Menyongsong Khilafah Kasyidah di atas Minhaj Nubuwah

22 April 2012

Apakah Terjadi Kontradiksi Antara Surat Abasa dan Al-Qalam ( Bantahan Syubhat )


5.       Apakah terjadi kontradiksi antara surat Abasa dan Al-Qalam

Pemeluk agama Syiah dengan kebodohannya berkata :
Lebih dari itu, bermuka masam bukanlah perilaku yang berasal dari Nabi Muhammad SAW terhadap musuh-musuhnya yang nyata, apalagi (bermuka masam) terhadap orang beriman yang mencari petunjuk! Satu pertanyaan yang muncul adalah: Bagaimana bisa seorang Nabi Muhammad SAW yang diutus sebagai rahmat untuk umat manusia berbuat tidak senonoh ketika seorang mukmin awam tidak berbuat seperti itu? Dakwaan ini juga berlawanan dengan pujian Allah SWT sendiri atas moral luhur dan etika mulia dari Nabi Muhammad SAW, Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung (QS. al-Qalam 68 : 4).
Seseorang yang menghina orang lain tidaklah pantas menerima pujian semacam itu. Disepakati bahwa Surah Al-Qalam turun sebelum Surah Abasa. Ia bahkan diturunkan segera setelah Surah Iqra (96-surah pertama yang diwahyukan). Bagaimana bisa masuk akal bahwa Allah SWT melimpahkan kebesaran pada makhluk-Nya di permulaan keNabiannya, menyatakan bahwa ia berada dalam budi pekerti yang agung, dan setelah itu balik menegur dan mengecamnya atas keraguan yang tampak pada tindakantindakan moralnya.
(Antologi Islam hal. 61)
Sebelum kami menjawab silahkan kalian pemeluk agama syi’ah berbantah-bantahan dengan tokoh kalian  Ath-Thabrasi pengarang Tafsir Majma’ Al-Bayan :
فإنقيل:فلوصحالخبرالأول،هليكونالعبوسذنباأملا؟فالجواب:                                               
إنالعبوسوالإنبساطمعالأعمىسواء،إذلايشقعليهذلك،فلايكونذنبا،فيجوزأنيكونعاتباللهسبحانهبذلكنبيه(ص( 
،ليأخذهبأوفرمحاسنالأخلاق،وينبههبذلكعلىعظمحالالمؤمنالمسترشد،ويعرفهأنتأليفالمؤمنليقيمعلىإيمانه،أولىمنتأليفالمشرك،ط
معافيإيمانه،وقالالجبائي:فيهذادلالةعلىأنالفعليكونمعصيةفيمابعد،لمكانالنهي
فأمافيالماضي،فلايدلعلىأنهكانمعصيةقبلأنينهىعنه،واللهسبحانهلمينههإلافيهذاالوقت.وقيل
إنمافعلهالأعمىنوعامنسوءالأدب،فحسنتأديبهبالإعراضعنه،إلاأنهكانيجوزأنيتوهمأنهأعرضعنهلفقره،وأقبلعليهملرياستهم،تعظيم
الهم،فعاتبهاللهسبحانهعلىذلك . ورويعنالصادق ( ع ) أنهقال : كانرسولالله ( ص ) إذارأىعبداللهبنأممكتومقال
مرحبامرحبا،لاواللهلايعاتبنياللهفيكأبدا،وكانيصنعبهمناللطفحتىكانيكفعنالنبي ( ص ) ممايفعلبه).إنتهى(
“Maka jika dikatakan : jikalau riwayat kabar pertama shahih (yaitu menyatakan Rasulullah telah bermuka masam-pen), apakah bermuka masam merupakan perbuatan dosa ataukah bukan? Jawabannya : sesungguhnya bermuka masam dan bermuka ceria  terhadap orang butasama saja, tidak memberikan keburukan kepadanya, maka tidaklah hal itu menjadi suatu dosa, maka Allah mencela Nabi-Nya karena hal itu semata-mata menyempurnakan keindahan akhlaknya. Dan Allah memberikan perhatian terhadap hal itu karena betapa agungnya kedudukan orang yang beriman lagi mau diberi/mencari bimbingan (Islam-pen). Dan Allah mengajarkannya bahwa berlemah lembut kepada orang yang beriman dalam rangka meluruskan imannya.Dan hal itu lebih utama dari pada berbuat lemah lembut menjinakkan hati orang musyrik karena menginginkan ia mau beriman. Berkata Al-Jubai :”Hal ini merupakan dalil yang menunjukkan perbuatan tersebut menjadi maksyiat setelah kejadian itu karena posisinya dalam bentuk larangan. Adapun pada waktu sebelumnya tidaklah hal itu menunjukkan sebagai perbuatan maksyiat sebelum adanya larangan. Dan Allah subhana belumlah melarangnya kecuali pada waktu(kejadian) ini.” Dan dikatakan :”Bahwa perbuatan orang yang buta tersebut merupakan adab yang buruk, maka di didiklah ia(oleh Nabi) dengan cara(beliau) berpaling darinya. Hanyasannya bisa jadi terdapat persangkaan yang keliru bahwa berpalingnya Nabi darinya karena kemiskinannya. Dan (persangkaannya terhadap) Nabi menghadap kepada mereka (pembesaran Quraisy) karena kedudukan mereka (sebagai pembesar Quraisy), sebagai pemuliaan kepada mereka. Maka Allah subhana mencela Nabi-Nya  atas hal itu.
Dan diriwayatkan dari Ash-Shadiq ‘alaihissalam bahwa beliau berkata :” “Rasulullah biasa bila bertemu Abdullah bin Ummi Maktum berkata kepadanya:”Selamat datang, Selamat datang, Tidak, demi Allah, Allah tidak akan lagi mencelaku karenamu selamanya.” Beliau biasa melakukan hal itu dalam rangka berlemah lembut (kepadanya) hingga ia(Abdullah bin Ummi Maktum) yang menghentikan Nabi shallallahu’alayhiwasallam dari penghormatan yang beliau berikan.”Selesai. (Tafsir majma’ Al-Bayan, 10/226) 
Sekarang kami persilahkan kepada ahli tafsir kami Syaikh Muhammad Amin Asy-Syanqithi yang akan menjawabnya :

وقولهتعالى:{عَبَسَوتولى}،فإنفيهمثلمافيقولهتعالى:{أَنجَآءَهُالأعمى} لأنالعبوسأمرلايتفقفيالظاهرمعقولهتعالىفيحقهصلىاللهعليهوسلم،{وَإِنَّكَلعلىخُلُقٍعَظِيمٍ}[القلم:4] وقوله : { واخفضجَنَاحَكَلِلْمُؤْمِنِينَ } [ الحجر : 88 ] .....................

والذييظهرواللهتعالىأعلم،أنهلايتأتىمعه،لأنهصلىاللهعليهوسلملميتكلمبمايسيءإلىهذالاصحابيفينفسهبشيءيسمعهفيزعجه،كلماكانمنهصلىاللهعليهوسلمإنماهوتقطيبالجبين،وهذهحركةمرئيةلامسموعة.
والحال:أنهذاأعملىلايرىتلكالحركة،فكأنهلميلقإساءةمنهصلىاللهعليهوسلم .ثمإنهصلىاللهعليهوسلممطمئنلهلماهوعليهمنخيرفيدينهكماقالفيحنين: وأكلأقواماًإلىمافيقلوبهم،أيلماأعطىالمؤلفةقلوبهم،ولميعطالأنصارعلىماهومعروففيالقصة،فلميعاتبهاللهعلىذلكورضيالأنصاروبكوافرحاًورضا .

ثمإنتقطيبالجبينوانبساطأساريرالوجهلحزنأوفرح،يكاديكونجبلياًمماكانمنهصلىاللهعليهوسلم،فهومنبابالجبليةتقريباً،كأنالمثيرلهغرضعاممنخصوصالرسالةومهمتها .

ومعذلكفقدجاءعنهصلىاللهعليهوسلمأنهكانبعدنزولهايقوللهمرحباًفيمنعاتبنيفيهربي» ،ويكرمه،وقداستخلفهعلىالمدينةمرتين .
“Dan Firman Allah Ta’ala :(Dia bermuka masam dan berpaling) dan perkaranya sama dengan Firman-Nya  (Tatkala datang kepadanya seorang yang buta) karena bermuka masam nampak secara zhahirnya adalah perkara yang tidak sejalan dengan Firman Allah mengenai keutamaan Nabi shallallahu’alayhiwasallam(dan sesungguhnya engkau berbudi pekerti yang agung)(QS. Al-Qalam : 4), dan juga Firman-Nya :(Dan hendaknya kamu merendahkan diri terhadaap orang-orang yang beriman)(QS. Al-Hajr : 88)........................
Dan yang nampak –Allahlah yang lebih mengetahuinya-, bahwasannya tidaklah datang bersamanya (?), karena Nabi shallallahu’alayhi wasallam tidaklah berbicaraburuk kepada sahabat ini (Ibnu Ummi Maktum)mengenai dirinya yang ia dengarkan hingga membuat dirinya tidak senang. Dan apa yang terjadi pada diri Nabi shallallhu’alayhiwasallam hanya sebatas mengerutkan dahi, dan ini merupakan perbuatan yang hanya dapat dilihat dan tidak dapat didengarkan.
Dari segi kondisi : bahwa orang yang buta ini (Ibnu Ummi Maktum) tidaklah melihatnya, seolah-olah tidaklah ia menerima keburukan sedikitpun dari sikap Nabi Shallallhu’alayhiwasallam.
Lalu  Nabi shallallahu’alayhiwasallam menenangkannya karena ia diatas kebaikan agamanya. Sebagaiamana Sabda nabi dalam perang hunain :”Aku menyerahkan kaum kepada sesuatu yang ada di dalam hati mereka”. Yaitu beliau memberikan (harta fai itu)yang dapat menjinakan hati mereka (untuk islam). Dan beliau tidak memberikan (harta fai) kepada kaum Anshar sebagaimana yang diketahui dalam kisah tersebut. Dan Allah tidak mencela beliau atas hal itu dan kaum anshar pun ridha serta menangis karena bahagia dan ridha.
Lalu pada dasarnya pengerutan dahi maupun wajah yang ceria dapat terjadi karena sedih atau senang, kadang merupakan tabiat yang terjadi pada diri beliau shallallahu’alayhiwasallam, dan lebih dekatnya termasuk dalam bab tabiat, seolah berasal dari kerisauan beliau terhadap pentingnya penyampaian risalah Islam (bukan karena karena ketidak sukaannya beliau terhadap kondisi Ibnu Ummi maktum-pen).
Bersamaan itu pula telah datang riwayat dari Nabi shallallahu’alayhiwasallam setelah turunnya surat tersebut yang mana beliau berkata kepadanya(Ibnu Ummi Maktum) :”Selamat datang kepada orang yang karenanya Tuhanku mencelaku” dan beliau memuliakannya serta menyerahkan urusan kota Madinah sebanyak dua kali.”
(Adwa’ Al-Bayan, 9/70-71)

Dua pernyataan tersebut di atas menyepakati bahwa bermuka masamnya Nabi shallallahu’alayhiwasallam terhadap Ibnu Ummi Maktum bukan karena kemiskinan Ibnu Ummi Maktum namun karena kerisauan beliau yang muncul atas masa depan Dakwah Islam. Beliau menujukkan hal itu seperti memberi tanda bahwa beliau sedang sibuk mendakwahi pembesar Quraisy yang andaikata mereka beriman maka menjadi kuatlah dakwah Islam. Dan beliau seolah-olah memberi isyarat “tunggulah sebentar nanti aku akan mengajarimu wahai Ibnu Maktum setelah pembesar Quraisy tersebut pulang.” Maka itulah Allah menegur beliau atas keputusan beliau yang keliru tersebut :
Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau Dia tidak membersihkan diri (beriman).(QS. Abasa : 7)

Celaan kepada beliau di dasarkan atas keputusan kemaslahatan dakwah yang beliau ambil keliru dimana beliau mengira mengutamakan mad’u(orang yang didakwahi) yang mempunyai kedudukan sosial yang tinggi lebih di dahulukan di bandingkan mad’u yang mempunyai kedudukan sosial di bawahnya. Sebagaimana Firman Allah : 
“Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup, maka kamu melayaninya.”(QS. Abasa : 5-6)

Namun Allah menegurnya bahwa yang di utamakan adalah berdakwah kepada orang yang mau menerima seruan dakwah walaupun mereka mempunyai kedudukan sosial yang rendah dimasyarakat. Karena itulah Allah menegur beliau :
“Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa), atau Dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya?”(QS. Abasa : 3-4)

Syaikh Abdurrahman Nashir As-Sa’di menerangkan hikmah kejadian tersebut
وهذهفائدةكبيرة،هيالمقصودةمنبعثةالرسل،ووعظالوعاظ،وتذكيرالمذكرين،فإقبالكعلىمنجاءبنفسهمفتقرالذلكمنك،هوالأليقالواجب،وأماتصديكوتعرضكللغنيالمستغنيالذيلايسألولايستفتيلعدمرغبتهفيالخير،معترككمنهوأهممنه،فإنهلاينبغيلك،فإنهليسعليكأنلايزكى،فلولميتزك،فلستبمحاسبعلىماعملهمنالشر.
فدلهذاعلىالقاعدةالمشهورة،أنه: " لايتركأمرمعلوملأمرموهوم،ولامصلحةمتحققةلمصلحةمتوهمة "

 Dan kejadian ini memberikan faidah yang besar, merupakan tujuan diutusnya para Rasul,memberi nasehat kepada orang yang mau dinasihati, memberi peringatan kepada orang yang mau menerimannya. Menghadapnya engkau kepada orang yang datang kepadamu dengan perasaan butuh kepada pengajaran darimu maka dialah yang lebih pantas wajib di utamakan. Adapun pelayananmu dan penerimaanmu terhadap orang yang kaya namun mersa cukup dari kebenaran yang tidak maubertanya dan meminta fatwa agama karena ketiadaan cintaannya kepada kebaikan. Bersamaan itu pula engkau meninggalkan orang yang lebih penting diutamakan dibandingkan mereka. Maka hal itu sesuatu yang tidak pantas bagimu. Tidak ada kewajibanmu bila ia tidak mau menyucikan dirinya. Maka jika ia tidak mau menyucikan jiwanya maka engkau tidak dihisab(bertanggung jawab) atas perbuatan buruknya.
Maka hal ini menunjukkan atas sebuah kaedah yang terkenal : tidak meninggalkan perkara yang telah pasti karena (menunggu) perkara yang masih samar, dan tidak meninggalkan kemaslahatan yang dapat diperoleh dengan pasti  karena ( mencari) maslahat yang belum tentu dapat diperoleh dengan pasti.
 (Tafsir As-Sa’di hal. 910)
Dari beberapa penjelasan di atas, bermuka masamnya Rasulullah shallallahu’alayhiwasallam terhadap Abdullah bin Ummi Maktum tidaklah menggugurkan keagungan akhlaknya yang telah disebutkan di dalam Surat Al-Qalam. Perbuatan beliau tersebut bukan berasal dari cita-cita rendah mengagungkan dunia namun berasal dari cita-cita yang tinggi demi kemajuan dakwah Islam.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar