5. Apakah terjadi kontradiksi antara surat Abasa dan Al-Qalam
Pemeluk agama Syiah
dengan kebodohannya berkata :
Lebih
dari itu, bermuka masam bukanlah perilaku yang berasal dari Nabi Muhammad SAW
terhadap musuh-musuhnya yang nyata, apalagi (bermuka masam) terhadap orang
beriman yang mencari petunjuk! Satu pertanyaan yang muncul adalah: Bagaimana
bisa seorang Nabi Muhammad SAW yang diutus sebagai rahmat untuk umat manusia
berbuat tidak senonoh ketika seorang mukmin awam tidak berbuat seperti itu?
Dakwaan ini juga berlawanan dengan pujian Allah SWT sendiri atas moral luhur
dan etika mulia dari Nabi Muhammad SAW, Dan sesungguhnya kamu benar-benar
berbudi pekerti yang agung (QS. al-Qalam 68 : 4).
Seseorang yang menghina orang
lain tidaklah pantas menerima pujian semacam itu. Disepakati bahwa Surah Al-Qalam
turun sebelum Surah Abasa. Ia bahkan diturunkan segera setelah Surah Iqra
(96-surah pertama yang diwahyukan). Bagaimana bisa masuk akal bahwa Allah SWT
melimpahkan kebesaran pada makhluk-Nya di permulaan keNabiannya, menyatakan
bahwa ia berada dalam budi pekerti yang agung, dan setelah itu balik menegur
dan mengecamnya atas keraguan yang tampak pada tindakantindakan moralnya.
(Antologi
Islam hal. 61)
Sebelum
kami menjawab silahkan kalian pemeluk agama syi’ah berbantah-bantahan dengan
tokoh kalian Ath-Thabrasi pengarang
Tafsir Majma’ Al-Bayan :
فإنقيل:فلوصحالخبرالأول،هليكونالعبوسذنباأملا؟فالجواب:
إنالعبوسوالإنبساطمعالأعمىسواء،إذلايشقعليهذلك،فلايكونذنبا،فيجوزأنيكونعاتباللهسبحانهبذلكنبيه(ص(
،ليأخذهبأوفرمحاسنالأخلاق،وينبههبذلكعلىعظمحالالمؤمنالمسترشد،ويعرفهأنتأليفالمؤمنليقيمعلىإيمانه،أولىمنتأليفالمشرك،ط
معافيإيمانه،وقالالجبائي:فيهذادلالةعلىأنالفعليكونمعصيةفيمابعد،لمكانالنهي.
فأمافيالماضي،فلايدلعلىأنهكانمعصيةقبلأنينهىعنه،واللهسبحانهلمينههإلافيهذاالوقت.وقيل.
إنمافعلهالأعمىنوعامنسوءالأدب،فحسنتأديبهبالإعراضعنه،إلاأنهكانيجوزأنيتوهمأنهأعرضعنهلفقره،وأقبلعليهملرياستهم،تعظيم
الهم،فعاتبهاللهسبحانهعلىذلك . ورويعنالصادق ( ع ) أنهقال : كانرسولالله ( ص ) إذارأىعبداللهبنأممكتومقال :
مرحبامرحبا،لاواللهلايعاتبنياللهفيكأبدا،وكانيصنعبهمناللطفحتىكانيكفعنالنبي ( ص ) ممايفعلبه).إنتهى(
“Maka jika dikatakan : jikalau riwayat kabar pertama shahih (yaitu
menyatakan Rasulullah telah bermuka masam-pen), apakah bermuka masam merupakan
perbuatan dosa ataukah bukan? Jawabannya : sesungguhnya bermuka masam dan
bermuka ceria terhadap orang butasama
saja, tidak memberikan keburukan kepadanya, maka tidaklah hal itu menjadi suatu
dosa, maka Allah mencela Nabi-Nya karena hal itu semata-mata menyempurnakan
keindahan akhlaknya. Dan Allah memberikan perhatian terhadap hal itu karena
betapa agungnya kedudukan orang yang beriman lagi mau diberi/mencari bimbingan
(Islam-pen). Dan Allah mengajarkannya bahwa berlemah lembut kepada orang
yang beriman dalam rangka meluruskan imannya.Dan hal itu lebih utama
dari pada berbuat lemah lembut menjinakkan hati orang musyrik karena
menginginkan ia mau beriman. Berkata Al-Jubai :”Hal ini merupakan dalil
yang menunjukkan perbuatan tersebut menjadi maksyiat setelah kejadian itu
karena posisinya dalam bentuk larangan. Adapun pada waktu sebelumnya tidaklah
hal itu menunjukkan sebagai perbuatan maksyiat sebelum adanya larangan. Dan
Allah subhana belumlah melarangnya kecuali pada waktu(kejadian) ini.”
Dan dikatakan :”Bahwa perbuatan orang yang buta tersebut merupakan adab yang
buruk, maka di didiklah ia(oleh Nabi) dengan cara(beliau) berpaling
darinya. Hanyasannya bisa jadi terdapat persangkaan yang keliru bahwa
berpalingnya Nabi darinya karena kemiskinannya. Dan (persangkaannya
terhadap) Nabi menghadap kepada mereka (pembesaran Quraisy) karena kedudukan
mereka (sebagai pembesar Quraisy), sebagai pemuliaan kepada mereka. Maka Allah subhana
mencela Nabi-Nya atas hal itu.
Dan diriwayatkan dari Ash-Shadiq ‘alaihissalam bahwa beliau
berkata :” “Rasulullah biasa bila bertemu Abdullah bin Ummi Maktum berkata
kepadanya:”Selamat datang, Selamat datang, Tidak, demi Allah, Allah tidak akan
lagi mencelaku karenamu selamanya.” Beliau biasa melakukan hal itu dalam
rangka berlemah lembut (kepadanya) hingga ia(Abdullah bin Ummi Maktum) yang
menghentikan Nabi shallallahu’alayhiwasallam dari penghormatan yang
beliau berikan.”Selesai. (Tafsir majma’ Al-Bayan, 10/226)
Sekarang
kami persilahkan kepada ahli tafsir kami Syaikh Muhammad Amin Asy-Syanqithi yang
akan menjawabnya :
وقولهتعالى:{عَبَسَوتولى}،فإنفيهمثلمافيقولهتعالى:{أَنجَآءَهُالأعمى} لأنالعبوسأمرلايتفقفيالظاهرمعقولهتعالىفيحقهصلىاللهعليهوسلم،{وَإِنَّكَلعلىخُلُقٍعَظِيمٍ}[القلم:4] وقوله : { واخفضجَنَاحَكَلِلْمُؤْمِنِينَ } [ الحجر : 88 ] .....................
والذييظهرواللهتعالىأعلم،أنهلايتأتىمعه،لأنهصلىاللهعليهوسلملميتكلمبمايسيءإلىهذالاصحابيفينفسهبشيءيسمعهفيزعجه،كلماكانمنهصلىاللهعليهوسلمإنماهوتقطيبالجبين،وهذهحركةمرئيةلامسموعة.
والحال:أنهذاأعملىلايرىتلكالحركة،فكأنهلميلقإساءةمنهصلىاللهعليهوسلم .ثمإنهصلىاللهعليهوسلممطمئنلهلماهوعليهمنخيرفيدينهكماقالفيحنين: وأكلأقواماًإلىمافيقلوبهم،أيلماأعطىالمؤلفةقلوبهم،ولميعطالأنصارعلىماهومعروففيالقصة،فلميعاتبهاللهعلىذلكورضيالأنصاروبكوافرحاًورضا .
ثمإنتقطيبالجبينوانبساطأساريرالوجهلحزنأوفرح،يكاديكونجبلياًمماكانمنهصلىاللهعليهوسلم،فهومنبابالجبليةتقريباً،كأنالمثيرلهغرضعاممنخصوصالرسالةومهمتها .
ومعذلكفقدجاءعنهصلىاللهعليهوسلمأنهكانبعدنزولهايقولله:«مرحباًفيمنعاتبنيفيهربي» ،ويكرمه،وقداستخلفهعلىالمدينةمرتين .
“Dan Firman Allah
Ta’ala :(Dia bermuka masam dan berpaling) dan perkaranya sama dengan
Firman-Nya (Tatkala datang kepadanya
seorang yang buta) karena bermuka masam nampak secara zhahirnya adalah perkara
yang tidak sejalan dengan Firman Allah mengenai keutamaan Nabi
shallallahu’alayhiwasallam(dan sesungguhnya engkau berbudi pekerti yang
agung)(QS. Al-Qalam : 4), dan juga Firman-Nya :(Dan hendaknya kamu merendahkan
diri terhadaap orang-orang yang beriman)(QS. Al-Hajr : 88)........................
Dan
yang nampak –Allahlah yang lebih mengetahuinya-, bahwasannya tidaklah datang
bersamanya (?), karena Nabi shallallahu’alayhi wasallam tidaklah
berbicaraburuk kepada sahabat ini (Ibnu Ummi Maktum)mengenai dirinya yang ia dengarkan
hingga membuat dirinya tidak senang. Dan apa yang terjadi pada diri Nabi shallallhu’alayhiwasallam
hanya sebatas mengerutkan dahi, dan ini merupakan perbuatan yang hanya dapat
dilihat dan tidak dapat didengarkan.
Dari
segi kondisi : bahwa orang yang buta ini (Ibnu Ummi Maktum) tidaklah melihatnya,
seolah-olah tidaklah ia menerima keburukan sedikitpun dari sikap Nabi Shallallhu’alayhiwasallam.
Lalu Nabi shallallahu’alayhiwasallam menenangkannya
karena ia diatas kebaikan agamanya. Sebagaiamana Sabda nabi dalam perang hunain
:”Aku menyerahkan kaum kepada sesuatu yang ada di dalam hati mereka”. Yaitu
beliau memberikan (harta fai itu)yang dapat menjinakan hati mereka (untuk
islam). Dan beliau tidak memberikan (harta fai) kepada kaum Anshar sebagaimana
yang diketahui dalam kisah tersebut. Dan Allah tidak mencela beliau atas hal
itu dan kaum anshar pun ridha serta menangis karena bahagia dan ridha.
Lalu
pada dasarnya pengerutan dahi maupun wajah yang ceria dapat terjadi karena
sedih atau senang, kadang merupakan tabiat yang terjadi pada diri beliau shallallahu’alayhiwasallam,
dan lebih dekatnya termasuk dalam bab tabiat, seolah berasal dari kerisauan
beliau terhadap pentingnya penyampaian risalah Islam (bukan karena karena
ketidak sukaannya beliau terhadap kondisi Ibnu Ummi maktum-pen).
Bersamaan
itu pula telah datang riwayat dari Nabi shallallahu’alayhiwasallam setelah
turunnya surat tersebut yang mana beliau berkata kepadanya(Ibnu Ummi Maktum)
:”Selamat datang kepada orang yang karenanya Tuhanku mencelaku” dan beliau
memuliakannya serta menyerahkan urusan kota Madinah sebanyak dua kali.”
(Adwa’ Al-Bayan, 9/70-71)
Dua
pernyataan tersebut di atas menyepakati bahwa bermuka masamnya Nabi shallallahu’alayhiwasallam
terhadap Ibnu Ummi Maktum bukan karena kemiskinan Ibnu Ummi Maktum namun
karena kerisauan beliau yang muncul atas masa depan Dakwah Islam. Beliau
menujukkan hal itu seperti memberi tanda bahwa beliau sedang sibuk mendakwahi
pembesar Quraisy yang andaikata mereka beriman maka menjadi kuatlah dakwah
Islam. Dan beliau seolah-olah memberi isyarat “tunggulah sebentar nanti aku
akan mengajarimu wahai Ibnu Maktum setelah pembesar Quraisy tersebut pulang.”
Maka itulah Allah menegur beliau atas keputusan beliau yang keliru tersebut :
Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau Dia tidak
membersihkan diri (beriman).(QS. Abasa : 7)
Celaan
kepada beliau di dasarkan atas keputusan kemaslahatan dakwah yang beliau ambil
keliru dimana beliau mengira mengutamakan mad’u(orang yang didakwahi) yang
mempunyai kedudukan sosial yang tinggi lebih di dahulukan di bandingkan
mad’u yang mempunyai kedudukan sosial di bawahnya. Sebagaimana Firman Allah
:
“Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup, maka kamu
melayaninya.”(QS. Abasa : 5-6)
Namun Allah menegurnya bahwa yang di utamakan adalah
berdakwah kepada orang yang mau menerima seruan dakwah walaupun mereka mempunyai
kedudukan sosial yang rendah dimasyarakat. Karena
itulah Allah menegur beliau :
“Tahukah kamu
barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa), atau Dia (ingin) mendapatkan
pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya?”(QS. Abasa : 3-4)
Syaikh Abdurrahman Nashir
As-Sa’di menerangkan hikmah kejadian tersebut
وهذهفائدةكبيرة،هيالمقصودةمنبعثةالرسل،ووعظالوعاظ،وتذكيرالمذكرين،فإقبالكعلىمنجاءبنفسهمفتقرالذلكمنك،هوالأليقالواجب،وأماتصديكوتعرضكللغنيالمستغنيالذيلايسألولايستفتيلعدمرغبتهفيالخير،معترككمنهوأهممنه،فإنهلاينبغيلك،فإنهليسعليكأنلايزكى،فلولميتزك،فلستبمحاسبعلىماعملهمنالشر.
فدلهذاعلىالقاعدةالمشهورة،أنه: " لايتركأمرمعلوملأمرموهوم،ولامصلحةمتحققةلمصلحةمتوهمة "
Dan kejadian ini
memberikan faidah yang besar, merupakan tujuan diutusnya para Rasul,memberi
nasehat kepada orang yang mau dinasihati, memberi peringatan kepada orang yang
mau menerimannya. Menghadapnya engkau kepada orang yang datang kepadamu dengan
perasaan butuh kepada pengajaran darimu maka dialah yang lebih pantas wajib di
utamakan. Adapun pelayananmu dan penerimaanmu terhadap orang yang kaya namun
mersa cukup dari kebenaran yang tidak maubertanya dan meminta fatwa agama
karena ketiadaan cintaannya kepada kebaikan. Bersamaan itu pula engkau
meninggalkan orang yang lebih penting diutamakan dibandingkan mereka. Maka hal
itu sesuatu yang tidak pantas bagimu. Tidak ada kewajibanmu bila ia tidak mau
menyucikan dirinya. Maka jika ia tidak mau menyucikan jiwanya maka engkau tidak
dihisab(bertanggung jawab) atas perbuatan buruknya.
Maka hal ini menunjukkan atas sebuah kaedah yang terkenal
: tidak meninggalkan perkara yang telah pasti karena (menunggu) perkara yang
masih samar, dan tidak meninggalkan kemaslahatan yang dapat diperoleh dengan
pasti karena ( mencari) maslahat yang
belum tentu dapat diperoleh dengan pasti.
(Tafsir As-Sa’di
hal. 910)
Dari beberapa penjelasan di atas, bermuka
masamnya Rasulullah shallallahu’alayhiwasallam terhadap Abdullah bin Ummi
Maktum tidaklah menggugurkan keagungan akhlaknya yang telah disebutkan di dalam
Surat Al-Qalam. Perbuatan beliau tersebut bukan berasal dari cita-cita rendah
mengagungkan dunia namun berasal dari cita-cita yang tinggi demi kemajuan
dakwah Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar