Menyongsong Khilafah Kasyidah di atas Minhaj Nubuwah

21 Oktober 2011

Nabi Seperti Musa ( C.Seperti Musa)


C.   Seperti Musa
Lalu maksud kata nabi seperti Musa, maka interprestasi (penafsiran) yang tepat terdapat di dalam Ulangan 34 : 10-12, sebagai berikut :
10 Seperti Musa yang dikenal Tuhan dengan berhadapan muka, tidak ada lagi nabi yang bangkit di antara orang Israel,11dalam hal segala tanda dan mujizat, yang dilakukannya atas perintah Tuhan di tanah Mesir terhadap Firaun dan terhadap semua pegawainya dan seluruh negeri-nya, 12dan dalam hal segala perbuataan kekuasaan dan segala kedahsyatan yang besar yang dilakukan Musa di depan seluruh orang Israel.

Dapat kita simpulkan menjadi dua bentuk kriteria kemiripan, yaitu :
1.       “Seperti Musa yang dikenal Tuhan dengan berhadapan muka”
2.       “dalam hal segala tanda dan mujizat, yang dilakukannya atas perintah Tuhan di tanah Mesir terhadap Firaun dan terhadap semua pegawainya dan seluruh negeri-nya dan dalam hal segala perbuataan kekuasaan dan segala kedahsyatan yang besar yang dilakukan Musa di depan seluruh orang Israel.
Penjelasan :
1.       Yang dimaksud “ berhadapan muka” adalah pertemuan langsung tanpa perantara sebagaimana dalam Keluaran 33 :11 ;
            11Dan Tuhan berbicara kepada Musa dengan berhadapan muka seperti seorang berbicara kepada temannya ;.........
      Adapun musa pada saat itu tidak dapat memandang Tuhan sebagaimana dalam Keluaran 33: 20,
            20Lagi Firman-Nya : “ Engkau tidak tahan memandang wajah-Ku, sebab tidak ada orang yang memandang Aku dapat hidup
      Dalam keluaran 3 : 6, dinyatakan Musa menutupi wajahnya :
            6Lagi Ia berfirman : “Akulah Allah ayahmu, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub.” Lalu Musa menutupi mukanya, sebab ia takut memandang Allah.
            Hal ini memberikan keterangan Musa bertemu dengan Allah namun Musa tidak dapat memandang-Nya karena menghindari kebinasaan dari melihat-Nya.
            Hal seperti ini telah terjadi pada diri Nabi Muhammad ketika Ia di Mi’rajkan ke Sidratul Muntaha (daerah yang telah melewati batas-batas langit yang ke-tujuh) pada tahun ke-sebelas setelah masa menerima wahyu yang pertama kali. Sebagaimana dalam riwayat Anas bin Malik bahwa Rasulullah shallahu`’ alaihi wasallam pernah bersabda:
      “ .....kemudian ia (Jibril) pergi bersamaku ke sidratul muntahadan daunya seperti telinga gajah dan buahnya seperti guci besar.”
    Beliau bersabda lagi :“Tatkala sesuatu menutupinya dengan perintah Allah ia pun berubah-ubah. Tiadaseorangpun dari makhluk ciptaan Allah yang mampu menggambarkannya karena terlalu indah. Maka Allah mewahyukan kepadaku dan mewajibkan atasku(dan umatku) shalat lima puluh waktu dalam sehari semalam. Maka aku turun menemui Musa shallallahu’alahiwasallam.
    Maka ia berkata ;’ apakah yang telah Allah wajibkan atas umatmu ?’ Aku menjawab: “ Shalat lima puluh waktu” Berkata Musa :’Kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah kepadanya keringanan! Maka sesungguhnya umatmu tidak akan mampu melaksanakannya. Aku telah mencobanya pada Bani Isra’il dan telah aku kabarkan hal itu kepada mereka.’ Maka aku kembali kepada Tuhanku, aku berkata :“Wahai Tuhanku berilah keringanan bagi umatku !”
         Maka(Allah) mengurangi lima waktu. Maka aku kembali lagi mendatangi Musa. Maka aku berkata :”Telah dikurangi atasku sebanyak lima waktu.” Musa berkata :’Sesungguhnya umatmu tidak akan mampu melaksanakannya, kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah kepadanya keringanan!’
    Maka Beliau berkata :”Maka aku terus-menerus bolak-balik menemui Tuhanku Tabaraka wa Ta’alaa dan Musa ‘alaihissalam hingga(Allah) berfirman  :”Wahai Muhammad sesungguhnya itulah shalat limat waktu sehari semalam dan pada setiap shalat bernilai sepuluh. Maka hal itu sama saja menjadi lima puluh kali sholat dan barangsiapa yang berkeinginan melakukan kebaikan dan belum mengerjakannya, maka ditetapkanlah baginya satu pahala kebaikan. Jika ia benar-benar melakukannya, maka ditetapkanlah baginya sepuluh pahala kebaikan. Barangsiapa yang berkeinginan melakukan keburukan dan belum mengerjakannya, maka tidak dituliskan apapun baginya. Jika ia benar-benar melakukannya, maka ditulislah baginya satudosa keburukan.”
    Aku kemudian turun hingga sampai ketempat Musa shallallahu’alahiwasallam maka aku menceritakan hal itu kepadanya. Maka ia berkata: ‘Kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah kepadanya keringanan!’ Aku menjawab :”Aku sudah terlalu banyak bolak-balik menemui Tuahnku sampai aku malu sendiri kepada-Nya.”( HR. Muslim no. 234)
      Berkata Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani :
“Kadang akan ada yang mempermasalahkan melihat(bertemu) para nabi di beberapa (lapis)langit padahal jasad mereka tetap berada di kuburan mereka masing-masing di bumi. Dan saya  menjawabnya ;” (Bisa jadi ) rupa arwah-arwah mereka berbentuk seperti  rupa jasadnya atau jasad mereka dihadirkan kembali untuk bertemu dengan Nabi shallallahu’alaihiwasallam pada malam itu sebagai bentuk pemuliaan dan penghormatan kepada beliau.”
Hadits Abdurrahman bin Hasyim dari Anas memperkuat hal itu (yang berbunyi) “.....dan dibangkitkanlah Adam kepada-nya(Nabi Muhammad), maka orang-orang selainnya (Adam) dari kalangan para nabi...”
Maka hendaklah engkau memahaminya(permasalahan) ini! Dan saya telah memberikan petunjuk mengenai hal itu pada bab sebelumnya. (Ibnu Hajar Al-Asqalany, Fath Al-Bari Syarh Shahih al-Bukhari, 11/216)

            Pertemuan antara nabi yang telah wafat berabad-abad lamanya dengan orang yang baru  mati terdapat dalam kisah berikut;

            22Kemudian matilah orang miskin itu, lalu dibawa oleh malaikat-malaikat ke pangkuan Abraham. 23Orang kaya itu juga mati lalu dikubur. Dan sementara ia menderita sengsara di alam maut ia memandang ke atas, dan dari jauh dilihatnya Abraham, dan Lazarus duduk di pangkuannya. ....................................30.Jawab orang itu : Tidak, bapa Abraham, tetapi jika ada seorang yang datang dari antara orang yang mati kepada mereka, mereka akan bertobat. 31Kata Abraham kepadanya : Jika mereka tidak mendengarkan kesaksian Musa dan para nabi, mereka tidak juga mau diyakinkan, sekalipun oleh seorang yang bangkit dari antar orang yang mati.
                                                                        (Injil Lukas 16 : 22-31)

            Dalam kisah di atas, Lazarus yang miskin dan orang kaya, hidup pada zaman Yesus, sedangkan Nabi Abraham meninggal berabad-abad sebelumnya. Pertemuan mereka ini terjadi setelah kematian mereka. Si kaya meminta agar Lazarus mau menemui keluarganya yang masih hidup agar bertobat, menunjukkan hal itu dapat terjadi, walaupun Nabi Abraham tidak mengabulkan permintaannya tersebut. Sehingga hal yang di alami Nabi Muhammad shallallahu’alaihiwasallam bertemu dengan para nabi yang telah wafat sebelum kelahiran beliau,  bukan sesuatu yang dapat ditolak karena hal itu dibawah kehendak Allah Ta’aalaa yang telah mengutus para nabi sebelumnya sebagaimana atas izin Allah, Yesus Mesias diberi mu’jizat dapat membangkitkan Lazarus dari kematiannya.
            Mengenai pertemuan antara Allah dengan Nabi Muhammad, salah seorang sahabat pernah bertanya apakah pada saat itu beliau melihat Allah. Sebagaimana riwayat dari Abu Dzar, dia berkata ;
      ‘Aku bertanya kepada Rasulullah (Nabi Muhammad) shallallahu’ alaihiwasallam “Apakah engkau melihat Tuhanmu ?”Beliau menjawab;”Cahaya saja yang dapat saya lihat.”(HR. Muslim no. 261)
            Yang dimaksud cahaya disini adalah cahaya yang menghalangi penglihatan Nabi Muhammad kepada Allah, sehingga Nabi hanya dapat mendengar Firman Allah saja. Hal sebagaiaman riwayat dari Abu Musa ia telah berkata :
      “Rasulullah shallallahu’ alaihiwasallam telah menyampaikan kepada kami lima kalimat : Maka Beliau bersabda :”Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla tidak tidur dan tidak pantas baginya tidur, Dialah yang menurunkan dan menaikkan timbangan dan kepada-Nyalah diangkat amalan di malam hari sebelum masuk waktu siang dan amalan siang sebelum masuk waktu malam, hijabnya(penghalangnya) adalah cahaya -sedangkan dalam riwayat Abu Bakar- adalah api. Jikalau Dia singkapkan hijab-Nya tentulah kemulian wajahNya akan membakar sejauh akhir (tanpa batas) pandangan-Nya kepada (seluruh)makhluk-Nya.”(HR. Muslim no. 263)

            Hijab disini adalah nur(cahaya) yang menghalangi pandangan mata makhluk kepadan-Nya agar makhluk-Nya tidak terbakar atas kemuliaan Wajah-Nya.`
            Di dalam Perjanjian lama tidak diceritakan Nabi Musa bertemu dengan Allah dihijabi dengan cahaya. Yang terjadi pada diri Nabi Muhammad ketika bertemu Allah dihalangi pandangan mata beliau dengan nur(cahaya) agar beliau tidak binasa melihat Allah. Dan tetaplah pertemuan Nabi Muhammad disini adalah pertemuan yang dinyatakan dalam  Ulangan 34 : 10, sebagai “ berhadapan muka” sama seperti Nabi Musa. Walaupun terdapat cahaya yang menghijabi pandangan beliau, tetaplah kondisi itudapat disebut dengan berhadapan muka sebagaimana bila kita bertemu dengan seseorang secara berhadapan, namun pada saat itu terdapat sorot cahaya yang sangat silau dari arahnya maka tentunya padangan kita terhalangi dari melihatnya,namun tetap kita disebut berhadapan muka dengannya.
            Dari riwayat hadits-hadits di atas menunjukkan Nabi Muhammad shallallahu’alaihiwasallam sama seperti Nabi Musa.

2.    “Dalam hal segala tanda dan mujizat, yang dilakukannya atas perintah Tuhan di tanah Mesir terhadap Firaun dan terhadap semua pegawainya dan seluruh negeri-nya, dan dalam hal segala perbuataan kekuasaan dan segala kedahsyatan yang besar yang dilakukan Musa di depan seluruh orang Israel.”
      Untuk lebih mudahnya dapat dilihat dalam tabel berikut :

                                                 Kemiripan Nabi Musa dan Nabi Muhammad
Dalam Hal Mujizat dan Kebesaran (Ulangan 34 : 10-12)
Segi
persamaan
Nabi Musa
Nabi Muhammad
Segi Mujizat
Membelah lautan (Kel 14:21-29)
Membelah bulan[1]
Mengalahkan Firaun, tukang sihirnya dan kaumnya dengan Tongkat, sinar putih dari sakunya dan 10 tulah.[2]
Mengalahkan kaum Arab dengan Al-Quran[3]
Diturunkannya makanan Manna  (Kel 16 : 31)
Memperbanyak makanan

Menawarkan air asin untuk diminum kaumnya  (Kel 15 : 25)
Memperbanyak air
Segi Kebesaran
Membawa Hukum (pidana & perdata) agama yang baru (hukum Taurat)
Membawa Hukum (pidana & perdata) agama yang baru (Syariat Islam)
Menjadi pemimpin kaumnya dengan aturan Taurat
 Menjadi pemimpin kaumnya dan umatnya dengan aturan syariat islam
Mengalahkan musuh-musuhnya dalam peperangan
 Mengalahkan musuh-musuhnya dalam peperangan


[1]Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu menyampaikan : 
 “Bahwa penduduk mekah meminta kepada Rasulullah (Nabi Muhammad)  shallallahu’alihiwasallam agar beliau dapat memperlihatkan kepada mereka sebuah tanda(mujizat kebenaranyang belau bawa), maka belaiu memperlihatkan kepada mereka terbelahnya bulan (menjadi dua). (HR. Al-Bukhari )
[2]Mujizat yang ada pada setiap Rasul disesuaikan dengan kemajuan bidang tertentu pada kaum yang mereka hadapi sampai pada batas kemampuan mereka . Di zaman Musa, kemajuan sihir merupakan hal yang  sangat diagungkan. Sedangkan pada masa Yesus, kemajuan pengobatan adalah suatu yang dibanggakan. Dan pada masa nabi Muhammad, kemajuan terjadi pada sastra dan syair.
[3]“Perkataan orang arif itu seperti tongkat tajam seorang gembala, tongkat yang dipakainya untuk melindungi dombanya. Kumpulan amsal dan nasihat, seperti paku yang tertancap kuat. Semua itu pemberian Allah juga, gembala kita yang satu-satunya”.(Pkh 12:11)
Baca Selengkapnya >>>>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar