada Kami,
niscaya pastilah Kami Termasuk orang-orang yang merugi.”(QS. Al-‘Araaf : 23)
Syaikh Al-Alusy rahimahullahberkata
:“Keduanya berkata: "Ya Tuhan Kami, Kami telah menganiaya diri Kami
sendiri,” yaitu kami telah membahayakan diri kami sendiri dengan maksiyat.”(Ruh
Al-Ma’ani , 6/142)
Allah Ta’ala berfirman :
“Sesungguhnya Yunus benar-benar salah seorang
rasul,(ingatlah) ketika ia lari, ke kapal yang penuh muatan, kemudian ia
ikut berundi lalu dia termasuk orang-orang yang kalah dalam undian. Maka ia
ditelan oleh ikan besar dalam keadaan tercela. Maka kalau sekiranya Dia
tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya ia akan tetap
tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit.kemudian Kami lemparkan dia ke
daerah yang tandus, sedang ia dalam keadaan sakit.(QS. Ash-Shafat : 139-145)
Allah Ta’ala juga berfirman :
“Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika
ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan
mempersempitnya (menyulitkannya), Maka ia menyeru dalam Keadaan yang sangat
gelap: "Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha suci Engkau,
Sesungguhnya aku adalah Termasuk orang-orang yang zalim." Maka Kami telah
memperkenankan doanya dan menyelamatkannya dari pada kedukaan. dan Demikianlah
Kami selamatkan orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Anbiya : 87-88)
Syaikh Muhammad
Amin Al-Syinqithirahimahullah berkata :
“Dan Firman-Nya pada ayat yang mulia ini : ((مُغَاضِباً - dalam keadaan marah) yakni dalam keadaan marah
terhadap kaumnya. Dan makna المفاعلةAl-Mafaa’alah pada perkataan tersebut : bahwasannya ia membuat marah
kaumnya dengan berpisahnya ia( dari mereka ) dan menakut-nakuti mereka dengan
adzab yang akan sampai kepada mereka, dan mereka juga membuat ia marah ketika
ia mendakwahi mereka kepada Allah namun mereka tidak menjawab dakwahnya. Maka
beliau mengancam mereka dengan adzab.
Lalu ia keluar (meninggalkan) mereka -sebagaimana kebiasaan para Nabi ketika
akan turun adzab- sebelum Allah mengizinkan beliau untuk keluar (
meninggalkan kaumnya). Abu Hayan berpendapat seperti itu dalam kitabnya
Al-Bahar. Dan ia juga berkata : dikatakan makna (مُغَاضِباً mughadhiban) sangat marah dan berasal dari wazan المفاعلة Al-Mafaa’alah yang mana tidak menunjukkan اشتراك isytiraak (saling membuat marah). Contohnya عَاقَبْتُaku(menghukum)
pencuri, dan سَافَرْتُaku bersafar.(Adwa’
Al-Bayan, 4/307)
Lalu dengarlah bagaimana Allah Subhana
Wa Ta’ala mendidik Rasul yang mulia shallallahu’alayhi wasallam.
“Tidak patut, bagi seorang Nabi mempunyai
tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. kalian
menghendaki harta benda duniawiyah sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat
(untukmu). dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”(QS. Al-Anfal : 67)
Saya akan tambahkan lagi :
“Hai Nabi, mengapa kamu
mengharamkan apa yang Allah halalkan bagimu; kamu mencari
kesenangan hati isteri-isterimu? dan Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.(QS. At-Tahrim : 1)
Apakah kalian tahu wahai pemeluk agama Syiah yang
dimaksud dalam ayat ini. Ketahuilah Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan
bahwa Nabi Muhammad shallallahu’alayhiwasallampernah
mengharamkan dirinya minum madu untuk menyenangkan hati isteri-isterinya. Maka
turunlah ayat teguran ini kepada Nabi. Apa yang dilakukan beliau menahan diri
untuk tidak memakan makanan tertentu karena alasan tertentu sebenarnya
merupakan syari’at Nabi Ya’kub sebelum turunnya Taurat.Namun setelah turunnya
surat At-Tahrim maka hal itu lebih tegas diharamkan, sebagaimana Allah
berfirman :
“ semua makanan adalah
halal bagi Bani Israil melainkan makanan yang diharamkan oleh Israil (Ya'qub)
untuk dirinya sendiri sebelum Taurat diturunkan. Katakanlah: "(Jika kamu
mengatakan ada makanan yang diharamkan sebelum turun Taurat), Maka bawalah
Taurat itu, lalu bacalah Dia jika kamu orang-orang yang benar".(QS. Ali
Imran : 93)
Ketahuilah ini
merupakan عتاب celaan Allah Ta’ala
kepada Nabi shallallahu’alaihiwasallam. Lihatlah bagaimana Allah memperlakukan
para Nabi-Nya. Pantaskah kalian menuduh kami telah lancang terhadap Nabi kami shallallahu’alaihiwasallam dalam surat Abasa padahal Allah yang telah menyatakan celaan-Nya
kepada Nabi-Nya. Karena dangkalnya ilmu kalian maka kalian bodoh terhadap hal
ini.
Lihatlah kembali Firman
Allah :
Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang
beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun
orang-orang musyrik itu adalah kaum Kerabat (Nya), sesudah jelas bagi mereka,
bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam.(QS.
At-Taubah : 113)
Wahai pemeluk agama Syiah siapakah yang berbicara
dalam ayat ini ? Allah kah ataukah bukan?
Sekarang akan kami
tunjukkan akidah yang benar sesuai yang diajarkan Allah kepada Rasul-Nya.
Umat Islam sepakat
bahwa Para nabi terutama Nabi Muhammad ‘alayhimush
shalatu was salam mereka maksum(terjaga) dari kesalahan dalam menyampaikan
wahyu dan hukum-hukum yang berasal dari Allah ‘Azza
wa Jalla. Sebagaimana Firman Allah Ta’ala :
“Demi bintang ketika terbenam. kawanmu (Muhammad)
tidak sesat dan tidak pula keliru. dan Tiadalah yang diucapkannya itu
(Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. ucapannya itu tiada lain hanyalah
wahyu yang diwahyukan (kepadanya). yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang
sangat kuat.(QS. An-Najm :1-5)
Dan tidak
terdapat perbedaan pendapat ahli ilmu mengenai kemaksuman para Nabi dari dosa
besar kecuali mengenai dosa kecil. Kadangkala para Nabi terjadi pada mereka
dosa kecil namun tidak terus-menerus bahkan mereka akan mendapat teguran
sehingga meninggalkannya. Adapun mengenai perkara dunia kadangkala terjadi
kesalahan lalu mereka diingatkan. Sebagaimana cerita Nabi dimintai pendapat
tentang tata cara yang tepat dalam perkawinan tanaman kurma. Dimana beliau
bersabda ;
إنماقلتذلكظنامنيوأنتمأعلمبأمردنياكمأماماأخبركمبهعناللهعزوجلفإنيلمأكذبعلىالله
”Hanya saja aku berpendapat seperti itu berdasarkan
persangkaanku sedangkan kalian lebih mengetahui perkara dunia
kalian(pertanian-pen). Adapun yang aku kabarkan yang berasal dari Allah Azza
wa Jalla maka sesungguhnya aku tidak berdusta atas Allah.(HR. Muslim)
Sekarang kepada
pemeluk agama Syiah silahkan kalian berbicara sepert ini :
‘Faksi
Sunni ini mendasarkan pendapat mereka pada hadis-hadis yangdiriwayatkan dalam
kitab-kitab mereka tentang bagaimana Nabi Muhammad SAWtertidur dan lupa akan
waktu salat, dan bahkan lupa melakukan wudhu untuk shalat.’............Inilah
sebagian kecil dari tindakan-tindakan yang paling keji ulamaulama’Bani Umayah
itu.
Perhatikan bahwa menurut kaum
Syi’ah, hadis-hadis ini tidaklah otentikatau bukan merupakan satu kebenaran
apapun. Lagi pula, hadis-hadis ini disisipkanke dalam kitab-kitab mereka oleh
Bani Umayah, di antara yang lainnya, untuk membenarkan penyimpangan dan
kekejian mereka.
(Antologi
Islam hal. 67)
Silahkan anda berbicara sesukannya tanpa merasa
malu. Namun perkataan anda tiada artinya bagi kami bila kami ajukan riwayat
dalam kitab-kitab sandara kalian dari Imam Ja’far Ash-Shadiq rahimahullahyang berkata
:
وعن الصادق: قال: إن رسول الله رقد عن صلاة الفجر حتى طلعت الشمس ، ثم صلاها
حين استيقظ ، ولكنه تنحى عن مكانه ذلك ثم صلى
“Sesungguhnya Rasulullah pernah tertidur lelap
belum mengerjakan shalat fajar hingga matahari terbit, lalu beliau shalat
ketika terbangun. Namun (sebelumnya) beliau berpindah dari tempat tersebut lalu
beliau shalat.”(Al-Kaafi 2/81, Al-Bihar 17/103 tidak ada seorangpun dari
kalangan Syiah yang mendhaifkan hadits ini)
Dan dari Imam Baqir berkata :
صلى النبي صلاة وجهر فيها بالقراءة فلما انصرف قال لأصحابه: هل أسقطت شيئا في
القرآن ؟ قال: فسكت القوم ، فقال النبي : أفيكم أبي بن كعب ؟ فقالوا: نعم ، فقال:
هل أسقطت فيها شيئا ؟ قال: نعم يا رسول الله إنه كان كذا وكذا ...
“Nabi melaksanakan shalat dengan mengeraskan
bacaannya. Tatkala beliau selesai, beliau bertanya kepada para sahabatnya :”Apakah
aku telah keliru berkaitan dengan bacaan Al-Quran?” Berkata Al-Baqir :”Mereka
diam”, Maka bersabda Nabi : “Bagaiamana menurutmu ya Ubay bin Ka’ab? Maka
mereka menjawab :”Benar”. Maka beliau bersabda :”Apakah aku telah keliru?” Maka
ia(Ubay bin Ka’ab) menjawab :”Benar ya Rasulullah sesungguhnya kesalahan pada
hal ini dan ini...”(Al-Mahasin 236, Al-Bihar 17/105,)
Lalu perhatikan Al-Harawi yang berkata :
قلت للرضا: يا ابن رسول الله إن في
سواد الكوفة قوما يزعمون أن النبي لم يقع عليه السهو في صلاته ، فقال: كذبوا لعنهم
الله ، إن الذي لا يسهو هو الله الذي لا إله إلا هو
“Aku bertanya kepada Ar-Ridha :”Wahai putera
Rasulullah sesungguhnya diantara masyarakat kufah terdapat suatu kaum yang
mengklaim bahwa Nabi tidak pernah terjadi padanya kelupaan dalam shalatnya.”
Maka beliau menjawab : “Mereka telah berdusta semoga laknat Allah kepada
mereka, sesungguhnya yang tidak pernah lupa Dialah Allah yang tiada sesembahan
yang hak selain Dia.”(‘Uyuun Akhbar Ar-Ridha 2/203, Al-Bihar 17/105,
25/350, 44/271. Dan Nur Ats-Tsaqalain 1/564)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar