3.
Dari segi gaya bahasa
Lalu kalian membuat para pembaca ragu sebagai
berikut :
Bagaimanapun, faktanya adalah
Qur'an tidak memberikan keterangan apapun bahwa orang yang bermuka masam kepada
orang buta adalah Nabi Muhammad SAW dan juga tidak memastikan siapa yang dituju
(oleh ayat tersebut). Dalam ayat-ayat di atas Allah SWT tidak mengalamatkan kepada
Nabi Muhammad SAW entah oleh nama atau julukannya (yakni wahai Muhammad, atau
wahai Nabi, atau wahai Rasulullah).
(Antologi Islam,hal.
60-61)
Kami
bertanya pula kepada kalian: “dari manakah pula keterangan bahwa pelaku
tersebut adalah Utsman bin Affan, sedangkan Al-Quran tidak menyebutkan
sedikitpun nama Utsman bin Affan?”
Lalu kami merasa
aneh dengan pernyataan kalian :
Lebih dari itu, terjadi perubahan
kata benda dari `dia’ dalam dua ayat pertama kepada ‘engkau’ dalam
ayat-ayat terakhir dalam surah tersebut. Allah tidak menyatakan, ‘Engkau
bermuka masam dan berpaling’. Alih-alih, Yang Maha Kuasa menyatakan, Dia
bermuka dan berpaling (ketika ia tengah bersama Nabi). Karena telah datang
kepadanya seorang yang buta. Tahukah kamu bahwa ia (orang buta tersebut) ingin
membersihkan dirinya dari dosa (QS. 80:1-3).
Kendatipun kita mengandaikan bahwa
‘engkau’ dalam ayat ke tiga tertuju kepada Nabi Muhammad SAW, maka nyatalah
dari tiga ayat di atas bahwa kata-kata ‘dia’ (orang yang bermuka masam)
dan ‘kamu’ tertuju pada dua orang yang berbeda. Dua ayat selanjutnya
mendukung gagasan ini; Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup,maka
kamu melayaninya (QS. 80: 5-6).
(Antologi Islam,hal.
60-61)
Kami katakan “Janganlah kalian licik dan menambah
keraguan dengan berdusta terhadap pendapat al-Qumi tokoh kalian yang tidak
membedakan antara “dia” dan “engkau” yang tetap tertuju hanya pada satu
orang saja dalam surat tersebut, perhatikan perkataan Al-Qumi :
سورة عبس مكية (بسم الله الرحمن الرحيم عبس وتولى أن
جاء ه الاعمى) قال: نزلت في عثكن وابن أم مكتوم وكان ابن أم مكتوم مؤذنا لرسول
الله صلى الله عليه وآله وكاناعمى، وجاء إلى رسول
الله صلى الله عليه وآله وعنده اصحابه وعثكن عنده، فقدمه رسول الله صلى الله عليه
وآله عليه فعبس وجهه وتولى عنه فانزل الله عبس وتولى يعني عثكن ان جاءه الاعمى
(وما يدريك لعله يزكى) أي يكون طاهرا ازكى (او يذكر) قال يذكره رسول الله صلى الله
عليه وآله ثم خاطب عثكن فقال: (أما من استغنى فأنت له تصدى) قال انت إذا جاء ك غني
تتصدى له وترفعه (وما عليك ألا يزكى) أي لا تبالي زكيا كان او غير زكي إذا كان
غنيا (وأما من جاء ك يسعى) يعنى ابن ام مكتوم (وهو يخشى فأنت عنه تلهى) أي تلهو
ولا تلتفت اليه
“Surat
Abasa turun di Mekah.(Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
Dia bermuka masam dan berpaling tatkala datang kepadanya seorang yang buta). Ia
berkata : Ayat tersebut diturunkan kepada Utskan(maksudnya
Utsman-pen) dan Ibnu Ummi Maktum, Ibnu Ummi Maktum adalah seorang muadzin
Rasulullah shallallahu’alayhiwa ‘ala alihi wa sallam dan ia adalah
seorang buta. Ia pernah datang kepada Rasulullah shallallahu’alayhi wa alihi
wasallam dan bersama beliau terdapat
para sahabatnya dan Utskan. Maka Rasulullah shallallahu’alayhiwa ‘ala alihi
wa sallam mendahulukannya, saat itu bermuka masamlah ia dan berpaling
darinya maka Allah menurunkan ayat :”Dia bermuka masam dan berpaling , yaitu
Utskan. Tatkala datang kepadanya seorang yang buta (tahukah kamu barangkali
ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa)) yakni menjadi seorang yang
menyucikan dirinya (atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran) ia berkata :
Rasulullah shallallahu’alayhi wa alihi wasallam memberikan pengajaran padanya. Kemudian
seruan kepada Utskan(Utsman-pen) maka Dia berfirman :( Adapun orang yang
merasa dirinya serba cukup Maka kamu melayaninya) Dia berfirman :engkau ini
jikalau datang kepadamu orang kaya kamu layani dia dan kamu muliakan ia,(
Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman))
yakni kamu tiada urusan padanya entahkan ia menjadi orang yang mensucikan diri
ataukah tidak walaupun ia orang kaya (dan Adapun orang yang datang kepadamu
dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran)) yaitu Ibnu Ummi Maktum (sedang
ia takut kepada (Allah), maka kamu mengabaikannya) yaitu kamu
mengabaikannya dan tidak mau memperhatikannya.
(Tafsir Al-Qumi,2/405-406)
Silahkan unggah :
Lihatlah sendiri kata “dia
dankamu ” di alamatkan kepada Utsman menurut Al-Qumi.
Begitu pula Al-Murthadha, ia berkata :
لأن العبوس ليس من صفات النبي(ص) مع الأعداء
المباينين، فضلاً عن المؤمنين المسترشدين، ثم الوصف بأنّ يتصدّى للأغنياء ويتلّهى
عن الفقراء، لا يشبه أخلاقه الكريمة
”.......karena bermuka masam bukanlah sifat Nabi shallallahu’alayhi
ala alihi wasallam terhadap musuh-musuhnya yang nyata, apalagi terhadap orang beriman
yang mencari bimbingan. Lalu (dia - orang yang bermuka masam-pen) disifati
dengan orang yang maunya hanya melayani orang kaya dan mengabaikan orang
miskin, hal itu tidaklah menyerupai Akhlak yang mulia........(Tafsir Majma’
Al-Bayan, 10/266)
Kami bertanya kepada
kalian, Ahli tafsir manakah yang memisahkan antara kata “dia” dan” kamu” dari
surat Abasa tersebut?Maka kami tidak perlu bersusah payah membongkar
kelicikan kalian.
Untuk lebih jelasnya cobalah kalian perhatikan
ayat berikut :
Karena telah datang
seorang buta kepadanya.(QS. Abasa : 2)
Kata (جاءه) “telah datang kepada-nya”,
bila di cermati kata (جاء) “dia (orang buta) datang”
fi’il madhi sekaligus fa’il yang menashabkan kata (ه
)”dia (orang yang bermuka masam)” dalam bentuk dhamir (kata ganti orang ketiga)
dalam keadaan manshub karena menjadi maf’ul(penderita/obyek).
Ini menunjukkan orang
yang bermuka masam yang didatangi oleh orang buta adalah satu-satunya orang
yang dituju oleh orang buta tersebut yang mana karena ada suatu keperluan
padanya. Lalu alasan apakah yang menyebabkan orang buta tersebut menemui orang
yang akan bermuka masam padanya? Jawabannya nampak pada ayat berikut :
Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan
dirinya (dari dosa). atau Dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran
itu memberi manfaat kepadanya?”(QS. Abasa : 3-4)
Maka khithab(seruan) “kamu” dari وما يدريكyang
ma’thuf (disambungkan) dengan عبس (dia bermuka masam) merupakan pemberitahuan kepada orang yang
bermuka masam tersebut mengenai tujuan orang buta tersebut datang kepadanya.
Dan nyata sekali orang yang bermuka masam di cela
karena perbuatannya yang keliru :
“ Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup. Maka
kamu melayaninya. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau
Dia tidak membersihkan diri (beriman). dan Adapun orang yang datang
kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran), sedang ia takut
kepada (Allah), Maka kamu
mengabaikannya.”
Maka mengertilah orang bermuka masam tersebut
hakikat permasalahannya :
“ Padahal tidak ada (celaan) atasmu
kalau dia tidak membersihkan diri (beriman).”(QS. Abasa : 7)
Yaitu “kamu hanya sebatas menyeru dan
menyampaikannya saja.”
Ayat tersebut menunjukkan tugas Rasul sebagaimana dalam
ayat yang lain:
" Sesungguhnya kamu hanyalah seorang pemberi peringatan” (QS.
Ar-Ra’du :7)
“ kewajibanmu tidak lain hanyalah menyampaikan (risalah). “(QS.
Asy-Syura : 48)
Jadi akan terasa aneh
bila kata “dia” dan “kamu” dipisahkan buat dua oknum yang berbeda.
Pernyataan kalian tersebut menunjukkan dangkalnya
ilmu kalian mengenai gaya bahasa yang dipakai di dalam Al-Quran. Mengenai
perubahan bentuk kata dia menjadi engkau dalam surat Abasa silahkan
perhatikan perkataan Ulama Syiah rujukan kalian sendiri Syaikh Ath-Thabrasi
dalam kitabnya Tafsir Majma’ Al-Bayan juz 10 hal. 266-267 :
المعنى : ( عبس ) أي بسر وقبض وجهه ( وتولى ) أي أعرضن
بوجهه ( أن جاءه الأعمى ) أي لأن جاءه الأعمى ( وما يدريك لعله ) أي لعل هذا
الأعمى ( يزكى ) يتطهر بالعمل الصالح ، وما يتعلمه منك ( أو يذكر ) أي يتذكر فيتعظ
بما يعلمه من مواعظ القرآن . ( فتنفعه الذكرى ) في دينه . قالوا : وفي هذا لطف من
الله عظيم لنبيه ( ص ) ، إذ لم يخاطبه في باب العبوس ، فلم يقل عبست . فلما جاوز
العبوس عاد إلى الخطاب فقال . وما يدريك . )إنتهى(
“ Makna : ( عبس )(Dia bermuka masam) yaitu memasamkan dan mengerutkan mukanya, وتولى) ) (Dan
berpaling) yaitu memalingkan wajahnya,
( أنجاءهالأعمى ) (Tatkala datang
kepadanya seorang yang buta) yaitu datang kepadanya seorang buta, ( ومايدريكلعله ) (tahukah kamu barangkali ia )
barangkali orang yang buta ini (
يزكى )(ingin membersihkan dirinya) menyucikannya
dengan amalan yang shalih, dan belajar sesuatu darimu,
( أويذكر )( atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran)
yakni mendapat pengajaran maka menerima nasihat dari pengajaran yang berasal
dari Al-Quran.
( فتنفعهالذكرى ) (maka bermanfatlah peringatan tersebut
baginya) bagi agamanya. Mereka berkata : dan dalam nya terdapat kelembutan Allah
kepada Nabi-Nya shallallahu’alayhi wa ‘ala alihi wasallam. Dimana Allah
tidak menyeru (dengan mengunakan kata ganti orang kedua “kamu”-pen) dalam bab
bermuka masam (pada ayat pertama-pen). Allah tidak berfirman “Engkau telah
bermuka masam.”Namun tatkala telah selesai penyinggungan “bermuka masam” maka
kembalilah kepada khithab(seruan orang kedua yaitu “kamu”-pen) maka
Allah berfirman(
ومايدريكلعله ) (tahukah kamu).”Selesai.
Silahkan unggah :
Sekarang giliran kami
Ahlu Sunnah menjabarkannya melalui perkataan Ibnu Zaidrahimahullah:
إنماعبسالنبيصلىاللهعليهوسلملابنأممكتوموأعرضعنه،لانهأشارإلىالذيكانيقودهأنيكفه،فدفعهابنأممكتوم،وأبىإلاأنيكلمالنبيصلىاللهعليهوسلمحتىيعلمه،فكانفيهذانوعجفاءمنه.
ومعهذاأنزلاللهفيحقهعلىنبيهصلىاللهعليهوسلم:"عبسوتولى"بلفظالاخبارعنالغائب،تعظيمالهولميقل:عبستوتوليت. ثمأقبلعليهبمواجهةالخطابتأنيسالهفقال:"ومايدريك"أييعلمك"لعله"يعنيابنأممكتوم"يزكى" بماأستدعىمنكتعليمهإياهمنالقرآنوالدين،بأنيزدادطهارةفيدينه،وزوالظلمةالجهلعنه.
“ Hanyasanya Nabi shallallahu’alayhiwasallam bermuka
masam kepada Ibnu Ummi Maktum dan berpaling darinya, karena beliau telah
memberikan isyarat kepada orang yang menuntunnya untuk mencegahnya(untuk
sementara-pen). Namun Ibnu Ummi Maktum menolaknya dan ia tidak mau kecuali ia
dapat berbicara dengan Nabi shallallahu’alayhiwasallam hingga Nabi mau
mengajarinya. Perbuatan Ibnu Ummi maktum tersebut sebenarnya sebagian dari
adab yang buruk. Bersamaan itu Allah menurunkan ayat atas haknya Ibnu Ummi
maktum (untuk meninggikan hatinya sebagai rukhsah karena ia seorang yang buta
yang tidak tahu situasi sesungguhnya-pen)kepada Nabi-Nya shallallahu’alaihiwasallam : “Dia
bermuka masam ” (Dia dalam bentuk kata orang ketiga-pen)sebagai bentuk
pemuliaan(maksudnya pengajaran secara halus-pen) kepada Nabi (ketika Allah
menegur beliau-pen). Pengkabaran datang dalam bentuk ghaib(kata ganti
orang ketiga).Dan Allah tidak berfirman :”engkau telah bermuka masam dan
berpaling.” Lalu mengarah kepada beliau dengan bentuk seruan (kamu) sebagai
bentuk kelembutan Allah kepada beliau. Allah berfirman :ومايدريك ”tahukah kamu” yakni ia mengetahuimu, لعله “agar dia” Ibnu Ummi Maktum dapat menyucikan
dirinya dengan apa yang ia butuhkan dari pengajaranmu kepadanya mengenai
Al-Quran dan ilmu agama. Yang dengannya makin meningkatlah pensucian agamanya,
dan lenyaplah gelapnya kebodohan.”(Tafsir Qurthubi,19/213)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar