MEMBONGKAR KEDUSTAAN
KISAH DONGENG DARI
NEGERI 1001 DUSTA SYIAH
BRIGADE PEMBUNGKAM
MULUT SYIAH
Dengan menyebut Nama
Allah Maha Pengasih Maha Penyayang
Segala puji bagi Allah. Shalawat dan
salam kepada Rasulullah berserta keluarga dan para sahabat beliau seluruhnya.
Salah satu burung beo syiah rafidhah yang sering mencela para
sahabat yang mulia adalah si......hangus(maaf tidak pantas baginya menyandang
nama Abu Bakr namun pantas baginya si .....Hangus, semoga Allah menjadikan
tubuhnya sebagai bahan bakar neraka bila ia tidak bertaubat dari perbuatan
kejinya ini). Allah Ta’ala berfirman :
فَاتَّقُوا
النَّارَ الَّتِي وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ أُعِدَّتْ لِلْكَافِرِينَ
“Maka takutlah kalian terhadap neraka yang bahan bakarnya adalah
manusia dan bebatuan, yang dipersiapkan bagi orang-orang yang kafir.”(QS.
Al-Baqarah : 24)
Si....hangus ini berdongeng
dengan menggunakan kitab yang mempunyai
riwayat yang tidak dapat dipertanggung jawaban keaslian beritannya seperti
Nahjul Balaghah atau juga riwayat-riwayat yang lemah bahkan syadz lagi
dicuragai dusta. Atau membumbui cerita yang sebenarnya pedasnya biasa-biasa
saja namun si...hangus ini makin menambahnya hingga lebih pedas atau yang
tadinya tidak pedas dia tumbahkan bumbu yang sangat pedas. (maaf ya para
pembaca kami mengingatkan cara memasak)
Nah kita ambil kesimpulan
si.....hangus dalam tulisannya yang sangat dusta sekali.
Kepada para pembaca sengaja kami tidak membantahnya dari awal tulisan si....Hangus ini, tapi kami
mulai dari kesimpulan tulisannya untuk mendapatkan ide licik si...Hangus ini.
Karena cerita licik yang dia copas berasal dari
kesimpulannya.
Si....hangus mengatakan :
1.
Tindakan mengadakan
pertemuan di Saqifah itu sendiri oleh banyak kalangan dianggap sebagai tindakan
salah. Karena selama ini masjid dianggap sebagai pusat kegiatan Islam.
...............................................................................
Kesimpulannya (secara
terselubung) menurut Si....hangus pertemuan yang akhirnya pengangkatan Abu
Bakar Ash-Shidiq radhiyallahu’anhu di Saqifah tidak syah kecuali harus di
masjid. Inilah sebenarnya yang ia maksud yang ia sembunyikan dalam hatinya.
Kami bertanya kepada si....Hangus
sejak kapan pertemuan yang syah dan benar dapat diterima itu mempunyai syarat
wajib harus di Masjid?????
Siapakah yang dia maksud banyak
kalangan?????? Bukankah para sahabat Rasul shallallahu’alaihiwasallam terutama
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu tidak mempermasalahkannya. Kok kalian
malah yang mempermasalahkannya???? Apakah kalian merasa lebih benar
dibandingkan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’ahu???
Kesimpulan yang kedua
si.....Hangus berkata :
2.
Pertemuan itu sendiri
bukanlah musyawarah karena banyak sahabat tidak diikutsertakan.
.................................................................................................................
Coba definisikan kepada kami
apakah yang dimaksud dengan musyawarah????
Apakah dua orang yang berembuk
memutuskan sesuatu diantara dua kelompok besar bukan musyawarah??????? Bisa
jadi si....hangus ini menginginkan seharusnya Ali dihadirkan pula atau semua
sahabat dihadirkan. Bila begitu baru disebut musyawarah. “ nah giliran kami
bertanya :”Apakah Ali mempermasalahkan pertemuan tersebut dan keluar dari mulut
beliau bahwa hal tersebut bukan musyawarah sehingga tidak syah.”
Perhatikanlah riwayat berikut
yang dikeluarkan oleh Musa bin ‘Uqbah di dalam kitab Maghazi-nya :
عن سعد بن ابراهيم حدثني ابي أن أباه عبد الرحمن بن عوف كان
مع عمر وان محمد بن مسلمة كسر سيف الزبير ثم خطب ابو بكر واعتذ الى الناس وقال ما
كنت حريصا على الامارة يوما ولا ليلة ولا سالتها في سر ولا علانية فقبل المهاجرون
مقالته وقال علي والزبير ما غضبنا إلا لأنا اخرنا عن المشورة وانا نرى ان ابا بكر
احق الناس بها انه لصاحب الغار وانا لنعرف شرفه وخبره ولقد امره رسول الله صلى
الله عليه وسلم ان يصلي بالناس وهو حي
“Dari Sa’ad bin Ibrahim berkata:”
telah menceritakan kepadaku Ayahku bahwa Ayahnya Abdur Rahman bin Auf bersama
Umar. Dan Muhammad bin Maslamah menghancurkan pedang Zubair. Lalu Abu bakar
berkhutbah dan ia meminta udzur kepada manusia. Beliau berkata :”Aku tidaklah
menginginkan sekali kepemimpinan seharai dan tidak juga semalam, dan aku juga
tidak memintanya baik dengan sembunyi-sembunyi maupun secara
terang-terangan.”Maka kaum Muhajirin menerima perkataannya tersebut. Berkata
Ali dan Zubair :”Tidaklah kami marah kecuali karena kami terlambat dari MUSYAWARAH
dan kami berpendapat bahwa Abu Bakar adalah orang yang paling berhak dengan
kepemimpinan. Dialah yang sahabat(Rasul) di dalam Gua, dan kami mengetahui
kemuliaannya dan pengalamannya. Dan sesungguhnya Rasulullah
shallallahu’alaihiwasallam telah memerintahkannya menjadi Imam shalat bagi
manusia dan beliau masih hidup.”(Al-Hafizh Ibnu Katsir menyatakan riwayat ini
sanadnya Jayyid (bagus), Al-Bidayah wa An-Nihayah, 5/250)
Maka itulah Imam Nawawi
rahimahullah menjelaskan mengenai keterlambatan Ali radhiyallahu’anhu dalam
membaiat Abu Bakar radhiyallahu’anhu :
“Meskipun demikian
keterlambatannya itu tidak membuat baiat tersebut tercemar dan tidak pula
mencemarkan Ali. Adapun ba’iat, para ulama telah sepakat bahwa memba’at seluruh
manusia dan seluruh anggota Ahlul Halli wal ‘Aqdi bukan menjadi syarat syahnya
ba’iat tersebut. Yang disyaratkan adalah memba’iat orang yang memungkinkan
dengan mudah berkumpul, baik dari kalangan ulama, para pemimpin dan tokoh
masyarakat.”(Syarah Muslim lin- Nawawi, 8/77)
Segala puji bagi Allah....mau
kemana lagi ente mau lari wahai si...hangus???????
Kami ajarkan pada anda bahwa
musyawarah pemilihan pemimpin dalam Islam tidak mesti harus dihadiri semua
orang yang ikut dalam permasalahan yang sedang dibicarakan namun cukup para
pembesar atau Ahli Halli wal Aqdi bermusyawarah maka itu telah menjadi syahnya
keputusan yang diambil.
Buktinya dua kelompok besar
(muhajirin dan Anshar) merasa cukup dengan pembicaraan antara beberapa pembesar
sahabat dari kalangan dua kelompok tersebut. Perhatikanlah riwayat berikut ini
tatkala kaum muslimin mengetahui berita kepastian wafatnya Rasulullah
shallallahu’alaihiwasallam yang disampaikan Abu bakar :
قَالَ فَنَشَجَ النَّاسُ يَبْكُونَ قَالَ وَاجْتَمَعَتْ الْأَنْصَارُ
إِلَى سَعْدِ بْنِ عُبَادَةَ فِي سَقِيفَةِ بَنِي سَاعِدَةَ فَقَالُوا مِنَّا أَمِيرٌ
وَمِنْكُمْ أَمِيرٌ فَذَهَبَ إِلَيْهِمْ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ وَأَبُو
عُبَيْدَةَ بْنُ الْجَرَّاحِ
“Perawi ('Amru) berkata; "Maka
orang-orang menangis tersedu-sedu.” Perawi berkata lagi; "Kemudian kaum
Anshar berkumpul menemui Sa'ad bin 'Ubadah di tenda Bani Sa'adah lalu mereka
berkata; "Dari pihak kami ada pemimpinnya begitu juga dari pihak kalian
(Muhajirin) ada pemimpinnya". Lalu Abu Bakr dan 'Umar bin Al Khaththab
serta Abu 'Ubaidah bin Al Jarah mendatangi mereka. (HR. Bukhari no. 3394)
Lah, mengapa Abu Bakar ikut
mendatangi kaum Anshar??????? Karena kaum muhajirin berkumpul pada Abu Bakar
yang menunjukkan mereka mempercayakan urusan ini kepada beliau artinya beliau
Ahli halli wal Aqdi dari Muhajirin, perhatikan riwayat Umar Ibnul Khaththab
ini:
وَإِنَّهُ قَدْ كَانَ
مِنْ خَبَرِنَا حِينَ تَوَفَّى اللَّهُ نَبِيَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَنَّ الْأَنْصَارَ خَالَفُونَا وَاجْتَمَعُوا بِأَسْرِهِمْ فِي سَقِيفَةِ بَنِي سَاعِدَةَ
وَخَالَفَ عَنَّا عَلِيٌّ وَالزُّبَيْرُ وَمَنْ مَعَهُمَا وَاجْتَمَعَ الْمُهَاجِرُونَ
إِلَى أَبِي بَكْرٍ
“Diantara berita yang tersebar di
tengah kita adalah, ketika Allah mewafatkan Nabi Shallallahu'alaihiwasallam,
orang-orang anshar menyelisihi kami dan mereka semua berkumpul di Saqifah bani
Sa'idah, dan Ali serta Zubair menyelisihi kami serta siapa saja yang bersama
keduanya, dan orang-orang muhajirin berkumpul kepada Abu Bakar.” (HR. Bukhari
no. 6328)
Apakah kalian tahu yang dimaksud
Umar :
أَنَّ الْأَنْصَارَ خَالَفُونَا
“orang-orang anshar
menyelisihi kami”
maksudnya sebagaimana yang
dikatakan Ibnu Hajar Al-Asqalani :
أَيْ لَمْ يَجْتَمِعُوا مَعَنَا فِي مَنْزِل
رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ .
“Yaitu mereka tidak berkumpul
bersama kami dirumah Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam.” (Fath Al-Bari,
19/257)
Dan maksud dari :
وَخَالَفَ عَنَّا عَلِيٌّ وَالزُّبَيْرُ
وَمَنْ مَعَهُمَا
“Dan Ali serta Zubair
menyelisihi kami serta siapa saja yang bersama keduanya.”
maksudnya adalah:
فِي رِوَايَة مَالِك
وَمَعْمَر " وَأَنَّ عَلِيًّا وَالزُّبَيْر وَمَنْ كَانَ مَعَهُمَا تَخَلَّفُوا
فِي بَيْت فَاطِمَة بِنْت رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَكَذَا
فِي رِوَايَة سُفْيَان لَكِنْ قَالَ " الْعَبَّاس " بَدَل " الزُّبَيْر
" .
“Di dalam riwayat
Malik dan Ma’mar :”Dan bahwasannya Ali dan Zubair serta orang-orang yang
bersama mereka berdua tertinggal di rumahnya Fatimah putri Rasulullah
shallallahu’alaihiwasallam, seperti itu pula dalam riwaayat Sufyan namun ia
menyatakan Abbas sebagai pengganti Zubair.” (Fath Al-Bari, 19/257)
Jelaslah bahwa Musyawarah ini
telah mewakili kelompok besar sahabat walaupun Ali dan Zubair beserta
pengikutnya tidak mengikutinya namun mereka meridhai hasil akhirnya.
Jadi apalagi yang mau digugat
wahai si.......hangus??????? bukankah musyawarah mereka telah mewakili dua
kelompok besar sahabat???????
Bukankah Ali yang anda nyatakan
beliau ma’shum (terbebas dari kesalahan) telah ridhai dengan pemba’iatan Abu
Bakar. Sekarang kalau si.....hangus menyatakan pemba’iatan Abu Bakar tidak syah
berarti anda menyatakan Ali keliru dan beliau terbukti tidak ma’shum. Gimana
si...hangus?????
Lalu lihat kebdohan si...hangus
pada kesimpulan tulisannya yang ketiga :
3.
Dikatakan bahwa faktor
utama terpilihnya Abu Bakar adalah hadits yang disampaikannya bahwa ‘Pemimpin
adalah dari kaum Quraisy’ dan bahwa ia adalah keluarga Rasul. Agaknya argumentasi
Abu Bakar ini dibuat secara tergesa-gesa.
......................................................................................................................
Lalu si.....hangus ini ingin
mendatangkan keraguan kepada para pembaca bahwa Abu Bakarpun ragu terhadap hadits yang ia ucapkan. Menurut
si...hangus hal ini nampak sendiri dalam perkataan Abu Bakar dalam “Riwayat
Tiga dan Tiga”.
Saya katakan pada anda bahwa
riwayat Tiga dan Tiga bukanlah riwayat yang shahih bahkan merupakan riwayat
lemah yang di dalamnya terdapat Ulwan bin Dawud Al-Bajali Mawla Jarir bin
Abdillah (lihat sanad riwayat tersebut di dalam kitab Al-Mu’jam Al-Kabir karangan
Thabrani, 1/62, Tarikh Al-Islam 1/385, dan Tarikh Ath-Thabari, 2/353). Imam
Bukhari menyatakan Ulwan adalah munkarul hadits. Sedangkan Al-Aqili menyatakan
Ulwan mempunyai hadits yang tidak ada mutaba’ahnya dan tidak diketahui kecuali
dengan hadits tersebut. Sedangkan Abu Sa’id bin Yunus menyatakan ia adalah
munkarul hadits.(Lisanul Mizan, karangan Ibnu hajar Al-Asqalani, 4/190)
Jadi sayang cerita si....hangus
hanya sebuah cerita dongeng.
Lalu hadits bahwa “Pemimpin
adalah dari Quraisy” bukanlah hadits buatan Abu Bakar Ash-Shidiq
radhiyallahu’anhu namun meruapakan sabda Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam.
Bukan hanya Abu bakar radhiyallahu’anhu saja yang meriwayatkan, perhatikan
hadits –hadits berikut :
1. Dari
Mu’awiyah berkata:” Sungguh aku pernah mendengar Rasulullah Shallallhu 'alaihi
wa salam bersabda:
إن هذا
الأمر في قريش لايعاديهم أحد إلا أكبه الله في النار على وجهه ما أقاموا الدين
”Sesungguhnya urusan
(khilafah/pemerintahan) ini berada pada suku Quraisy dan tidak ada seorangpun
yang menentang mereka melainkan Allah Ta'ala pasti akan menelungkupkan wajahnya
ke tanah selama mereka (Quraisy) menegakkan ad-din agama
".(HR. Bukari no.
3239 dan 6606)
2.
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhuma berkata :”Telah
bersabda Rasulullah shallallah ‘alaihiwasallam :
لايزال
هذا الأمر في قريش مابقي منهم اثنان
"Senantiasa urusan
(khilafah/pemerintahan) ini di tangan suku Quraisy sekalipun tingga dua orang
dari mereka". (HR. Bukhari no.3240 )
3.
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu berkata :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لقريش إن هذا الأمر فيكم
وأنتم ولاته
”Telah
bersabda Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam kepada kaum Quraisy
:”Sesungguhnya perkara (pemerintahan) ini di tangan kalian dan kalian adalah
penguasanya.” (Sanadnya Shahih HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannafnya no.32390
dan 37718)
4. Dari Abu Musa
radhiyallahu’anhu ia berkata;
قَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ عَلَى بَابِ بَيْتٍ فِيهِ نَفَرٌ مِنْ قُرَيْشٍ ...........ثُمَّ قَالَ إِنَّ هَذَا الْأَمْرَ فِي
قُرَيْشٍ مَا دَامُوا إِذَا اسْتُرْحِمُوا رَحِمُوا وَإِذَا حَكَمُوا عَدَلُوا وَإِذَا
قَسَمُوا أَقْسَطُوا فَمَنْ لَمْ يَفْعَلْ ذَلِكَ مِنْهُمْ فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّهِ
وَالْمَلَائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ لَا يُقْبَلُ مِنْهُ صَرْفٌ وَلَا عَدْلٌ
“Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam berdiri diatas pintu ka'bah dan disana ada
orang-orang dari bangsa Quraisy. .............. kemudian melanjutkan bersabda:
"Sesungguhnya urusan ini akan senantiasa di tangan orang-orang Quraisy
selama sikap mereka, bila dimintai belas kasihan, mereka mengasihi, bila
memutuskan perkara mereka memutuskannya dengan adil, bila mereka membagi mereka
membaginya dengan merata. Barangsiapa yang tidak melakukan itu diantara mereka,
maka baginya laknat Allah, para malaikat dan manusia seluruhnya. Dan tidak akan
diterima darinya baik amalan wajib maupun amalan sunnahnya." (Shahih
lighairihi HR. Ahmad no. 18720)
5. Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu’anhu berkata :
قام رسول الله صلى الله عليه وسلم
على بيت فيه نفر من قريش ...........ثم
قال إن هذا الأمر في قريش ما إذا استرحموا رحموا وإذا حكموا عدلوا وإذا أقسموا
أقسطوا ومن لم يفعل ذلك فعليه لعنة الله والملائكة والناس أجمعين
“Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam berdiri diatas pintu ka'bah dan disana ada
orang-orang dari bangsa Quraisy. .............. kemudian melanjutkan bersabda:
"Sesungguhnya urusan ini akan senantiasa di tangan orang-orang Quraisy
selama sikap mereka, bila dimintai belas kasihan, mereka mengasihi, bila
memutuskan perkara mereka memutuskannya dengan adil, bila mereka membagi mereka
membaginya dengan merata. Barangsiapa yang tidak melakukan itu diantara mereka,
maka baginya laknat Allah, para malaikat dan manusia seluruhnya. "(Shahih
HR. Thabrani di dalam Ash-Shaghir Al-Awshath)
6. Dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu berkata :
كُنَّا فِي بَيْتِ رَجُلٍ مِنْ الْأَنْصَارِ
فَجَاءَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى وَقَفَ فَأَخَذَ بِعِضَادَةِ
الْبَابِ فَقَالَ الْأَئِمَّةُ مِنْ قُرَيْشٍ وَلَهُمْ عَلَيْكُمْ حَقٌّ وَلَكُمْ مِثْلُ
ذَلِكَ مَا إِذَا اسْتُرْحِمُوا رَحِمُوا وَإِذَا حَكَمُوا عَدَلُوا وَإِذَا عَاهَدُوا
وَفَّوْا فَمَنْ لَمْ يَفْعَلْ ذَلِكَ مِنْهُمْ فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّهِ وَالْمَلَائِكَةِ
وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
“Kami
berada disebuah rumah seseoang anshar lalu datang Nabi Shallallahu'alaihi
wasallam lalu beliau berhenti di depan pintu dan bersabda, "Para pemimpin
itu dari Quraisy, mereka mempunyai hak atas kalian dan juga sebaliknya, jika
mereka dimohon bersikap sayang maka mereka menyayangi, jika menghukum maka
mereka lakukan dengan adil, jika berjanji memenuhinya, dan jika mereka tidak
melakukannya maka mereka mendapat laknat Allah, malaikat dan manusia
semuanya."(HR. Ahmad no. 12433 Syaikh Al-arnauth menshahihkannya dengan
banyaknya penguat dan jalan, yang kesendiriannya dhaif karena majhulnya Bukair
Al-Jazri)
7.
Dari Jabir bin Samurah radhiyallahu’anhu berkata :” "Aku mendengar Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
لَا يَزَالُ الْإِسْلَامُ عَزِيزًا إِلَى
اثْنَيْ عَشَرَ خَلِيفَةً ثُمَّ قَالَ كَلِمَةً لَمْ أَفْهَمْهَا فَقُلْتُ لِأَبِي
مَا قَالَ فَقَالَ كُلُّهُمْ مِنْ قُرَيْشٍ
“Islam
senantiasa kuat dan berkuasa sampai kedua belas khalifah." Kemudian beliau
mengucapkan kata-kata yang tidak aku fahami, lantas aku bertanya kepada ayahku,
"Apa yang dikatakan beliau?" dia menjawab, "Mereka semua dari
bangsa Quraisy.”(HR. Muslim 3395, 3396 dan 3397)."
Jadi hadits tersebut
bukanlah hadits buatan Abu Bakar radhiyallahu’anhu untuk memenangkan argumen
atas kaum Anshar.......pahamilah wahai si.....hangus.
Lalu mengenai riwayat
yang berbunyi :
وروى
عن عمر أنه قال لما احتضر لو كان سالم حيا لما جعلتها شورى
“Diriwayatkan dari
Umar bahwasannya beliau tatkala sekarat berkata jikalau Salim masih hidup
tentunya aku tidak akan membentuk syura.” (Al-Bidayah wa An-Nihayah)
Mengenai keshahihan
riwayat ini saya belum mengetahuinya.
Dimana pengadaian Umar
ini menunjukkan pendapat beliau bahwa mengangkat seseorang sebagai khalifah
bukan dari kalangan Quraisy tidaklah mengapa.
Ketahuilah pendapat
Umar ini merupakah ijtihad beliau yang mana dapat kita temukan alasan beliau
mengangkat Salim Mawla Abi Hudzaifah berdasarkan riwayat berikut ini :
فإن
سألني ربي قلت سمعت نبيك يقول إن سالما شديد الحب لله
“Jikalau Tuhanku
menanyaiku, aku akan menjawab bahwasannya aku pernah mendengar Nabi Engkau
bersabda :”Sesungguhnya Salim sangat cinta kepada Allah.”(Tarikh Ath-Thabari
2/580)
Mengenai keshahihan
riwayat ini saya belum mengetahuinya. Namun terdapat riwayat yang shahih dari
Imam Ahmad yang hampir mirip hanyasanya Salim di gantikan dengan Mu’adz bin
Jabbal yang berasal dari kalangan di luar Quraisy.
Nampak bahwa Nasab
keturunan Quraisy bukanlah syarat syah sebagai Pemimpin tertinggi dalam
pemerintahan namun sebagai syarat pendahuluan dan keutamaan karena banyak
maslahat pada mereka dari segi politis.
Dalam sabda Rasulullah
:
ما أقاموا الدين
“selama
mereka (Quraisy) menegakkan ad-din agama”
huruf ما (maa) padanya
terdapat mashdariyyah zharafiyyah muqayyadah dari:
إن هذا الأمر في قريش
”Sesungguhnya
urusan (khilafah/pemerintahan) ini berada pada suku Quraisy.”
Sehingga dipahami
bahwa jikalau mereka tidak mampu menegakkan agama maka tidak ada padanya hak
pendahuluan sebagai penguasa.
Inilah yang menjadikan Umar mengandaikan Salim sebagai penggantinya karena kecintaan Salim yang kuat kepada Allah akan menolongnya mengurusi umat ini sebagaimana beliau mengandaikan Abu ‘Ubaydah Al-Jarrah yang dijuluki Aminul Ummah(kepercayaan Umat) sebagai pengganti beliau. Maka itulah beliau menolak untuk mengangkat putranya Abdullah bin Umar sebagai penggantinya karena beliau melihat ia seorang yang lemah karena tidak kuat untuk menceraikan isterinya, padahal Abdullah bin Umar berasal dari kaum Quraisy.
Mungkin ada
pertanyaan: mengapa umar tidak langsung memilih Ali atau Utsman saja yang
merupakan orang-orang terbaik?
Jawabnya : Karena baik
beliau maupun para sahabat yang lain belum mengetahui siapakah yang paling
terbaik di antara mereka dan yang lebih pantas untuk mengemban tugas tersebut
kecuali setelah adanya kesepakatan pengangkatan di antara mereka.
Jadi ijtihad Umar ini
bukanlah pembatal akan keshahihan riwayat bahwa kepemimpinan pada Quraisy.
Tuduhan si...hangus
bahwa hadits kepemimpinan Quraisy ini merupakan faktor utama hilangnya kesan
musyawarah di antara kaum muhajirin dan Anshar adalah suatu kedunguan terhadap
riwayat-riwayat lain yang menguatkan Abu Bakar-lah yang berhak menjadi
khalifah. Perhatikanlah perkataan Umar kepada Kaum Anshar :
..
يامعشر الأنصار ألستم تعلمون أن رسول الله قد أمر أبا بكر أن يؤمَّ الناس فأيكم
تطيب نفسه أن يتقدم أبا بكر فقالت الأنصار: نعوذ
بالله أن نتقدم أبا بكر.
“"Wahai
sekalian kaum Anshar, bukankah kalian mengetahui bahwa Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam telah memerintahkan Abu Bakar untuk mengimami orang-orang,
maka siapakah yang tenang jiwanya untuk mendahului Abu Bakar?" Maka
orang-orang Anshar menjawab; "Kami berlindung kepada Allah dari mendahului
Abu Bakar.”(HR. Ahmad no. 128 dan 3649, hadits ini di shahihkan oleh Ahli
Hadits Al-Azhar Syaikh Ahmad Syakir)
Andaikan pada saat itu riwayat
mengenai kepemimpinan di tangan Quraisy tidak disampaikan tentu Abu Bakar tetap
lebih unggul. Dan seperti inilah pendapat Ali radhiyallahu’anhu yang berkata :
.......وانا نرى ان
ابا بكر احق الناس بها انه لصاحب الغار وانا لنعرف شرفه وخبره ولقد امره رسول الله
صلى الله عليه وسلم ان يصلي بالناس وهو حي
“........dan kami berpendapat
bahwa Abu Bakar adalah orang yang paling berhak dengan kepemimpinan. Dialah
yang sahabat(Rasul) di dalam Gua, dan kami mengetahui kemuliaannya dan
pengalamannya. Dan sesungguhnya Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam telah memerintahkannya
menjadi Imam shalat bagi manusia dan beliau masih hidup.”(Al-Hafizh Ibnu Katsir
menyatakan riwayat ini sanadnya Jayyid (bagus), Al-Bidayah wa An-Nihayah,
5/250)
Maka riwayat ini akan membongkar
kepalsuan riwayat dongeng syiah yang disampaikan si....hangus bahwa Ali mengaku
bahwa dialah yang lebih pantas atas kepemimpinan dibandingkan Abu Bakar.
Lalu si....hangus berkata pada
kesimpulan yang berikutnya:
4.
Tatkala Umar menjabat
tangan Abu Bakar, mufakat belum tercapai.
..........................................................................................................................
Wahai si....hangus, apakah anda
ingin menyalahkan kaum anshar yang bersegera ikut memba’iat Abu Bakar.
Perhatikanlah riwayat berikut
ketika Umar berkata :
فقلت:
أبسط يدك يا أبا بكر، فبسط يده، فبايعته وبايعه المهاجرون ثم بايعته الأنصار.
“dan kukatakan; "Julurkan
tanganmu hai Abu Bakar! ' Lantas Abu Bakar menjulurkan tangannya, dan aku
berbaiat kepadanya, dan orang-orang muhajirinpun secara bergilir berbaiat,
kemudian orang anshar juga berbaiat kepadanya,(HR. Bukhari no. 6328)
Bukankah akhirnya mereka setelah
itu ber-mufakat bahwa tidak ada yang pantas mengemban kepemimpinan pada saat
itu kecuali Abu Bakar. Bukankah sekali lagi Ali bin Abi Thalib
radhiyallahu’anhu tidak mempermasalahkannya??? Mengapa sekarang kalian
mempermasalahkannya??? Apakah kalian merasa lebih benar dari Ali
radhiyallahu’anhu???
Lalu si hangus
menyampaikan kesimpulannya lagi :
5. Seharusnya para sahabat mengatur penguburan Rasul Allah
shallallahu’alaihiwasallam dahulu, sehingga tidak terbengkalai selama tiga hari
dan terpaksa dikuburkan oleh keluarga beliau pada hari Rabu malam.
.......................................................................................................
Kami tanya kepada
si....hangus, siapakah yang anda maksud dengan para sahabat? Apakah yang
dimaksud dengan para sahabat adalah Abu Bakar, Umar, Utsman saja ??? ataukah
yang dimaksud para sahabat termasuk juga Ali, Fatimah, Hasan, Husein, Abu Dzar,
Salman Al-Farisi dan Abbas ?????
Apakah anda tahu
siapakah yang paling berhak dan paling wajib mengurusi jenazah Rasulullah
shallallahu’alaihiwasallam??? Bukankah keluarga Ali dan Abbas yang paling wajib
dan berhak untuk mengurusinya karena mereka Paman dan sepupu Rasul??? Mengapa
mereka menundanya???
Bila anda katakan hal
itu karena menunggu keputusan musyawarah mengenai cara terbaik mengurusi dan
mengubur jenazah Rasul, maka kami katakan bukankah Ali menurut kalian sebagai
pintu dari gudang ilmunya Rasulullah??? Mengapa beliau malah terkesan menunggu
petunjuk dari Abu Bakar????
Lalu saya beri tahu
pada kalian para pemeluk agama syiah rafidhah, bahwa keterlambatan penguburan
jenazah Rasul disebabkan kesedihan yang mendalam di kalangan kaum muslimin sehingga
mereka bingung dan terguncang dan terasa tidak percaya akan hal itu sebagaimana
yang di alami Umar radhiyallahu’anhu. Lalu disusul dengan peroses musyawarah
pemba’iatan pemimpin pengganti Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam yang mana
bila hal ini tidak disegerakan akan mengacam keselamatan Daulah Islam yang
masih muda tersebut. Karena pada saat itu terdapat barisan kaum murtad yang
sewaktu-waktu dapat mengancam keselamatan kaum muslimin. Dan proses pengurusan
jenazah Rasul dilaksanakan pada hari selasa.
Disusul pula dengan shalat jenazah atas jenazah Rasul secara bergantian dari
kaum muslimin hingga masuk waktu malam yaitu malam rabu maka dikuburkanlah
jenazah beliau di kamar Aisyah.
Inilah penyebab
keterlambatan Jenazah Rasul dikuburkan dan Ali berseta keluarga beliau tidak
mempermasalahkannya apalagi mencelanya.
Lalu si...hangus berdusta
:
6. Pembaiatan itu telah menyebabkan pembunuhan terhadap
pemimpin kaum Anshar, Sa’ad bin Ubadah, kemudian hari, dan penyerbuan ke rumah
Fathimah yang akan dibicarakan pada bab-bab berikut.
.....................................................................................................................................
Kami katakan sungguh
anda telah berdusta wahai si...hangus karena Sa’ad bi Ubadah pun membaiat Abu
bakar, perhatikanlah riwayat berikut :
فقال:
ولقد علمت ياسعد أن رسول الله قال وأنت قاعد: قريش ولاة
هذا الأمر، فبر الناس تبع لبرهم، وفاجرهم تبع لفاجرهم قال سعد: صدقت نحن الوزراء
وأنتم الأمراء
“Maka beliau (Abu Bakar) berkata
:dan kamu telah mengetahui wahai Sa'ad bahwasanya Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam telah bersabda sementara kamu duduk (tidak melakukan apa-apa),
"kaum Quraisy adalah pemegang urusan ini, maka orang yang berbakti dari
manusia itu mengikuti orang yang berbakti dari mereka (Quraisy) dan orang yang
durhaka mereka mengikuti orang yang durhaka mereka." dia berkata; kemudian
Sa'd menjawab Abu Bakar; "kamu benar, kami adalah para menteri sedangkan
kalian adalah para pemimpin."(HR. Ahmad no. 18, shahih lighairihi)
فتتابع القوم على
البيعة وبايع سعد
“Maka kaum(Anshar) berbai’at
(kepada Abu Bakar) dan begitupun Sa’ad juga berba’iat. (Al-Anshar fi Al-‘Ashar
Ar-Rasyidi hal. 102)
Maka jelas Sa’ad bin Ubadah
akhirnya ridha berba’iat kepada Abu Bakar. Adapun riwayat bahwa Sa’ad bin Ubadah
enggan berba’iat hingga tidak mau ikut shalat Jama’ah dan sebagainya maka ini
adalah riwayat dusta yang sebenarnya menuduh Sa’ad adalah orang yang haus
kekuasaan lagi fanatik kelompok. Lihat kelakuan si....hangus sebenarnya dia
ingin menjelekkan sahabat Sa’ad bin Ubadah dan bukanlah si..hangus ingin
membelanya!!
Riwayat dusta tentang keengganan
Sa’ad berbaiat lagi memisahkan diri dari kaum muslimin tersebut terdapat di
dalam Tarikh Ath-Thabari (2/459). Riwayat ini adalah dusta karena berasal dari
riwayat Abu Mikhnaf yaitu Luth bin Yahya Abu Mikhnaf yang berstatus matruk dan
tidak ada yang mengambil riwayatnya sebagai sandaran ilmu kecuali kelompok
syiah dan ia termasuk ahli sejarah terbesar kalanagn Syiah sebagaimana
pernyataan Ibnu Al-Qummi. Silahkan lihat komentar Dzahabi terhadap si Abu
Mikhnaf ini di dalam Mizan Al-I’tidal (3/2992).
Bahkan riwayat dusta ini
bertentangan dengan biografi hidup Sa’ad bin Ubadah yang hingga meninggalnya
beliau tetap setia dan taat kepada para khalifah pengganti Rasulullah.
(al-anshar fi al-Ashar Ar-Rasyidi, hal 102 dan 103)
Lihatlah pertanyaan Amru bin
Harits kepada Sa’id bin Zaid radhiyallahu’anhu :
أشهِدْتَ
وفاة رسول الله e؟ قال: نعم. قال له: متى بويع أبو بكر؟ قال سعيد: يوم مات
رسول الله e، كره المسلمون أن يبقوا
بعض يوم، وليسوا في جماعة. قال: هل خالف أحد أبا
بكر؟ قال سعيد: لا. لم يخالفه إلا مرتد، أو كاد أن يرتد، وقد أنقذ الله الأنصار،
فجمعهم عليه وبايعوه. قال: هل قعد أحد من
المهاجرين عن بيعته؟ قال سعيد: لا. لقد تتابع المهاجرون على بيعته
“Apakah anda menyaksikan wafatnya
Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam?” Sa’id menjawab :”Ya”. Amru bertanya
lagi :”Kapankah Abu Bakar di ba’iat?.” Said menjawab : Di hari wafatnya
Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam. Kaum muslimin benci bila mereka berada
pada suatu hari sedangkan mereka tidak ada Jama’ah.”Amru bertanya :”Apakah ada
seseorang yang menyelisihi Abu Bakar?” Sa’id
menjawab :”Tidak ada, Tidak ada yang menyelisihinya kecuali orang murtad atau
hampir menjadi murtad. Dan Allah telah menyelamatkan Kaum Anshar maka Allah
menyatukan mereka atas Abu Bakar dan mereka memba’iatnya.” Amru bertanya lagi :”Apakah ada seorang dari
Muhajirin yang duduk tidak ikut berba’iat?” Sa’id menjawab:” Tidak ada. Bahkan
Muhajirin mengikuti ba’iat kepadanya.”(Al-Khulafa Al-Rasyidun hal.56)
Dan tuduhan bahwa karena masalah
pemba’iatan Abu Bakar ini berujung dengan pembunuhan Sa’ad bin Ubadah oleh Umar
adalah tidak benar. Andaikata hal ini benar tentu Kaum Anshar yang menganggap
Sa’ad bin Ubadah sebagai Sayyidul Khazraj (Sang pemimpin Khazraj) akan menuntut
balas darah(qishash) kepada Umar sebagaimana yang dilakukan para sahabat
mengenai darah Utsman yang dibunuh oleh nenek moyang sekte Rafidhah.
Begitu pula cerita dongeng
penyerbuan kerumah Fatimah itu hanya sebuah cerita omong kosong dari para pendusta.
Karena dari keterangan riwayat-riwayat shahih sebelumnya menunjukkan kesepakatan
bulat muhajirin dan anshar seluruhnya akan keridhoan mereka terhadap ba’iat
tersebut. Maka cerita yang menyelisihinya dapat diketahui sebagai cerita dusta.
Insya Allah saya akan simpan bantahan tersebut sebagai kejutan bagi
si....hangus ini nantinya bila ia telah mempublikasikan dongeng syiah
berikutnya mengenai hal tersebut.
Lalu si...hangus berkata lagi :
8.
Andaikata Umar dan Abu
bakar mengajak kaum Anshar kembali ke masjid maka keadaan akan jadi lain.
Lalu si.....hangus mengutip Hadits ghadir khum.
............................................................................................................
Wahai para pembaca apakah kalian tahu maksud yang
disembunyikan dari si...hangus tadi dari awal kesimpulan???? Yaitu ia kecewa karena bukan Ali yang menjadi
khalifah pertama sehingga ia berusaha dengan bersemangat merusak dan mencela
para sahabat mengenai baiat dan keterlambatan pengurusan jenazah Rasul. Padahal
semangatnya ini malah merendahkan kedudukan Ali sebagai orang yang tidak mau
mengingkari ba’iat sekaligus menuduh
ikut-ikutan dalam keterlambatan pengurusan Jenazah Rasul.
Terus terang bila Musayawarah dilakukan di masjid sekaligus
Ali pun hadir di dalamnya –andaiakata berundi itu masih diperbolehkan- tentu
kami dapat memastikan 100% bahwa tetap Abu Bakar yang akan dipilih oleh seluruh
kaum Muhajirin dan Anshar sebagai Khalifah pada saat itu. Tidak percaya, nih
buktinya :
Perhatikan nubuwat Rasul berikut yang disampaikan ummul
Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu’anha :
قَالَ لِي
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَرَضِهِ ادْعِي لِي أَبَا
بَكْرٍ أَبَاكِ وَأَخَاكِ حَتَّى أَكْتُبَ كِتَابًا فَإِنِّي أَخَافُ أَنْ
يَتَمَنَّى مُتَمَنٍّ وَيَقُولُ قَائِلٌ أَنَا أَوْلَى وَيَأْبَى اللَّهُ
وَالْمُؤْمِنُونَ إِلَّا أَبَا بَكْرٍ
“Rasulullah
shallallahu’alaihiwasallam berkata kepadaku: “Panggillah Abu Bakr, ayahmu dan
saudaramu, sehingga aku tulis satu tulisan (wasiat). Sungguh aku khawatir akan
ada seseorang yang menginginkan (kepemimpinan, -pent.), kemudian seseorang
berkata: “Aku lebih utama.” Kemudian beliau bersabda: “Allah dan orang-orang
beriman tidak meridhai kecuali Abu Bakr.” (HR. Muslim no. 4399, 7/110 dan Ahmad (6/144))
Bagaimana si.....hangus
anda masih ngeyel terus????
Jelas wahai
si.....hangus andaikan anda hadir dalam pemba’iatan Abu Bakar tersebut dan anda
menolak membaiatnya maka jelas anda tidak termasuk dalam sabda Rasul tersebut
sebagai orang-orang yang beriman namun anda termasuk orang-orang muanafik atau
murtad. Maka hadits ini dan juga riwayat pertanyaan Amru bin Harits kepada
Sa’id bin Zaid radhiyallahu’anhu sebelumnyua menunjukkan orang-orang yang tidak
ridha Abu Bakar sebagai khalifah pengganti Rasul adalah kafir.
Bagaimana
si.....hangus??????
Lalu mengenai Hadits
Ghadir khum merupakan hadits yang shahih namun sayang pemahaman si.....Hangus
sangat berbeda dengan pandangan Ali bin Abi Thalib radhiyallahau’anhu mengenai
hadits ghadir khum tersebut. Ali tidak memahami bahwa hadits ghadir khum
meruapakan isyarat atau wasiat kekhilafahan bagi Ali setelah meninggalnya
Rasul. Tidak percaya?????
Nih saksikan lagi riwayat dari sepupu Ali bin Abi Thalib
radhiyallahu’anhuma yaitu Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma ini :
أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَبَّاسٍ
أَخْبَرَهُ أَنَّ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ خَرَجَ مِنْ
عِنْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي وَجَعِهِ الَّذِي
تُوُفِّيَ فِيهِ فَقَالَ النَّاسُ يَا أَبَا حَسَنٍ كَيْفَ أَصْبَحَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَصْبَحَ بِحَمْدِ اللَّهِ
بَارِئًا فَأَخَذَ بِيَدِهِ عَبَّاسُ بْنُ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ فَقَالَ لَهُ
أَنْتَ وَاللَّهِ بَعْدَ ثَلَاثٍ عَبْدُ الْعَصَا وَإِنِّي وَاللَّهِ لَأَرَى
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَوْفَ يُتَوَفَّى مِنْ
وَجَعِهِ هَذَا إِنِّي لَأَعْرِفُ وُجُوهَ بَنِي عَبْدِ الْمُطَّلِبِ عِنْدَ
الْمَوْتِ اذْهَبْ بِنَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَلْنَسْأَلْهُ فِيمَنْ هَذَا الْأَمْرُ إِنْ كَانَ فِينَا عَلِمْنَا ذَلِكَ
وَإِنْ كَانَ فِي غَيْرِنَا عَلِمْنَاهُ فَأَوْصَى بِنَا فَقَالَ عَلِيٌّ إِنَّا
وَاللَّهِ لَئِنْ سَأَلْنَاهَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَمَنَعَنَاهَا لَا يُعْطِينَاهَا النَّاسُ بَعْدَهُ وَإِنِّي وَاللَّهِ لَا
أَسْأَلُهَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
(Dari) bahwa Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma
pernah memberitakan kepadanya (Ka’ab bin Malik radhiyallahu’anhu), bahwasanya
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu keluar dari sisi Rasulullah
shallallahu’alaihiwasallam ketika sakitnya beliau menjelang wafatnya. Maka
manusia berkata: “Wahai Abal Hasan (yakni Ali), bagaimana keadaan Rasulullah
shallallahu’alaihiwasallam?” Beliau menjawab: “Alhamdulillah, baik.” Maka Abbas
bin Abdil Muththalib radhiyallahu’anhu (paman Rasulullah
shallallahu’alaihiwasallam) memegang tangan Ali bin Abi Thalib
radhiyallahu’anhu, kemudian berkata kepadanya: “Engkau demi Allah setelah tiga
hari menjadi orang yang dipimpin. Sungguh aku mengerti bahwa Rasulullah
shallallahu’alaihiwasallam akan wafat dalam sakitnya ini, karena aku mengenali
wajah-wajah anak cucu Abdul Muththalib ketika akan wafatnya. Mari kita menemui
Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam untuk menanyakannya, kepada siapa urusan
ini dipegang? Kalau diserahkan kepada kita, maka kita mengetahuinya. Dan
kalau pun untuk selain kita maka kitapun mengetahuinya dan beliau akan
memberikan wasiatnya.” Maka Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu menjawab: “Demi
Allah, sungguh kalau kita menanyakannya kepada Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam
kemudian tidak beliau berikan kepada kita, maka manusia tidak akan memberikan
kepada kita selama-lamanya. Dan sesungguhnya aku demi Allah tidak akan
memintanya kepada Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam.” (HR.
Al-Bukhari, Kitabul Maghazi, bab Maradhun Nabiyyi wa wafatihi; no. 4092)
Lalu simaklah keterangan Dr. Ali bin
Muhammad Nashir Al-Faqihi yang berkata: “Tidak cukupkah nash ini untuk
membantah Rafidhah yang mengatakan bahwa Rasulullah
shallallahu’alaihiwasallam mewasiatkan kepada Ali bin Abi Thalib
radhiyallahu’anhu dengan khilafah? Kedustaan mereka jelas dengan hadits ini
dari beberapa sisi:
1.
Penolakan Ali radhiyallahu’anhu
untuk meminta khilafah atau menanyakannya.
2.
Bahwa kejadian tersebut pada waktu
wafatnya Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam (yang membuktikan beliau tidak
berwasiat).
3.
Kalau saja ada nash (wasiat) sebelum
itu untuk Ali radhiyallahu’anhu tentu dia akan menjawab kepada Abbas
radhiyallahu’anhu, “Bagaimana kita menanyakan untuk siapa urusan ini, padahal
dia telah mewasiatkannya kepadaku?”
(Kitab
Al-Imamah war Radd ‘Ala Rafidhah, Abu Nu’aim Al-Ashbahani dengan tahqiq Dr. Ali
bin Muhammad Nashir Al-Faqihi dalam footnote-nya hal. 237-238; Lihat Badzlul
Majhuud Fi Musyabahatir Rafidhah bil Yahuud, juz I hal. 191, Abdullah bin
Jumaili)
Benarlah apa yang dikatakan DR. Ali
bin Muhammad Nashir Al-Faqihi tersbut, bahkan andaikata Maulana Ali
radhiyallahu’anhu memahami bahwa hadits ghadir khum dan semisalnya menunjukkan
bahwa beliau yang seharusnya menjadi khalifah setelah wafatnya Rasulullah
shallallahu’alaihiwasallam tentulah ia kan menyatakan persis yang dinyatakan
oleh DR Ali Al-Faqihi tersebut bahkan ia tidak ragu untuk mengingatkan
Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam akan hal itu.
Lalu saksikanlah pernyataan beliau
Ali bin Abi Thalib sendiri :
Perhatikan lagi riwayat berikut ini
:
عَنْ أَبِي الطُّفَيْلِ قَالَ سُئِلَ عَلِيٌّ أَخَصَّكُمْ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِشَيْءٍ فَقَالَ مَا خَصَّنَا رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِشَيْءٍ لَمْ يَعُمَّ بِهِ النَّاسَ كَافَّةً
إِلَّا مَا كَانَ فِي قِرَابِ سَيْفِي هَذَا قَالَ فَأَخْرَجَ صَحِيفَةً مَكْتُوبٌ
فِيهَا لَعَنَ اللَّهُ مَنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ اللَّهِ وَلَعَنَ اللَّهُ مَنْ سَرَقَ
مَنَارَ الْأَرْضِ وَلَعَنَ اللَّهُ مَنْ لَعَنَ وَالِدَهُ وَلَعَنَ اللَّهُ مَنْ
آوَى مُحْدِثًا
“Dari Abu Thufail bahwa Ali
radhiyallahu’anhu ditanya apakah Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam
mengkhususkanmu dengan sesuatu? Maka Ali radhiyallahu’anhu berkata: “Rasulullah
shallallahu’alaihiwasallam tidak menghususkan aku dengan sesuatu
pun yang beliau tidak menyebarkannya kepada manusia, kecuali apa yang ada di
sarung pedangku ini. Kemudian beliau mengeluarkan lembaran dari sarung
pedangnya yang tertulis padanya: Allah melaknat orang yang menyembelih untuk
selain Allah, dan Allah melaknat yang mencur penunjuk jalan, dan Allah melaknat
orang yang melaknat orang tuanya dan Allah melaknat orang yang melindungi ahli
bid’ah “ (HR. Muslim no
3659 dan 3657 )
Jadi hadits ghadir khum yang shahih
tersebut bukanlah sebagai wasiat atau isyarat pernyataan Ali yang seharusnya
menjadi Khalifah setelah Rasul wafat dan bukan Abu Bakar. (Silahkan mengenai
keterangan lebih jelasnya mengenai Hadits ghadir khum ini anda baca pada
tulisan Ustadz Abu Jauza di blog beliau sendiri).
Maka itulah cucu Ali yaitu Al-Hasan
bin Al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhum menenerangkannya
ketika ia ditanya mengenai hal itu :
ألم يقل رسول
الله صلى الله عليه وسلم لعلي: من كنت مولاه فعلي مولاه؟ فقال: أما والله إن رسول الله
صلى الله عليه وسلم إن كان يعني الإمرة والسلطان والقيام على الناس بعده لأفصح لهم
بذلك، كما أفصح لهم بالصلاة والزكاة وصيام رمضان وحج البيت، ولقال لهم: إن هذا ولي
أمركم من بعدي فاسمعوا له وأطيعوا فما كان من وراء هذا شيء، فإن أنصح الناس للمسلمين
رسول الله صلى الله عليه وسلم
”Bukankah
Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam telah bersabda mengenai Ali :”barangsiapa yang aku menjadi
mawla-nya maka Ali juga Mawla-nya. “?Maka beliau menjawab :” Adapun hal itu
demi Allah sesungguhnya Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam jikalau - yakni
mengenai imarah (pemerintahan) dan sulthan(kekuasaan) dan juga pengangkatan
(sebagai penguasa) atas manusia setelah beliau(wafat)- tentulah hal itu telah
diterangkan oleh beliau kepada mereka. Sebagaiaman beliau telah
menerangkan kepada mereka mengenai
shalat, zakat, puasa ramadhan dan haji ke baitullah. Tentulah beliau bersabda
kepada mereka :” Sesungguhnya inilah (Ali) wali amri(penguasa) kalian
setelahku, hendaklah kalian mendengarkannya dan menaatinya. Maka tidak ada lagi
sesuatu (pemimpin) di belakang (penunjukkan) ini. Maka sesungguhnya Rasulullah
shallallahu’alaiwasallam adalah orang yang paling semangat untuk menasihati
kaum muslimin. (HR. Al-Bayhaqi, Al-‘Itiqad hal. 182-183, Tahdzib Tarikh
Damsyiq, 41/169)
Wahai si.....hangus mau
lari kemana anda????
Lalu si...hangus
menyimpulkan lagi :
9. Umar dan Abu Bakar tahu akan hal ini. Umar juga telah mengatakan kepada
Ibnu Abbas bahwa Ali adalah yang paling utama, tetapi orang Arab tidak menyukai
kerasulan dan kekhilafahan berkumpul pada banu Hasyim. Itu barangkali, satu
sebab mengapa Umar tidak mengajak jemaah kembali ke masjid.
...........................................................................................
Sekali lagi kami
katakan bagi para pembaca jangan mau mudah digombal dengan dongeng syiah si .....hangus ini. Coba lihat
kata “barangkali” yang ia pakai menunjukkan su’uzhan(sangka buruknya) kepada
Umar. Padahal persoalan tersebut diluar kendali Umar sekaligus tidak terdapat
satu buktipun bahwa Umar melakukan kelicikan agar Ali tidak naik menjadi
khalifah. Dan siapakah yang anda maksud dengan orang Arab yang tidak menyukai
kerasulan dan kekhilafahan berkumpul pada Banu Hasyim??? Apakah yang kalian
maksud adalah para sahabat?????
Bukankah Ali juga
termasuk orang yang meridhai ba’iat Abu Bakar tersebut???? Apakah lantas anda
juga menuduh Ali merendahkan atau membenci kekhilafahan diberikan bagi Banu
Hasyim.
Saya tahu maksud anda
tersebut, untuk membela para pembesar kalian dari kaum persia Iran dan
merendahkan sahabat dari kalangan bangsa Arab yang merupakan bangsanya Nabi
Muhammad shallallahu’alaihiwasallam serta Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu.
Bukankah begitu???
Sekaligus pernyataan
si..hangus bahwa bangsa arab membenci banu Hasyim memegang kekhilafahan
sebelumnya berlawanan dengan riwayat dhaif yang ia sampaikan sendiri yang
berbunyi :
فقالت
الانصار أو بعض الانصار لا نبايع إلا عليا
“Berkatalah kaum Anshar
atau sebagian Anshar :”Kami tidak mau berbaiat kecuali hanya kepada
Ali.”(Tarikh Ath-Thabari 2/443)
Lihatlah, bukankah kaum
Anshar adalah bangsa Arab juga?????
Riwayat
tersebut dhaif karena terdapat Mughirah bin Muqsim Abu Hisyam Al-Kufi yang
mudalis tingkat tiga (lihat Thabaqat Al- Mudalisin karangan Ibnu Hajar
As-Qalani hal. 46 ) sedangkan di dalam riwayat ini ia ber’an’anah(dari fulan
dari fulan).
Adapun cerita dongeng
bahwa Ali mengaku lebih berhak menjadi khalifah dari pada Abu Bakar dihadapan
Basyir bin Sa’ad adalah riwayat yang tidak benar karena terdapat perawi yang terputus
yaitu Said bin Katsir bin Ufair Al-Anshari dia dilahirlan 146 H. Jadi jelas
beliau bukan pelaku sejarah tersebut.
Andaikata kita benarkan
pernyataan tersebut tentu yang lebih berhak bukanlah Ali radhiyallahu’anhu,
namun Abbas bin Abdulmuthalib radhiyallahu’anhu karena di adalah Paman Rasul.
Jelas atara Ali sebagai sepupu dengan Abbas sebagai paman maka Abbas-lah yang
lebih pantas mewarisi kepemimpinan dari segi perwalian dan kewarisan berdasarkan
kedekatan keluarga dan nasab setelah wafatnya Rasulullah
shallallahu’alahiwasallam.
Begitu pula perdebatan
yang berlebihan antara Umar dengan Hubab bin Al-Mundzir hingga Umar memukulnya
dan memasukan tanah kemulut Hubab adalah riwayat yang tidak benar. Yang ada
hanya sebatas adu argumentasi mengenai sipakah yang paling berhak di ba’iat
untuk meneruskan urusan umat muslim ini di ambang ancaman kaum murtad dan kaum
kafir. Dan Hubab bukanlah orang yang haus kekuasaan dan ia mendebat Umar karena
alasan sebagai berikut, ia Hubab berkata :
فإنا والله ماننفس
عليكم هذا الأمر ولكنا نخاف أن يليه أقوام قتلنا آباءهم وإخوانهم
Demi Allah tidaklah
kami iri pada kalian atas perkara ini, akan tetapi kami khawatir akan datangnya
suatu kaum yang telah kami bunuh ayah-ayah dan saudara-saudara
mereka.”(Al-Anshar fi Al-Ashr Ar-Rasyidi hal. 100)
فقبل المهاجرون قوله
وأقروا عذره ولاسيما أنهم شركاء في دماء من قتل من المشركين
“Maka kaum muhajirin
pun menerima pernyataannya dan mengakui alasannya terutama mereka juga
berserikat mengenai darah pembunuhan kaum musyrikin. ”(Al-Anshar fi Al-Ashr
Ar-Rasyidi hal. 100)
Adapun kesimpulan
si....hangus yang berikutnya :
Yaitu kesimpulan ke-9
mengenai kekerasan terhadap Fatimah adalah suatu cerita dongeng dari negeri
1001 dusta Syiah Rafidhah. Begitu pula si..hangus mencoba menambas pedas sekali
pada fitnah perang jamal yang sebenarnya tidak ada niat bagi Bunda Aisyah untuk
memerangi Ali kecuali hanya memberikan dukungan kepada Ali untuk segera
mengqishash pembunuh Utsman yang lari kebarisan Ali, yang para pembunuh
tersebut tujuannya dalam rangka mengadu domba para sahabat sebagaimana yang
telah dilakukan oleh si...,hangus ini.
..................................................................................................................
Begitu juga tuduhan
si...hangus bahwa Abdullah bin Umar tidak berbaiat kepada Ali merupakan dusta
karena Al-Hasan Al-Basri seorang Tabi’in murid para sahabat menerangkan :
والله
ما كانت بيعة على إلا كبيعة أبي بكر وعمر رضي الله عنهم
“Demi Allah, tidaklah
pembaiatan kepada Ali kecuali serupa dengan pembaiatan kepada Abu bakar dan
Umar radhiyallahu’anhuma.”(Aqidah Ahlis Sunnah fii Shabah, 2/696)
Dari Abu Basyir Al-‘Abidi
berkata :
كنت بالمدينة حين قتل عثمان، رضي الله عنه، واجتمع المهاجرون
والأنصار فيهم طلحة والزبير فأتوا عليًا، فقالوا: يا أبا الحسن هلم نبايعك، فقال:
لا حاجة لي في أمركم، أنا معكم، فمن اخترتم فقد رضيت به..فاختاروا، فقالوا والله
ما نختار غيرك
”Aku berada di Madinah
ketika terbunuhnya Utsman radhiyallahu’anhu. Kaum muhajirin dan Anshar yang di
dalamnya terdapat Thalhah dan Zubair berkumpul mendatangi Ali. Maka mereka
berkata:”Wahai Abul Hasan(panggilan Ali) kemarilah kami akan membaiat anda!
Maka Ali menjawab:”Tidak ada kebutuhanku mengenai urusan kalian, saya bersama
kalian. Barangsiapa yang telah kalian pilih maka saya meridhainya.” Maka mereka
memilih. Lalu mereka berkata :”Demi Allah kami tidak memilih selain
anda!”(Tarikh Ath-Thabari,5/449, Sanad riwayat ini hasan lighairihi)
Lihatlah pernyataan Abu
Basyir Al-Abidi menyatakan bahwa seluruh kaum muhajirin dan Anshar membaiat Ali
yang tentunya ikut pula Abdullah bin Umar tanpa terkecuali karena beliau
tinggal di Madinah.
Lihatlah zuhudnya Ali
radhiyallahu’anhu terhadap tawaran kursi jabatan. Berbeda dengan Ali
berdasarkan gambaran Syiah yang pendendam dan pendengki lagi rakus jabatan
khalifah.
Adapun dogengnya
mengenai Abdullah bin Zubair akan membakar keluarga Rasul adalah suatu cerita
dusta si..hangus yang dia copas dari pembesar rafidhah.
Kesimpulan terakhir dari
si..hangus :
10. Banyak
orang yang berpendapat bahwa andaikata Umar mengajak jemaah ke masjid maka umat
dan agama Islam akan maju pesat dan tidak akan ada fitnah di kemudian hari yang
datang susul menyusul terutama sesudah Utsman meninggal. Juga berakibat
terbunuhnya anak cucu Rasul Allah shallallahu’alaihiwasallam.
.................................................................................
Lihatlah si.....hangus memprotes Umar yang padahal Ali tidak
mempermasalahkan Umar bahkan ridha atas perbuatan beliau menyelamatkan kaum
muslimin dengan pengangkatan Abu Bakar. Jadi siapakah teladan si hangus
disini??? Apakah Ali???jelas tidak kecuali mengikuti para pembesar agama syiah.
Lalu ia menyatakan
gara-gara Umar-lah fitnah terjadi, padahal orang yang menghembuskan adalah sang
penyebar fitnah Abdullah bin Saba’ yang merupakan tokoh nyata benar adanya
bukan fiktif sebagaimana yang dituduhkan oleh grup syiah yang pendusta. Dialah
Abdullah bin Saba ‘ nenek moyang sekte Syiah.
Dan si...hangus ingin menyalahkan Umar sebagai penyebab
terbunuhnya cucu Rasul dikemudian hari. Sejak kapan Umar ikut dalam fitnah
tersebut?????
Segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam kepada Rasulullah
berserta keluarga dan para sahabat beliau seluruhnya.
Poso, 27 Juni 2012
BRIGADE PEMBUNGKAM MULUT SYIAH